SULAP DAN PRESIDEN

Tentu saja jauh pengertian antara sulap dan mukjizat atau karomah wali. Meskipun pada pemberitaannya bisa mirip. Saya ambil contoh, pesulap bisa memadamkan api atau lampu listrik hanya dengan mengibaskan tangan di depan penonton di atas panggung pertunjukan, para wali bisa mematikan api yang membara dalam suatu serangan musuh hanya dengan kibasan jubahnya.

Meskipun begitu, sebagai bagian dari kecakapan khusus dan hiburan, sulap seperti yang dipertunjukkan oleh presiden Djoko Widodo sangatlah halal. Karena tidak ada unsur tipu menipu seperti dalam praktek penggandaan uang.

Kalau dalam contoh penipuan,  masyarakat awam biasa disuruh melihat sulap uang seribu bisa tiba-tiba berubah jadi 10.000, yang 10.000 bisa berubah jadi 100.000. Bagi semua yang minat boleh ikut. Padahal setelah terkumpul banyak uangnya dibawa kabur.

Apa yang dilakukan oleh presiden didampingi ibu negara di panggung Hari Anak Nasional 2017 sangat edukatif dan rekreatif. Seperti misalnya  ketika ia memperlihatkan sebuah kantong merah kosong. Kantong bolong. Lalu ia menyuruh srorang anak SD  maju. Tiba-tiba kantong itu tidak bolong, bahkan berisi jam tangan. Padahal sebelumnya ia telah membuktikan memang kantong itu bolong dan kosong. Otomatis anak-anak pun bertepuk tangan. Apalagi yang maju ke depan dan dapat hadiah jam tangan itu.

Dalam dunia pendidikan, pendekatan permainan pada snak-anak memang sangat penting dan bisa dilakukan dengan banyak cara. Apalagi untuk anak-anak usia pra-sekolah, PAUD dan TK yang lazim disebut masa bermain sambil belajar.

Anak-anak dalam dunia pendidikan Islam disebut jauh lebih tegas daripada pada dunia pendidikan liberal. Islam melabeli usia anak-anak itu di bawah 10 tahun. Sedangkan di atas 10 tahun disebut usia balig. Yaitu usia mulai fasih memahami ajaran hidup mulia. Bisa membedakan secara jelas antara baik dan buruk dan berpihak kepada kebaikan itu. Sedangkan dalam pandangan liberal, anak-anak itu di bawah 16-17 tahun. Tanpa kejelasan apa maksudnya. Sebab kalau disebut untuk melindungi anak-anak, untuk anak perempuan Islam justru menyebut wanita anak-anak itu sebelum haid, dan anak wanita yang mulai dewasa itu ditandai dengan datangnya haid, yang menunjukkan upaya perlindungan pada kedua kelompok itu meskipun dengan pendekatan berbeda.

Pantangan pada anak wanita yang belum haid memang beda dengan pantangan wanita setelah memasuki usia haid. Termasuk tantangan motivasi balignya.

Ketika Rosulullah diera mutahir ini dikritik habis-habisan karena menikahi wanita usia belia (bahkan disebut-sebut karena 'suka wanita'), itu salah besar.  Rosulullah telah melihat perseginya dari semua ketentuan menikahi seorang wanita yang normal. Terutama kesiapan psikis, kedewasaan sosial dan kondisi fisiknya. Termasuk bertanggungjawab penuh kebutuhan pendidikannya. Bahkan kalau pakai asumsi era sekarang, jika waktu itu sudah ada perguruan tinggi, mungkin istrinya akan diijinkan jika ingin kuliah. Atau, istrinya tetap tidak perlu kuliah karena kesiapan proses pendidikan dari suaminya.

Kembali ke soal sulap. Pertunjukkan itu bagi anak-anak bisa dianggap sebagai peristiwa hebat yang menakjubkan. Asal tidak berupa pertunjukan sulap yang mendatangkan rasa ngeri dan takut pada anak-anak. Ini jelas melanggar. Apalagi berkesan sadis atau keji.

Tetapi 'kesadaran balig' itu serupa ketika diam-diam si anak mulai sadar, sehebat-hebatnya sulap, itu adalah bentuk permainan para ahli sulap yang bisa dipelajari oleh siapapun. Sehingga usia balig bukan usia buta. Mereka mulai menganggap sulap bukanlah bentuk kesaktian yang ajaib seperti yang dibayangkan banyak orang. Sekali lagi, sulap adalah kecakapan khusus.

Mereka yang memasuki usia balig, jika melintasi proses pendidikan yang wajar, optimal dan manusiawi, mereka mulai membaca keramat para wali dan mengakui mukjizat para nabi. Bagaimana Nabi Ibrahim AS bisa selamat dari Bakaran api dan tongkat Musa AS bisa membelah laut? Raja Sulaeman memindahkan istana dalam sekedip mata.  Bagaimana Nabi SAW bisa mengusir syetan dan segala niat jahat dengan menggunakan Al-Qur'an? Bahkan kulit arinya haram terturih ujung pedang. Bagaimana pula dengan para wali yang bisa membelah diri jadi tujuh rupa itu?

Tentu. Keramat dan mukjizat bukan sulap atau sihir. Termasuk ketika ular-ular para penyihir pendukung Fira'un dibasmi ular raksasa Musa penjelmaan tongkatnya. Ini pun harus sampai kepada generasi Islam. Generasi balig. Umat manusia secara universal.

Tapi sayangnya, seringkali kita menemukan para orang tua yang nampak belum balig juga. Termasuk para pelacur, pecandu narkoba, pelaku kriminal dan koruptor itu.

Saya tentu termasuk yang selalu bersyukur kalau satu telapak kaki kanan presiden turun dari pesawat terbang, menyentuh tanah yang dikunjungi, lalu seketika kebun-kebun dan sawah-sawah subur, masyarakat sukacita, jalan-jalan beraspal, para pekerja mendapat upah yang layak.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.Com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG