APAKAH ANDA, APA? (Menulis Itu Bebas)

ketika bunga
terbit pada kuncupnya
puisiku sedang bekerja
tak bisa kau ganggu
wangi mahkota
memilih wanita

Jakarta, 122016 
Judul Puisi: Puisiku Sedang Bekerja
#puisipendekindonesia
------

Apakah kalau Chairil Anwar itu pendukung Partai Golkar atau PDI-Perjuangan, Anda tetap akan menyukainya?
Apakah tetap akan baca puisi-puisinya?
Apakah tetap akan ngangkat gelas kopi sambil teriak, "Aku ini binatang jalang, ... kopiku ngutang!"

Apakah kalau Rendra itu pendukung dan juru kampanye PPP, PAN, PKS, atau PKB, Anda tetap akan mencintainya?
Menyebutnya penyair hebat?
Tidak akan merubah sebutan Si Burung Merak menjadi Puyuh Lumpuh?

Apakah kalau ada penyair, di bajunya ada logo Nasdem, Partai Demokrat, atau Partai Hanura, selain gambar Hallo Kitty Anda akan bersuka hati sepanggung dalam berbagai kegiatan Panggung Puisi?
Apa anda masih mau baca antologi puisinya atau ulasan-ulasannya?

Apakah Anda orang merdeka?
Orang yang penuh ketakutan?
Atau terus berharap, mestinya begini dan begitu?
Atau ojek pengkolan?
Atau orang-orangan sawah?

Apakah menurut anda penyair terbaik adalah tanpa terlibat partai politik apapun? Sama sekali?
Apakah pendapat Anda tidak menghukum yang tak perlu dihukum?
Atau justru memasukkan ibu-ibu ke dalam kurungan ayam Pelung?

Bagaimana jika ada, seorang penyair yang bahkan golput seumur hidup tidak pernah mau masuk TPS Pemilu sama sekali?
Bahkan untuk sekedar masuk trus batuk-batuk atau pura-pura pingsan di dalam TPS dia tidak mau.
Karena baginya itu tidak netral lagi kemanusiaannya?
Apa itu Dewa anda?

Trus, bagaimana kalau ada penyair yang rajin ke TPS Pemilu, bahkan kalo gak tetdaftar ngamuk-ngamuk, kantor kelurahan sampai diangkat pakai dengkul, tetapi anaknya sendiri gak pernah tahu dia nyoblos apa?
Bahkan tak ada yang tahu, apakah paku itu dipakai nyoblos kertas suara, atau cuma diacung-acungkan sambil baca puisi.

Politik itu menurut anda apa sih?
Menurut penyair apa sih juga?
Apakah pesta lima tahunan karena tiap lima tahun diselenggarakannya?
Atau pesta tanpa artis, karena yang ditonton cuma orang-orang keluar masuk TPS?
Apakah politik itu karena ada gambar partai-partai dan ada yang mewakili gambar itu di gedung DPR?
Kenapa tidak diartikan, politik itu strategi pembangunan bangsa, untuk sejahtera lahir batin?
Atau sudah disahkan, model pembangunan begitu tidak akan pernah ada?
Trus negara apa mamanya?

Atau ada yang takut, kalau politik berorientasi seideal itu, maka penyair berpartai akan dipahlawankan juga?
Itu kan kalau partainya menang Pemilu dan berkuasa, gimana kalau partainya penyair itu kalah?
Apa tiba-tiba ia terbai'at menjadi musuh negara?
Sampai banyak penyair takut kalau sampai disebut musuh negara begitu.

Kalau Anda penyair, atau setidaknya mampu merasa-rasa sebagai penyair, seberapa jauh jarak kepenyairan dan politik?
Apa lebih dekat dari dapur ke ruang tamu?
Atau to the poin Anda pasti menyebut, justru segala sikap penyair adalah arah dan pilihan politiknya?
Yang artinya, pakai partai atau tidak, ia berpolitik.
Tapi apakah artinya selalu ada kecenderungan kepada partai tertentu?
Atau tidak sama skali?
Mana Lebih baik, penyair bau partai tertentu atau bau kambing?
Atau yang baik penyair tidak bau partai apapun?
Tapi bau apa namanya itu?

Menurut Anda para penyair yang berbeda partai politik, tertawa bersama saja, atau ribut saja?
Kalau Chairi dan Rendra berada di hari ini dan berbeda partai, bagaimana mestinya mereka mengatur posisi duduk di ruangan yang sama?
Apakah mereka perlu main-main bola mata, siapa paling bulat, dia menang politik?
Apa masih saja Anda setuju, mereka tidak usah berpartai?
Tapi kalau partai politik mereka selalu rahasia TPS apa mereka akan dianggap berdosa?
Lalu kalau ruang tamu mereka bergambar partai, apakah memasukinya Anda akan merasa di neraka?

Kalau Anda akhirnya bilang masabodoh, masabodoh bagaimana?
Kan Chairil dan Rendra dipakai contoh karena namanya dikenal.
Apa anda yakin, nama keduanya masuk buku pelajaran di sekolah-sekolah karena mustahil punya pengaruh politik partai?
Apa itu persyaratan dinas pendidikan?
Kalau hanya penyair tanpa bau partai yang puisinya bisa masuk buku pelajaran, apa itu menunjukkan dinas pendidikan yang benar?

Kita ini bodoh atau pinter sih?
Kita ini cerdas atau payah?
Kita ini intelek atau kapir-an?

Kalau dibilang, berpartai itu kan cuma main-main saja.
Membangun kesejahteraan lahir batin seluruh bangsa kok dipakai main-main?
Apa dalilnya sajak cinta Chairil?
Pantas saja banyak upacara dan acara cuma digagas main-main.
Kalau dibilang berpartai itu alat perjuangan untuk rakyat, harus serius, kalau perlu keras!
Alat perjuangan kok tanpa cinta?
Apa dalilnya sajak demontrasi Rendra?
Pantas saja masyarakat berkesimpulan, politik itu kejam.
Sampai anak-anak berbisik kepada ibunya malam-malam, minta pindah ke bulan.

Katanya ada seniman 'ular'.
Panggung partai manapun boleh mengundangnya. Tanpa kecuali.
Atau tokoh politik apapun boleh membelinya.
Hal sama bisa juga terjadi pada penyair.
Apa menurut Anda ini yang ideal?
Panutan seniman remaja?
Bagaimana kalau ada seniman yang pilih-pilih panggung, asal tidak kampanye partai?
Apakah ini yang sejati?
Apa mesti ada regulasinya, semua seniman harus bergambar partai di ujung hidung atau di pusernya?

Ketika politik TPS adalah politik yang sesungguhnya, paling asli, KW-1, ketika setiap orang masuk TPS dengan seluruh harapannya, apakah Anda berfikir semestinya orang seperti Chairil dan Rendra yang jadi anggota DPR terpilih?
Lalu kewajiban dari mana lagi itu?
Pakai alat ukur apa?
Timbangan telur?
Apa kaitannya dengan kewajiban bersuara lewat syair?
Apa penyair juga yang mesti jadi Bupati atau presiden?
Karena dianggap penyair paling vokal ini itu, begini begitu.
Lalu kenapa si Fulan milih ke TPS biar punya wakil?
Kenapa tidak jadi anggota DPR atau presiden saja?
Apa mereka kaum dungu?
Tapi memang, alih-alih politik TPS yang mewujud jadi kesejahteraan, para wakil malah sering kali hadir sebagai pecundang yang memotong mata rantai kesejahteraan.

Lalu kalau penyair semisal Chairil atau Rendra terpanggil jadi anggota DPR bahkan presiden, apakah pasti anda memilihnya?
Atau anda mulai berbalik fikir, penyair berpartai sudah tidak layak disebut penyair.
Lebih tepat disebut politisi.
Seperti ketika orang-orang mulai enggan menyebut Zainudin MZ sebagai ulama gara-gara berpartai.
Entah rasa apa yang terus tumbuh di bahu waktu.

Ketika partai-partai, LSM, bahkan pesantren berkubu-kubu.
Ada kubu kanan, kubu kiri, kubu tengah, kubu atas miring kiri, kubu bawah miring kanan dan lain-lain.
Apakah penyair harus ikut berkubu, atau lebih baik bikin kubu baru, kubu-ran misalnya.
Padahal masyarakat cuma bisa bilang, "Yang penting yang kubutuhkan".
Apakah kubutuhkan berarti kubu tanpa partai?

Tapi ngapain ribut-ribut soal politik dan kepenyairan?
Lebih enak debat jengkol dan sambel terasi.
Emangnya politisi bisa dipercaya?
Emangnya penyair juga?
Apa tidak sebaiknya yang pasti-pasti aja, mana politisi dan penyair yang sebenar-benarnya bekerja untuk rakyat?
Untuk kemanusiaan?

Politisi DPR yang cuma duduk nunggu gajian buat apa?
Pengangguran!
Politisi kaya yang cuma duduk nempel nama di Gedung Dewan buat apa?
Gila sebutan.
Penyair yang cuma punya nama gak punya kerja buat apa?
Penyair yang dianggap punya kerja, punya telapak kaki Purnawarman, dihadiahi macam-macam, tetapi gak jelas kerja untuk apa, buat apa?
Negara yang didirikan di atas kata-kata tetapi tidak bisa membaca kerja kepenyairan, negara apa?
Atau penguasanya seperti apa?

Karena Chairil dan Rendra sudah tidak ada.
Alangkah bijak membuka-buka.
Ada rahasia apa di balik puisi-puisinya? Apakah rahasia Anda?
Termasuk ketika rahasia itu berbunyi, banyak yang tidak bisa membuka rahasia kesemestaan perjuangan.
Sebab bicara peradaban saja, dianggap terlalu jauh dari kepribadian.
Sebab keyakinan yang sangat pribadi, menutup luasnya Maha Kasih Tuhan. 

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG