HOAK AGAMA INTERNET?

Jangan belajar agama dari internet, ini jelas kalimat hoak yang lama berbahaya disebarkan melalui berbagai media massa. Jelas hoak.

Dan yang menjadi korban dari kalimat itu lebih dari 50% bangsa Indonesia yang tidak melek komputer dan internet, ditambah yang melek komputer dan internet tetapi mengamininya dengan dalil memang banyak tulisan yang menyesatkan di internet.

Biasanya kalimat, jangan belajar agama dari internet itu dilanjutkan penjelasan, belajarlah dari guru.

Sesungguhnya inti permasalahannya adalah kegelisahan terhadap sisi salah atau sisi bohong dari tulisan, rekaman audio, dan siaran audio-visual di internet. Kalau ini permasalahannya, berarti mempelajari hal-hal benar di internet bahkan berhukum wajib. Kebalikan dari itu, mempelajari hal-hal salah dari internet untuk menjadi salah (berdosa) adalah haram.

Sebenarnya di dunia buku pun mengalami itu. Meskipun sudah ada pengawasan sekalipun. Apalagi pencetakan, penerbitan dan peredaran buku lebih lambat daripada kecepatan on line. Sampai saya bilang kepada teman-teman komunitas yang pernah berdiskusi dengan saya (cannadrama), kalau baca buku harus yakin benar tentang isi buku itu. Salah benarnya. Penting tidaknya. Karena kecerobohan penulisan dan maksud-maksud tertentu yang lebih mengemuka bisa membuat buku menjadi buruk dan tidak cerdas. Kalau hal rentan pada buku mencapai 10% saja dari isi (ketebalan) buku, rasanya tak berguna buku itu di rak buku kita. Meskipun ada dalil juga, buku disimpan di rak buku belum tentu dibaca karena cinta, tetapi hanya sebagai data. Setidaknya buku itu  sebagai sebuah fakta. Fakta keburukannya. Kalau ada salah cetaknya, itu buku dengan fakta salah cetak. Sehingga sempat terjadi perdebatan, apakah orang yang menyimpan buku tertentu bisa digrebek karena dianggap sealiran dengan isi buku itu? Padahal belum tentu. Kalaupun ditindak secara prosedur hukum, paling-paling dengan alasan, pemerintah telah menyebut secara resmi buku jenis tertentu tidak boleh disimpan oleh pribadi atau sekelompok orang. Tidak boleh beredar. Tetapi tidak selalu benar, isi buku tertentu mencerminkan pemiliknya. Ini membuktikan ada buku 'bohong' di depan kita.

Yang masalah kalau ada buku baik-baik tidak boleh dimiliki.

Tidak cuma pada dunia buku (cetakan). On air radio dan televisi pun bisa berisi hoak. Berita palsu. Sarat kepentingan. Rekayasa untuk menggiring opini. Selain ketidaksengajaan karena informasinya dinilai benar. Untuk itu di berbagai media ini pun kita anti hoak.

Bahkan, dari mulut seorang yang dianggap Kyai, atau tokoh masyarakat, atau tokoh pemuda tertentu, pun bisa muncul hoak. Hoak ke sana, hoak ke sini. Semacam kalimat fitnah jadinya. Kebohongan yang dipublikasi. Provokatif.

Maka saya setuju program pemerintah, anti hoak.

Kalau semua ini disadari, maka kalimat, jangan belajar agama dari internet malah sebuah kalimat hoak. Terkecuali kalau kalimat itu berbunyi, jangan belajar agama dari tulisan bohong (hoak) di internet. Itu akan segaris dengan maksud kalimat, jangan percaya hoak dari manapun sumbernya. Dari mulut kambing atau tokoh masyarakat sekalipun.

Yang penting kalau kita belajar dari buku atau tulisan dan rekaman di internet, kira juga mesti cermat melihat sumbernya. Karena itu akan memudahkan kita untuk berdiskusi, ketika membandingkan beberapa pendapat yang berbeda, sama, saling mendukung, saling mengritisi, dst.

Gilang Teguh Pambudi

Cannadrama.blogspot.Com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG