WONG CILIK, NAIK HABIBAH, KETEMU KOMBAYANA?

Ceritanya selesai silaturahmi dengan kelurga dekat langsung jalan ke Pantai Ancol. Maklum pantai itu tempat makan lesehan, nyawang, jalan-jalan, foto-foto, dan obyek rakyat yang murah meriah. Cocoklah buat Wong Cilik atau Orang Biasa. Segala beban rutinitas kerja tinggal kita lempar ke laut, lalu minta kepada angin Jakarta untuk membaiknya jadi keindahan dan kedamaian. Bukankah Anda yang ke pantai Palabuan Ratu, Pantai Banten, Pantai Losari, Pangandaran, Parang Tritis, dll juga begitu?

Tetapi ini asyik. Selesai foto-foto trus makan bersama. Dan gak lupa naik perahu. Lalu sengaja merapat ke panggung hiburan. Wualah kuping dapat lagu Goyang Turun Naik. Haha. Coba Anda klik YouTube, eksplore Goyang Oles Turun Naik.

Mata sempat melihat perahu bertuliskan Habibah. Beberapa laki-laki teriak, "Yuk kita naikin Habibah!" Aku tersenyum. Karena naik Habibah itu halal. Setelah cerita Habibah pergi, aku nyawang dari jauh ke arah perahu yang tadi sempat kami naiki.

Sebenarnya aku bernasib baik. Orang lain kebagian naik Si Habibah, aku sebagai pencinta wayang kebagian naik Perahu KOMBAYANA. Tapi terfikir juga akhirnya, terlepas dari soal cinta wayang, kenapa aku kebagian KOMBAYANA, alias Resi Durna?

Untung aku teringat semisal cerita Karna. Ibaratkan Kurawa itu satu orang saja dan Pandawa juga satu tubuh saja. Maka Adipati Karna adalah sisi kecil kebaikan Kurawa yang terbawa binasa oleh Kang Mas Kurawa. Ibarat penjahat mati, tetapi punya sedikit sekali kebaikan.

Resi Durna adalah guru bagi semua Ksatria Kurawa dan Pandawa. Tetapi posisi bela negaranya, ia menjadi senasib dengan Karna. Sementara pihak Pandawa yang wajib 'menembak mati' turut bersedih di hari gugurnya penggantian Resi Bisma itu.

Karna dan Durna adalah dua tokoh populer Kurawa yang berprinsip berani mati bela negara tetapi Teguh berkeyakinan, pada waktunya Pandawa pasti menang. Ini semacam jeritan hati Raja Kurawa yang tahu sebenarnya, ia akan kalah dan salah pada waktunya. Ini ibroh, kata ummat Islam. Kata Sunan Wali Songo.

Lalu kerucutkan lagi jika Kurawa-Pandawa itu satu tubuh saja. Pertempuran akan terjadi di dalam jiwa. Kata lirik Ebiet G. Ade, kontradiksi di dalam. Bagaimana cara mengatasinya? Tentu! Tentu dengan puasa Romadon. Supaya lahir kemenangan Fitri. Menjadi kemenangan Pandawa. Tubuh yang hadir dengan kebaikan penuh.

Ah, aku gak mau cerita yang rumit sebenarnya. Tetapi tetap saja menarik. Dan naik perahunya asyik. Meskipun terasa, pantai Ancol gak terasa luas dan lepas seperti dulu waktu aku SMA. Mungkin ada 'garis-garis pembangunan' yang membuat terasa menyempit. Semoga ke depan bisa diatasi dengan semakin memberi kesan indah dan menentramkan, termasuk ramah lingkungan, sehingga masih terasa luasnya dengan sendirinya.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.Com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG