AKHIRNYA ERA NONTON BOLA

segelas plastik kopi kuli
di dunia besi dan batu
tak membuat otot laki-laki
mengingati tubuh perempuan

Kemayoran, 2016
Judul Puisi : Mabuk Kopi
#puisipendekindonesia
-----

Laki-laki sekali. Sangat-sangat!

Akhirnya kita sadar juga. Sebenarnya meskpun berdegub-degub, siapa yang terdegradasi dari Liga 1 ke Liga 2, dan siapa yang bakal promosi dari Liga 2 ke Liga 1; sesungguhnya kita mulai mengerti bahwa menonton dua liga di Liga Sepakbola Indonesia itu, kita cuma bicara eksistensi, kebanggaan, dan promosi.

Secara eksistensi, pencinta sepakbola yang punya tim kebanggaan, yang berfikir normal tentu lebih memilih timnya tetap eksis dalam perhelatan sepakbola Indonesia daripada bubar. Eksis itu bisa di liga 1 atau di lga 2, terlepas dari supremasi kebanggaan berada di Liga 1. Itu biasa.

Begitu pula yang pasti dirasakan oleh para pencinta sepakbola PERSEBAYA, Bonek Mania, yang sore ini, 25112017 menyaksikan laga semi final vs Martapura FC. Kalau sukses, Persebaya bakal lompat pagar, naik kelas ke Liga 1. Tetapi kalau kalah, tim bajul ijo itu harus bersabar menunggu jam tanding selanjutnya. Masih ada waktu. Walaupun mesti sabar kalau belum lolos ke Liga 1 tahun ini.

Laga semi final pertama di Sabtu akhir pekan ini di Stadiun Si Jalak Harupat Bandung, tentu akan didedikasikan oleh Persebaya dan Martapura FC, bahkan oleh PSSI untuk meyakinkan, ini adalah supremasi eksistensi. Kalah menang jangan terlalu ditangisi. Tetapi kalau lolos dari Liga 2 ke Liga 1 patut disyukuri. Ini katagori mendidik cara pandang eksistensi tim pada sebuah liga.

Apalagi buat Persebaya. Sebagai tim yang sudah pernah bertengger gagah di Liga 1, dan eksis sempurna di Liga 2, tentu sangat dibutuhkan pengalaman dan kedewasaannya.

Kedua, suguhan Liga 1 dan Liga 2, adalah arena kebanggaan. Tentu publik bola Indonesia senantiasa bangga pada liga dan bangga kepada tim yang paling diidolakan. Oleh karena itu liga harus terus jalan, tim idola pun mesti tetap bertahan. Mesti tetap ada.

Selanjutnya, kita masih yakin bahwa melalui Liga 1 dan Liga 2 tim-tim sepakbola lokal dari Sabang sampai Merauke tetap memiliki nilai promosi yang tinggi untuk daerahnya. Untuk kabupaten dan kotanya, untuk propinsi dan pulau domisilinya. Bahkan untuk Indonesia Barat, Indonesia Tengah dan Indonesia Timur. Kunciannya cuma satu menurut paradigma ini, promosinya baru akan terhenti ketika sebuah tim yang diidolakan telah bubar.

Selama suatu tim masih tetap eksis, tampil gemilang dan menghibur, maka ia masih menjadi sentrum dan kode kebanggaan, serta berkekuatan.promosi.

Maka semisal di depan perhelatan Persrbaya-Martapura FC, yang di menit 25 menunjukkan keunggulan Persebaya, 1-0, lalu menjadi 2-0 di menit 37, lalu 3-1 di menit ke 57; kita, para pencinta bola Indonesia mesti bisa mencintai seluruh tim yang berjibaku di liga. Mesti punya ucapan selamat datang, selamat eksis, dan selamat bertanding. Bahkan merasa berduka ketika ada satu tim, tim manapun, gulung tikar.

Sebab tim yang gulung tikar selalu memberi kode, tertutupnya satu pintu yang semestinya bisa memberikan kontribusinya untuk memajukan persepakbolaan tanah air. Termasuk semestinya menjadi satu pintu penyuplai pemain lokal dari suatu daerah ke tim nasional. Atau minimal bisa menjadi basecamp penampung yang popular bagi pemain-pemain sepakbola lokal yang butuh tempat, butuh eksis. Tentu ini sangat menyedihkan.

Kita bisa berandai-andai. Andai saja tidak ada Persebaya, pemain Irfan Jaya yang telah menyumbang dua gol pada babak semi final ini, tentu tidak akan muncul namanya di sini. Entah bakal seperti apa nasib prestasi bola putra Indonesia ini. Bahkan kalau saja Martapura FC tidak ada, pendukung Martapura FC tidak akan pernah melihat tim kebanggaannya bisa susah payah lolos ke partai panas semi final Liga 2.

Ya, selamat untuk Persebaya Surabaya yang akhirnya lolos ke babak final, sekaligus naik ke Liga 1 musim 2018 tahun depan. Selamat pula buat Martapura atas prestasinya yang gemilang.

Dag did dug der juga pasti dirasakan oleh para pencinta Liga 2, pencinta sepakbola Indonesia, untuk pertemuan semi final kedua yang mempertemukan dua tim legendaris, PSIS Semarang dan PSMS Medan. Terlebih-lebih suporter dari dua kubu tersebut.

Saya pribadi sebagai pencinta Persib Bandung dan Persija Jakarta, sangat ingin melihat tim PSIS Semarang menunjukkan tajinya, lalu bisa lolos ke Liga 1, mengingat saya lahir di Kendal, Jawa Tengah, yang sejak kecil bersama alm. Bapak sudah suka PSIS. Tetapi selain percaya PSMS termasuk tim progresif di Indonesia, pelatihnya kali pindahan dari Persib Bandung, Jajang Nurjaman. Wah, ini seru.

Meskipun dari empat tim di semi final Liga 2 terdapat tiga tim yang menonjol, yaitu PERSEBAYA, PSIS Semarang, dan PSMS Medan, tetapi belum bisa dipastikan tiga tim ini yang bakal lolos ke Liga 1 musim depan. Kecuali setelah babak final usai. Terutama setelah final perebutan juara ketiga. Sebab regulasi PSSI menyebut, Hanya tiga tim yang bakal naik ke Liga 1.

Sebelum PSIS (tim Mahesa Jenar) dan PSMS (tim Ayam Kinantan) bertanding, sudah pasti kita sudah mendahuluinya dengan dua ucapan selamat. Pertama, selamat dan sukses mereka masuk semi final. Kedua, selamat dan sukses tetap eksis di kancah persepakbolaan Indonesia. Survife. Konsisten memberi dan membawa citra keutamaan.

Selama permainan berlangsung, saya melihat kedua tim bermain ngotot dan sangat atraktif. Sangat menghibur. Benar-benar bertanggungjawab dan profesional. Menunjukkan kelas semi final Liga 2. Saya yakin penonton yang netral, tanpa kecenderungan pada salahsatu tim pun, tetap akan sangat terhibur di stadion maupun di depan layar Tv-One.

Pelatih PSIS, Subangkit, yang dalam tafsir bebas berarti 'masa kebangkitan' pun tidak kalah kualitas strateginya dari mantan pelatih Persib Bandung, Jajang Nurjaman yang dalam tafsir bebas namanya berarti 'masa bercahaya'. Itu sangat terlihat.

Berbeda dengan laga semi final pertama, Persebaya vs Martapura FC, pertandingan kali ini melewati menit-menit pahlawan, menit-menit Sang Penyelamat. Yaitu dua menit terakhir dan dua menit tambahan waktu, yang nyaris bakal tanpa balas kalau terjadi gol. Reporter tv mrnyebut itu menit-menit genting. Tetapi sayang, tidak lahir pahlawan ajaib itu hingga peluit akhir berbunyi. Padahal penonton sudah dibuat menduga-duga, si ini atau si itu yang berpeluang nyetak gol emas. Nyatanya tidak terjadi. Para penggembira pun gigit jari.

Dan setelah pesta perjamuan di lapangan hijau usai, mau tak mau, kita akhirnya wajib mengucapkan selamat dan sukses atas dua gol beruntun di menit ke 113 dan menit 117 untuk kemenangan PSMS Medan. Mereka pun pantas lolos ke Liga 1.

Sekali lagi ingin saya tegaskan, akhirnya kita bangga telah terdidik-terbina menjadi penonton dan pencinta sepakbola yang berorientasi pada titik normal dan positif. Sehingga tim-tim yang kita tonton, baik yang berasal dari 'kampung' kita atau bukan, bisa selalu eksis, membanggakan, profesional, dan mempromosikan daerahnya. Mempromosikan kabupaten atau kotanya, propinsinya, pulaunya, atau setdaknya membanggakan Indonesia, dari Indonesia Timur sampai Indonesia Barat.

Ini tak lepas dari spirit 312, ketika Presiden ---yang juga presiden bola Indonesia--- turun ke stadiun Pakansari, bukan cuma untuk nonton bulatnya bola, tetapi untuk mengingatkan bulatnya keutuhan NKRI. Bahkan demi bulat bola dunia.

Bravo.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG