PRINSIP ANTI, PRESIDEN DAN BOBBY KAHIYANG

belajarlah menemui hati
yang selalu menuntut

maka kau fitrahkan ilmu
sebagai penawarnya

Kemayoran, 2015
Judul Puisi: Belajar
#puisipendekindonesia
-----

Menarik mencermati pernikahan Bobi Nasution dan Kahiyang Ayu. Bukan semata karena secara kebetulan Kahiyang Ayu adalah putra Presiden RI Joko Widodo, yang tentu mesti diartiskan (dimuncul-munculkan eksistensi, ketokohan dan pengaruhnya), tetapi banyak hal yang bersifat informasi strategis.

Kalau soal figuritas, Kahiyang anak Presiden, itu cuma protokoler biasa. Memang pesta nikahnya biasa semarak bahkan heboh, selain ada bumbu-bumbu sensasinya. Biasanya sensasi yang membuat orang menyebut, "Benar-benar seorang anak Presiden". Apapun bentuk sensasinya. Mulai dari memilih garis kelengkapan upacara tradisinya, sampai bulan madu di mana. Apalagi dalam peristiwa Kahiyang nikah ini ada lintas Jawa-Sumatra, yang bisa ditafsirkan pernikahan Nusantara. Bebas antar suku, propinsi dan pulau.

Satu lagi. Yang lain kan ---meskipun secara umum--- sudah ada pada tulisan saya yang lain di cannadrama.blogspot.com. Kali ini soal sahnya nikah di Indonesia. Ini bersifat spiritual, sosial dan konstitusional.

Begini.

Pernikahan Bobi Kahiyang sah secara spiritual. Dua anak manusia yang dirahmati Allah Swt, menikah karena cinta kepada Allah-nya. Untuk membangun bahtera rumah tangga percontohan, terdepan, yang sakinah mawadah warohmah. Keluarga yang humanis-universal. Bersyiar rahmatan lil alamin. Dan sekaligus mencitrakan konsekuensi anak presiden di sebuah negara yang percaya Allah, anak tokoh formal yang mesti nasionalis relijius.

Pernikahan Bobi Kahiyang juga sah secara sosial. Bayangkan, manusia mana yang tidak lahir karena bapak ibunya?

Apa bisa ujug-ujug ada bayi nyelip di tengah-tengah batu kali tanpa ada yang melahirkannya? Kecuali batunya batu Gilang, tempat duduk raja wayang. Batu ini bisa tiba-tiba memunculkan seorang anak yang bisa diperaja.

Kita kan lagi bicara kondisi fisik manusia secara alamiah, dari mana datangnya anak manusia dan anak raja itu? Yang secara alamiah, turun temurun saling mencintai satu sama lain, yang kelak mendatangkan keturunan juga. Jadi bukan sedang bicara ilmu ini dan ilmu itu dengan segenap kemungkinannya.

Melalui kesukacitaan keluarga presiden secara formal, keluarga mempelai pria dan keluarga mempelai wanita secara informal, yang mereprsentasikan ke-Nusantara-an itu, dan dukungan segenap warga bangsa pada seremoni agung ini, maka otomatis, tanpa teriak-teriak, cukup dengan 'diam dalam pakem', kita sudah menolak LGBT (percintaan sekaligus pernikahan lesbi, gay, biseksual dan transgender).

Sebab apa? Pelaksanaan ritual percintaan dalam nikah, ---meskipun kalau secara tradisi purba cukup dengan pengakuan: "kau istriku yang terpilih oleh cinta, dan kau suamiku yang juga terpilih oleh cinta, dan kelak kalian adalah anak-anakku yang lahir selamanya dalam cinta yang teguh"---; saksinya minimal dua orang dari pihak wanita, yaitu mempelai wanita dan mempelai pria sebagai representasi keluarga yang berpihak karena cinta kepada si wanita, dan minimal dua saksi dari pihak pria yaitu mempelai prianya itu sendiri dan mempelai wanita sebagai representasi keluarga yang berpihak karena cinta kepada suaminya; serta dukungan segenap manusia kepada kenyataan pernikahan itu, telah berarti manusia hidup turun temurun karena sebab pria-wanita.

Keturunan itu bukan karena cinta dan pernikahan wanita dengan wanita, atau karena sebab pria dengan pria.

Soal persaksian ini, kita jadi ingat syarat dua saksi dalam perbuatan mesum atau zina. Selain diperlukan dua saksi atau lebih, sesungguhnya jika ada seseorang wanita berzina, dia telah secara otomatis memiliki dua orang saksi, yaitu dirinya sendiri dan kawan zinahnya. Begitupun sebaliknya.

Ini sudah rumus sosial yang dibakukan secara alamiah oleh persetujuan atas lahirnya kakek-moyang kita di masa lalu, dan persetujuan kita pada lahirnya anak-cucu manusia di masa depan.

Barang siapa tidak melakukan sunah nikah. ---Disebut sunah karena pilihan hukum hidup dalam rangka menunaikan kewajiban kebaikan---. Dan barang siapa tidak mendukung pernikahan. ---Disebut dukungan karena yang mendukung bisa dari kelompok yang sudah menikah, belum menikah atau bahkan yang tidak menikah---. Maka mereka tersesat di lembah anti sosial. Anti prikemanusiaan. Ingkar sunah. Membuat hukum baru yang tidak dikenal. Mereka telah menuruti hawa nafsunya pribadi-pribadi yang bersifat, kecelakaan sosial.

Perserikatan atau persekutuan, dan propaganda mereka pada waktunya akan berada pada puncak saling menyalahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Alias tidak solid.

Ketiga, pernikahan Bobi Kahiyang adalah perbuatan konstitusional di sebuah negara berdasarkan hukum. Pertama, sah menurut agama, menurut Allah, menurut hidup. Kedua resmi dalam tata administrasi negara. Sebab akan disebut siri, terahasiakan dari data negara, tidak tercatat, kalau bersifat tidak resmi secara hukum administrasi negara. Meskipun sah dalam ajaran spiritual, ajaran hidup.

Apa yang dilakukan keduanya sudah menunjukkan kepatutan pernikahan anak Presiden, secara formal. Dan kepatutan pernikahan anak bangsa Indonesia yang beradab, secara sosial keagamaan.

Akhirnya kita turut bernafas lega, sebab mau tidak mau, langsung atau tidak langsung, kita telah berada di dalamnya. Artinya, kita telah mengucapkan salam, sebagaimana Kahiyang Siregar juga mengucapkan salam di tanah Sumatra, tetapi kita juga menjawab salam sebagaimana presiden menjawab salam dari seluruh tamunya, siapapun, dari seluruh kalangan. Bahkan menjawab salam kepada yang tidak sempat datang, tetapi telah datang hati dan sukacitanya.

Berarti kita juga telah mengucapkan amin dan alhamdulillah.

Subhanallah. Allahu Akbar!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG