BOM MELEDAK DI MATA AWAM?

DI KANAN MESJID

kukecup kening jilbabmu

airmata 
getir zamzam yang mengalir

sial,
di sela bom yang meledak
sebelum pergi 
kau kukecup lagi 

Purwakarta, 10 10 2010
Pkl. 17:48
#puisipendekindonesia 
------

Akhirnya, puisi yang kucari ketemu. Di email cannadrama. Tercantum pukul 17:48, tanggal 10 10 2010. Antara titimangsa yang kutulis dan tanggal postingannya sama.
------

Orang-orang, termasuk para pengamat, selama ini lebih banyak bicara potensi dan eksistensi suatu kelompok atau jaringan tertentu yang terus menjaring para 'mujahid versi mereka' untuk bergabung ke dalam gerakan bersama yang satu tujuan. Tentu tidak keliru. Tetapi bagaimana dengan soal lain?

Saya kadang curiga. Bagaimana kalau ada sindikat di luar negri, yang tentu punya jaringan atau semisal 'mata-mata' di dalam negri. Muslim atau non-muslim. Yang dengan sengaja memancing keberadaan orang-orang Indonesia yang bersikap anti-NKRI dan pro-semacam negara Islam. Lalu dipanas-panasi. Dibenar-benarkan. Dimotivasi. Dikompori. Digosok-gosok. Didukung. Bahkan didukung pakai dana dan fasilitas-fasilitas.

Pendeknya mereka bilang, "Kedaulatan itu hanya di tangan Allah. Demikian pun tanah-tanah halal itu milik Allah. Begitu juga kekhalifahan atau kepemimpinan dunia itu harus di tangan orang Islam".

Meskipun secara nalar tafsir kalimatnya ada yang bisa di buka ke arah benar, tetapi nyata-nyata maksud mereka bukan ke arah benar itu. Jauh bertolak belakang. Tersembumyi. Berupa provokasi ke arah fanatisme sempit. Untuk menyegerakan sikap anti pada kondisi bangsa-bangsa hari ini, termasuk pada kondisi bangsa dan negara Indonesia.

Padahal jika terjadi apa-apa atas sikap anti pada diri seseorang atau kelompok yang telah terprovokasi itu, mereka bisa diam saja. Milih bungkam. Mungkin ada juga yang malah tertawa terkekeh-kekeh di belakang sambil mengucap, "Salahmu! Bukan salah siapa-siapa. Itu keyakinan dari dalam hatimu sendiri yang kami saksikan! Jangan salahkan provokator. Kami lepas tangan". Atau, kalaupun ada pihak yang mengklaim, atau pura-pura mengakui, apa gunanya juga? Paling-paling masyarakat dibuat tahu, si fulan yang teroris itu telah dipengaruhi pihak tertentu. Cuma begitu.

Soal kalimat yang sama yang memiliki pemahaman berbeda itu misalnya pada soal pemimpin Islam di Indonesia. Maksud yang benar tentu saja berupa harapan atas munculnya pemimpin muslim yang adil dan bijak yang diterima Allah dan didukung oleh masyarakat secara damai serta melalui prosedur yang benar dalam berbangsa dan bernegara. Tetapi di dalam provokasi itu kepalang dan selalu diarahkan kepada kepemimpinan yang selain ber-KTP Islam, terutama Islam dari kelompok tertentu, negaranya pun harus negara agama, berdasarkan Al-Quran, tanpa memungkinkan lahirnya undang-undang negara. Kalaupun masih memungkinkan lahirnya undang-undang negara pada waktunya kelak, selalu dimulai dengan kalimat frontal, semua yang ada sekarang ini, termasuk sejarah NKRI-nya, salah total dan kafir.

Saya sendiri setamat SMA permah dengar adanya persiapan untuk membentuk semacam Negara Islam di Indonesia. Persisnya lupa. Entah siapa yang memulai penyebaran berita itu hingga masuk ke kuping saya. Tetapi saat itu disebut-sebut, sudah dipersiapkan diam-diam tokoh-tokoh nasionalnya yang sudah siap untuk menempati posisi-posisi tertentu jika waktunya telah tiba. Tetapi bagi saya yang saat itu pendukung PPP dalam kepartaian di Indonesia tidak tertarik itu. Karena menurut saya, ketika Umat Islam sangat menonjol perannya dalam kemerdekaan Indonesia, maka umat Islam pulalah yang wajib menonjol dalam menyukseskan pembanguan Indonesia. Tentu sebagai wujud rasa syukur atas karunia Allah Swt yang tiada tara, NKRI.

Entah bakal seperti apa jadinya jika saya saat itu tertarik dan terus mengikuti wacana persiapan Negara Islam itu.

Kecurigaan adanya pihak-pihak asing yang berbahaya, yang menjebak, bisa dimiliki oleh bapak mana saja yang merasa punya anak, dan oleh guru siapa saja yang merasa punya murid. Mereka ini orang yang ngerti kedudukan Indonesia di mata Allah Swt. Bahkan ngerti akan lahirnya suatu negara, di masa lalu atau di masa depan yang dirahmati Allah.

Bahkan para orang tua yang sangat hati-hati dan tidak mudah terpancing itu sudah biasa bernasehat, "Kalau ada konflik politik di luar negri, dan menurut pemberitaan melibatkan umat Islam dan umat lain, janganlah memancing kita untuk memusuhi umat lain yang ada di Indonesia. Sebab selain kita gak tahu-menahu soal konflik di sana, orang-orang yang kebetulan beragama lain yang ada di Indonesia itu tidak bisa dipastikan sehaluan atau satu jaringan politik dengan yang di sana". Apalagi buktinya, selama ini kerukunan antar agama di negri ini baik-baik saja.

Bahkan dukungan atas penyelesaian konflik Israel-Palestina kita tempatkan secara proporsional sebagai persoalan di sana yang mendapat simpati dunia, termasuk Indonesia. Tidak ditarik menjadi konflik di dalam negri. Sehingga, umat Islam Indonesia selalu menginginkan agar persoalan Israel-Palestina diselesaikan secara adil dan damai. Tidak ada arogansi sepihak yang melakukan tindak sewenang-wenang. Dan semestinya, untuk suatu titik dunia yang mendapat perhatian internasional, diselesaikan seadil-adilnya dengan melihat (tidak buta) kepada sudut pandang dunia internasional.

Saya tentu merasa tidak setuju, ketika ada konflik politik di luar sana yang konon berhadapan antara oknum umat Budha dan Islam, lalu ada yang merasa perlu mengadakan aksi marah-marah kepada umat Budha di Candi Borobudur. Sebab Budha di Indonesia bukan oknum Budha di sana. Budha di sini tentram damai. Bahkan Budha di sana yang baik-baik saja juga tentram damai. Lagipula, yang justru dibutuhkan, mata dunialah yang mesti terus mendesak penyelesaian konflik mereka agar tidak ada yang dirugikan.

Doa-doa kemanusiaan kita untuk keselamatan muslim Rohingya, misalnya, adalah sikap untuk mengatasi konflik di sana. Agar segera selesai. Bukan untuk membuat konflik di dalam negri Indonesia.

Bagaimana jika kecurigaan para orang tua tentang sindikat penjebak ini ternyata sebuah kenyataan? Tentu saja orang-orang yang berjalan fikiran sepaham dengan propaganda si penjebak bisa terjebak ke dalam jaringan ini, lalu dikerjai oleh jaringan ini untuk melakukan sesuatu apapun. Teror-teror apapun. Bom bunuh diri dll. Tentu persepsi ini berbeda dengan yang selama ini kita dengar, tentang kelompok radikal yang didalangi oleh aktor dan sindikat yang sungguh-sungguh sehaluan. Yang satu niat, satu tujuan.

Padahal kalau benar begitu, jaringan apa itu namanya? Jaringan pengacau keamanan dan ketertiban Indonesia? Jaringan pengacau umat Islam dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia? Jaringan anti NKRI? Atau jaringan kelompok umat tertentu yang anti Islam dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia?

Bisa jadi di dunia ini ada suatu kelompok terorganisir  yang anti umat Islam. Tetapi yang dikerjai atau diperalat untuk mengganggu umat Islam justru umat Islam. Mereka disuruh melawan saudaranya semuslim, diadu domba, untuk selalu beda pendapat, sekaligus menunjukkan permusuhannya kepada umat agama lain, agar jatuhlah wibawa Islam dalam pecah-belah. Di satu sisi Islam terpecah belah. Di sisi lain Islam tidak bisa diterima.

Menurut propagandanya, mayoritas umat Islam di Indonesia itu keliru dalam menegakkan NKRI. Harus diluruskan menjadi negara Islam. Pancasila itu omong kosong dan dosa besar. Bendera merah putih itu cuma kain biasa seperti benda-benda lain yang tak perlu dihormat-hormat. Dengan propaganda seperti ini, tentu akan ada pihak-pihak yang tertarik. Sedikit atau banyak. Tetapi biarpun  disebut sedikit, dari sebanyak bangsa Indonesia bisa berarti banyak.

Lalu bagaimana kalau mereka yang sudah terperangkap dalam sugesti ini digerakkan untuk melakukan ini dan itu yang menciptakan kondisi tidak nyaman di tanah air? Padahal itu bukan sungguh-sungguh gerakan Islam. Yang justru cuma untuk menunjukkan pada dunia, bikin-bikin cerita, bahwa ada orang-orang Islam yang keras yang tak perduli dengan apapun. Dan pihak provokator akan bertepuk tangan di belakang layar karena proyeknya berhasil.

Bagi mereka. Satu saja orang Islam terperangkap. Mau dimotivasi untuk berbuat ekstrim. Termasuk mau untuk melakukan bom bunuh diri di tengah keramaian. Itu sudah fakta nyata. Bahwa ada Islam yang berpaham demikian. Apalagi kalau yang mau dipengaruhinya banyak.

Artinya, benar-benar ada yang berhasil dipengaruhi dan diajak-ajak. Bahkan mungkin mereka akan bilang, sangat mudah kok ngajaknya. Nyetak teroris di Indonesia itu tidak sulit. Tinggal mendekati si A, si B, atau si C, yang punya ciri-ciri tertentu, lalu 'dibeginiin dan dibegituin'.

Menurut mereka para koordinator, orang-orang Islam yang terperangkap jebakan itu bodoh semua. Keras kepala. Mereka orang-orang yang ngimpi tentang negara Islam tetapi tdak perduli pada saudara-saudaranya yang Islam, apalagi kepada yang bukan Islam?

Di tangan mereka, orang-orang yang terjebak ini tentu mau disuruh apapun. Apalagi semua sudah diatur dan dibiayai. Tinggal eksekusi. Apalagi raihan tertinggi yang jadi iming-imingnya adalah rido Allah Swt.

Model provokasi mencetak teroris lainnya yang kita curigai adalah ketika ada bangsa Indonesia yang diminta untuk mendukung jihad suatu kelompok tertentu di suatu negara. Semua itu dilakukan, konon untuk menggapai rido Allah Swt. Termasuk mendukung kudeta di suatu negara, misalnya. Maka untuk menunjukkan betapa kuat cengkraman pengaruh suatu kubu itu di dunia internasional, maka dibutuhkan ledakan di mana-mana. Ledakan itu baru akan berhenti jika suatu kubu yang ingin berkuasa telah mencapai maksudnya.

Khusus dalam konflik Israel-Palestina, semua ulama di Indonesia sepaham. Tidak benar kalau ada yang ngaku-ngaku mujahid, lalu meledakkan pusat peribadatan Kristen di Indonesia dengan mengakibatkan banyak korban, agar Israel tidak sewenang-wenang. Kalau Israel masih dianggap sewenang-wenang, akan segera disusul dengan ledakan berikutnya di gereja yang lain. Juga tidak bisa dibenarkan kalau ledakan itu menyasar kedutaan besar Amerika di Indonesia atau di hotel-hotel tempat menginap turis-turis asing.

Tidak haram kan kita berfikir kritis? Sebab Islam itu rahmatan lil alamin. Kasih untuk semesta. Otomatis ia pasti akan menjaga semua umat se Islam, sedunia. Melindungi dan mencintai umat manusia semua. Mencintai negaranya dengan sangat hati-hati, berkeadilan dan berprikemanusiaan.

Umat Islam yang rahmatan lil alamin ini juga terbuka dalam harapannya untuk memiliki pemimpin-pemimpin yang Islami. Islami yang tidak dalam pengertian sempit. Pun terbuka dalam hal membuka keunggulan paham Islam dalam mengentaskan persoalan-persoalan dunia, yang tentu saja melalui tafsir-tafsir halal dan baiknya.

Justru keterbukaan ini yang tidak menipu. Kalaupun disebut strategi dakwah, atau bahkan politik dakwah, itu adalah sikap yang sangat mudah dimengerti oleh siapapun. Selalu bisa diamini. Hal yang lumrah dalam "berprikemanusiaan yang beadab". Kecuali bagi pihak yang benar-benar tertutup, gelap, alias kafir. Sebab sudah tetputus kemanusiaannya dari hidayah suci. Dari jalan yang lurus.

Ya, kembali ke soal di awal. Kita menjadi boleh curiga. Jika ada ummat Islam yang sangat fanatik dengan jihad fi sabilillah, terprovokasi dan terjebak dalam suatu jebakan maut yang dengan sengaja dibuat oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, untuk anti NKRI dan anti umat beragama lain di Indonesia, bahkan mengafirkan saudaranya se Islam.

Pertanyaannya, bagaimana supaya bangsa ini, khususnya umat Islam, tidak ada yang masuk jebakan? Tidak terpikat lipstik jihad yang diserukan demi menjatuhkan Islam? Tidak bisa digosok-gosok menjadi radikal dan memusuhi bangsanya sendiri. Tidak mudah disutradarai pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Sebenarnya teori yang sama bisa juga dipakai untuk mengganggu umat beragama lain, oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Untuk menggosok-gosok umat Kristen, misalnya. Bisa saja. Umat Kristen digosok-gosok juga oleh pihak tertentu untuk anti umat Islam.  Padahal intinya, supaya kedaulatan NKRI rapuh. Kepercayaan internasional turun drastis.

Atau ada sindikat yang menggosok-gosok oknum-oknum umat Hindu di Inonesia, supaya bermasalah dengan umat Islam atau umat lain. Supaya mengemuka kebohongan Pancasila dan konsep bhineka tungga ika-nya. Supaya NKRI tercerai-berai.

Bagi dunia yang menyoroti umat Islam Indonesia, supaya berkesimpulan, mayoritas Islam di suatu negara seperti Indonesia, terbukti tidak menjamin apa-apa. Nol besar.

Oleh karena itu sikap anti pengaruh asing yang buruk, adalah sikap kolektif seluruh elemen bangsa Indonesia. Tanpa kecuali. Sejak jaman ada PMP dan P4 diperkenalkan sebagai, filterisasi. 

Terbaca. Mereka ini inginnya. Kalaupun ada kekuatan Islam radikal berkuasa di suatu negara, akan sangat mudah menuding dan menghadapinya atas nama kemanusiaan dunia yang beradab pada waktunya. Seakan-akan mereka tinggal membuka fakta-fakta ketika naik kuasa. Lalu di hadapan kecaman dunia itu, akan cepat jatuhlah kelompok keras yang bisa berkuasa itu. Yang sekaligus menjatuhkan pula kepercayaan dunia atas Islam. Tinggal menyisakan bangsa dan anak cucu yang menderita. Lalu mereka akan hadir sebagai penolong dengan berharap mendapat banyak keuntungan.

Padahal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, meskipun bangsa Indonesia mayoritas muslim, tetapi kenyataannya semua sama dalam kesepahaman perundang-undangan. Sama di depan hukum. Bahkan ketika harus berhadapan dengan pendapat, sikap politik itu tidak selalu harus segaris dengan konstitusi yang ada. Kenyataannya, kita sudah memulainya untuk sepaham pada prinsip dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (Pancasila) itu. Sebab ini kekuatan sosial yang telah menjiwai cara hidup dan perundang-undangan kita, sebagai karunia besar dari Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa. Yang justru mengantarkan kita untuk konstitusional.

Dalam keterbukaan serupa ini, lalu siapa yang sudi terjebak salah dan dosa, dan siapa yang mau menjebak dengan berani menggunakan iming-iming sorga dan kalimat Allah? Kita pasti akan terus bertanya.

Rosulullah SAW sendiri suritauladan yang terbuka. Dakwahnya selalu untuk seluruh manusia. Lalu siapa yang dilarang membaca dan memahami Al-Quran? Manusia mana? Kecuali manusia yang membaca untuk mengolok-olok kebenaran kalimat Allah, yang sesungguhnya dia telah terhukum tidak membaca. Rosulullah pun tidak ingin bersikap eklusif kepada tamu di depannya dengan mengesampingkan tamu lain dan yang datang kemudian. Ucapan selamat dan sambutan hangatnya selalu ditujukan kepada semua manusia. Sampai orang buta di balik gunung pun mendengar sapaan cinta Rosulullah SAW.

Kadang-kadang para pihak yang membuat keras orang Islam, kita dengar justru berkalimat dengan argumentasi syariat Islam yang sangat kuat di masyarakat. Pandai berdebat. Melahirkan pencitraan, Islam dan syariatnya memang begitu. Membuat orang awam bertanya-tanya. Itu keyakinan sendiri atau ada yang memprovokasi? Sementara kalaupun ada yang memprovokasi, provokatornya bilang, "Ada atau tidaknya provokator, itu jelas-jelas keyakinan sendiri. Mereka bersikap dan berbuat atas dasar pahamnya sendiri. Bersepaham dengan yang mempengaruhinya". Tentu beda dengan seorang anak yang dipaksa mencuri oleh seseorang, sedangkan si anak berada dalam tekanan dan ancaman kalau tidak mau melakukannya. Karena sesungguhnya si anak ini tidak membenarkan perbuatannya dan tidak mau melakukannya.

18 Mei 2018
2 Romadon 1439 H

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG