INSODARUM INSOLURUM

Maka jadilah kau puisi
Dan biarkan aku membacanya 

Kemayoran, 2016

Judul Puisi: Kau Puisi
#puisipendekindonesia
-----

Bangun pagi demi anak sudah biasa. Misalnya, karena rutinitas untuk mengantarnya ke sekolah. Apalagi kalau anaknya tergolong rajin, dia akan selalu menuntut datang paling pagi dari anak-anak lainnya.

Tapi memang. Belajar dari pengalaman kita waktu masih sekolah dulu, datang ke sekolah lebih dulu akan banyak mendatangkan rasa tenang dan nyaman. Bahkan memberi space bermain-main lebih panjang sebelum masuk kelas. Dan satu lagi, ini yang utama. Kalau lupa akan ada ulangan, masih bisa buka-buka buku sebentar, begitupun kalau lupa ada PR, bisa dikerjakan segera.

Tapi pagi ini kan Minggu. Saya tidak kerja, Si Bungsu Jantanku pun biasanya gak sekolah. Paling-paling siang latihan atau pertandingan futsal. Tapi saya dibangunkan subuh-subuh. Oo, ternyata ia bersama pengurus OSIS semua, sebanyak 48 orang terpilih harus ngumpul di Monumen Nasional (MONAS), menyemarakkan Hari Anak Sedunia.

Ya. Indonesia memang sudah punya Hari Anak Nasional sendiri, dengan bentuk propaganda yang khas Indonesia. Setiap 23 Juli. Presiden biasanya sangat antusias pada momen ini. Bahkan terjadi di banyak negara yang punya Hari Anak Nasional beda-beda. Jadi semacam supremasi unjuk pembangunan anak-anak. Tetapi Hari Anak Internasional, 20 November juga khas anak-anak untuk membangun kebersamaan anak-anak sedunia. Baguslah.

Kegiatan di Monas kali ini diselenggarakan oleh kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dalam sesi wawancara video untuk dokumentasi panitia, anak saya bilang diwawancarai tiga hal: Apa komentarnya tentang acara tersebut? Merokok atau tidak? Dan tahu gak dampak buruk dari rokok? Sementara stiker yang dibagi-bagikan oleh panitia adalah stiker anti narkoba.

Ada dua hal yang menggelitik otak sehat saya pagi ini kalau bicara anak-anak. Pertama, masalah broken home. Ketimpangan hidup anak di rumah karena kemiskinan atau karena kondisi keharmonisan keluarga yang kacau meskipun menengah dan kaya.

Kedua, anak yang kebetulan beruntung tidak mengalami broken home, tetapi menghadapi tantangan hidup yang semakin rumit. Bahkan untuk bergaul dengan teman sebaya pun, untuk bersukacita dan menumpahkan hobi pun mesti eksra hati-hati.

Bagi kalangan dewasa, pendidik, orang tua, pemerhati anak dan pemerintah, poin kedua tersebut tentu akan dikaitkan juga dengan realitas masyarakat remaja, pemuda, dan dunia kerja kelak. Dan jawabannya akan jadi menyesakkan kalau kodenya, di dunia itu anak-anak akan terus tumbuh berkembang memasuki dunia yang semakin rumit apalagi gelap.

Oleh karena itu, secara sistem sosial, pergaulan manusia. Pembangunan masyarakat, kemanusiaan kita, mesti menunjukkan kenyamanan dan kesejahteraan hingga ke seluruh pelosok RT-RW yang menjadi ruang hidup semua keluarga Indonesia.

Karena meskipun kita punya program, keluarga masa depan, misalnya, apapun bentuknya, tetapi kalau dari pemerintah pusat dan kabupaten/kota hanya fokus langsung ke rumah-rumah, perkepala keluarga, tanpa bangunan sistem sosial yang baik, anak-anak bisa menemui lingkungan yang tidak harmonis.

Padahal filosofi kita sangat ideal. Sangat-sangat ideal. Bisa jadi percontohan dunia, bahkan.  Sebutan Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bahkan Rukun Kampung, itu menunjukkan kesepahaman, kerukunan, keharmonisan dan bergotong-royong. Luar biasa. Menunjukkan kesiapan hidup berbhineka tunggal ika di situ. Bukan lembaga bentukan yang kaku seperti Badan atau sekadar Kantor Koordinasi. Tetapi kelenturan hidup bersama.

Lingkungan-lingkungan kecil dalam struktur sosial, tentu dimulai dari keharmonisan keluarga, akan membangun ruang-ruang sosial yang lebih besar. 

Lembaga-lembaga yang mengumpulkan sebanyak mungkin manusia, termasuk anak-anak, juga akan turut menyumbang kontruksi bangunan manusia masa depan. Misalnya, sekolah-sekolah, mesjid, gereja, pesantren, organisasi masyarakat, organisasi remaja dan pemuda, organisasi keagamaan, kelompok usaha, komunitas-komunitas, bahkan organisasi politik.

Mesti ada sinerjisitas membangun keluarga dan masyarakat. Saya menyebut membangun INSODARUM dan INSOLURUM. Membangun 'Interaksi Sosial Dalam Rumah dan 'Interaksi Sosial Luar Rumah'.

Terkait puisi berjudul, Kau Puisi di awal tulisan ini, mari kita merenung. Puisi itu indah. Padat berisi. Berkeseimbangan. Bekerja dan berpengaruh baik. Punya rahasia maqom ilmu. Mengurai menyelesaikan masalah dengan cinta, kasih, sayang dan rindu. Marahnya keadilan. Humanis universal. Kata-kata yang bekerja, berubah jadi perbuatan-perbuatan. Bahkan menyelamatkan bangsa dan negara. Semangat yang menjadikan. 

Maka jadilah kita puisi.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG