DUA FINAL PERSIB-PERSIJA

Saya termasuk yang menikmati romantisme gila. Saya ber-KTP Jakarta dan punya keluarga di Jakarta. 5 tahun terahir juga kerja di Jakarta. Tetapi dari SD sampai kawin dan punya anak saya ber-KTP Jawa Barat. Maka di mana posisi saya di depan PERSIB vs PERSIJA?

Saya bilang ke teman kerja saya, "Saya pingin PERSIB yang menang. Tetapi kalau PERSIJA yang menang saya pun ikut senang. Saya pasti akan ikut teriak, "Hidup PERSIJA!". Yang penting pertandingan seru, fair play, berkelas, dan aman.

Sudah sejak lama saya melihat, setiap di Liga Indonesia berjibaku PERSIB vs PERSIJA selalu terasa seperti partai final yang sesungguhnya. Setidaknya bukan final kompetisi, tetapi saya sebut, FINAL TEORI, PRESTASI DAN GENGSI. Karena hakekat sepakbola itu 2x45 menit. Selesai. Dari kacamata olahraga, disebut olahraga 2x45 menit. Tidak pernah ada pertanyaan dalam ujian sekolah yang jawabannya  lama pertandingan normal sepakbola lebih dari itu.

Itu sebabnya pelatih yang profesional dan hebat di muka bumi ini selalu berkata, "Selesaikan dan menangkan 2x45 menit ini!". Tidak perduli itu seorang pelatih tim papan bawah ketika menghadapi tim papan atas atau klasemen satu.

Tentu memberi kesadaran, bahwa prinsip entertainmen bola itu harus menyuguhkan kejantanan terbaik sebelum peluit akhir berbunyi. Yang dianggap tim underdog pun tidak boleh kikuk dan minder. Itu akan mematikan harga petarung.

Ketika dua kubu dari dua kota kiblat sepakbola Indonesia, Bandung dan Jakarta ini bertemu, baik di Bandung atau di Jakarta, para pengamat selalu menyebutnya sebagai duel klasik yang berkelas. Dan itu memang tepat. Dua simulasi final yang sesungguhnya.

Saking hebatnya kelas pertandingan ini, setiap ada perseteruan kedua tim ini para penonton di lapangan atau di depan TV tidak terlalu senang kalau hasil pertandingannya imbang. Mereka mau harus ada yang menang. Itu jantan. Meskipun kalaupun imbang juga, tetap lapang diterima.

Seperti pada laga di Gelora Bandung Lautan Api, 22072017, saya sedih atas hasil imbang 1-1. Padahal kalaupun PERSIB kalah, meskipun itu pasti lebih sedih, tetapi itu ujian bagi para pendukung PETARUNG SEJATI. Harga pendidikan bola. Pantangan jika ada pendapat yang menyebut, kalau hasilnya imbang pasti suporter fanatik kedua kubu pasti akur. Itu jelas tidak benar. Yang benar dalam prinsip sportifitas adalah, kalah menang suporter kedua kubu wajib akur!

Meskipun saya Bobotoh yang sangat pro-PERSIB, terasa lucu ketika saya tiba-tiba sedih gara-gara pemain PERSIJA, Sandi Darma Sute diusir kartu merah karena akumulasi kartu kuning. Mestinya dia main terus karena permainannya memukau. Sayang terlalu keras.

Sementara itu anak laki-laki saya yang merasa tim futsal  SMP 79 Jakarta meskipun dalam banyak pertandingan ngotot dukung PERSIB seperti papanya, tetapi husus dalam duel PERSIB-PERSIJA kali ini dia mendukung PERSIJA. Beda dengan papanya. Haha.

Saya akhiri saja catatan ini dengan menjelaskan mengapa di blog cannadrama saya suka komen bola? Tentu bukan semata karena saya suka bola. Itu egois dan tidak terlalu penting. Alasan yang paling pas karena saya harus bicara filosofi bola dan kemanusiaan. Ini penting buat seorang penyair atau narasumber senibudaya seperti saya. Bahkan sebagai Orang Radio Indonesia yang berusaha mencerahkan.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.Com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG