ANTI SADISME GAMBAR DAN VIDEO QURBAN?

RUMAHAJI

Dari dalam rumah aku bisa menghirup wangi daging dibakar. Asap mengepul mulai dari bawah kursi. Dan kita yang berserah, berkorban untuk kehidupan mulia. Membeli cinta dan gairah asmara. Merasakan kemenangan takbir.

Kemayoran, 22 08 2018
#puisipendekindonesia
------

Mang Ule membuat status di media soaial facebook, kenarin di hari Idul Adha 1439-H, 22 Agustus 2018. Begini statusnya: "Setujukah anda pada sekelompok aktifis yang memandang foto/video prosesi qurban sebagai gambaran aniaya terhadap hewan?"

Saya sebagai aktivis KEBANGKITAN ITU ANTI dalam Wisata Sastra, yang tentu saja di dalamnya sangat mendukung sikap Anti Kekerasan dan Anti Sadisme, berminat untuk mengomentari status itu. Bigini: "Tidak. Sebab itu salah lihat. Apalagi kalau ulama yang lihat. Waduh! Hanya orang yang tidak beragama yang boleh demikian. Sebab apa? Menyembelih hewan qurban bukan pembunuhan, oleh karena itu wajib pakai bismillah dan doa-doa. Begitupun yang lihat. Wajib pake bismilllah juga. Sehingga yang ada di depan mata bukan pembunuhan, apalagi dianggap sadis. Melainkan prosesi yang ngaji ilmu. Pakai perasaan juga. Dan kita tidak pernah makan nyawa, tapi makan daging.

Yang suka makan nyawa di atas piring adalah penguasa yang zalim yang suka membunuhi rakyatnya.

Hati-hati, yang masih menganggap itu sadis, jangan-jangan anda masih makan nyawa. Bukan makan daging qurban".

Demikianlah komentar saya. Yang intinya mempertegas perbedaan antara menyembelih (membunuh) binatang secara sadis dengan menyembelih binatang secara teratur, terpenuhi syarat-syarat adab mulianya, untuk tujuan berqurban. Berbagi kasih sayang.

Lalu Mang Ule menanggapi: "Makan nyawa... hmmm istilah yg unik. Setujukah ada detil2 yg sebaiknya dibatasi untuk menghilangkan kesan sadisme?"

Saya jawab: "Ya itu tadi, nyembelhnya harus pakai perasaan. Biar gak terkesan seram bagi manusia. Meskipun itu relatif juga. Motong hewan qurban yg dianggap gak sadis di India, bisa dianggap sadis di Indonesia".

"Unsur dokumentasi yg diuploadnya ada masukan Om Gilang?" Tanya Mang Ule.

Saya teruskan: "Mang Ule sebenarnya kalau membaca riwayat / penceritaan secara tertulis selalu disebut kurang lebih dalam kalimat sama, "... di situ kamu berqurban, ... maka berqurbanlah kamu, dst". Sebenarnya sih yg terpenting ya 1. Gambar suasana tempat qurban (yang memberi gambaran menyenangkan), 2. Gambar jenis hewan qurban biar tersaksikan menenuhi syarat, 3. Proses penyembelihan bisa dilakukan medium syut (tapi bagi TV yg live report agak sulit ngeditnya untuk bagian menarik dan menjatuhkan sapi), 4. Lalu bagian menguliti dan memotong daging-dagingnya itu sudah spt pemandangan umum di pasar daging.

Lebih afdol jika suasana videonya hasil mixing di studio. Atau minimal pakai aplikasi mixing di HP. Gambarnya berqurban tapi ilustrasinya takbiran".

"Ini wacana teknis. Saya suka! Ada gagasan". Mang Ule mengakhiri percakapan di kolom  komentarnya.

Saya memahami bahwa dalam hal apapun sadisme itu ada. Dan itu selalu menjadi konsen setiap orang yang berbudi baik. Yang berprikemanusiaan dan ramah pada lingkungan kehidupan. Kita tetap anti itu. Anti sadisme dalam hal apapun.

Untungnya sudah nyata-nyata, selama saya menghatamkan Alqur'an dan mencermati hadis Nabi SAW, bahkan melihat Alkitab dari huruf awal hingga huruf akhir, sejak para Nabi memperkenalkan istilah berqurban, tak ada sama sekali unsur bau sadisnya. Yang ada justru wangi cinta pada sesama. Termasuk memberi cinta yang tinggi pada kekayakan hidup binatang di satu sisi, dan bagaimana adab manusia dalam mendapatkan dagingnya di sisi lain.

Bahkan di kampung-kampung kita, anak-anak sudah biasa terlibat dengan orang dewasa merubungi kambing dan sapi yang sedang disembelih dari jarak yang sangat dekat. Mereka percaya tidak ada kesadisan pada apa yang ada di kelopak matanya karena mereka telah mendengar doa-doa baik dan suara takbir. Bagi hamba-hamba yang balig, yang sadar dan berkesaksian baik, mereka akan selalu menemui fakta, bahwa nyawa binatang itu pada waktunya telah kembali dengan selamat dan ihlas kepada sang pemiliknya tanpa penyiksaan sama-sekali. Sementara hamba Allah yang soleh hanya berhadapan dan menrgolah daging sebagai santapan penuh berkah bagi masyarakat, terutama fakir miskin.

Memang kadang ada hal-hal di luar kesengajaan yang berkesan sadis. Misalnya ketika seeokor sapi berontak ketika diikat dan mulai dirubuhkan untuk disembelih. Atau ketika terjadi gerakan kejut pada binatang yang tak bisa dikendalikan, justru pada saat terjadi proses penyembelihan yang belum selesai. Dll. Hal itu jelas membuat masyarakat berucap kasihan. Tetapi mereka selalu mengembalikan kepada Allah melalui doa-doa agar Allah memuluskan proses hajatan baik itu.

Kita tentu tidak ingin, sesuatu yang telah mencukupi ilmu kebaikannya, nilai-nilai kebaikan yang universal, memperdulikan seluruh aspek, masih dicap sadis hanya karena kegiatan berqurban itu berlamgsung massal di seluruh muka bumi. Memikat perhatian seluruh ummat manusia. Karena memang sejak awal sudah mengandung propaganda cinta kasih sesama manusia dan jalinan kasih antara msnusia dengan alam hidupnya.

Meskipun demikian sebagai kewaspadaan terhadap peluang sadisme, tetap dibutuhkan cara-cara untuk menghindarinya. Baik ketika secara langsung ditonton masyarakat di lokasi penyembelihan, ataupun ketika ditonton masyarakat mekalui video dan jaringan internet.

Untuk itu akhirnya setelah beberapa orang berkomentar, saya pun berkomentar lahi: "Pemotongan daging qurban adalah syiar Islam (syiar kehidupan) yang dilakukan secara masal di seluruh muka bumi. Dan menariknya, ditarik dari garis Ibrahim dan Ismail. Sehingga merangkum masa yang panjang. Dari dulu marak dalam pemberitaan. Tapi di jaman sekarang tambah marak di medsos. Tradisi ini bisa dianggap terlalu "GEBYAR" bagi pihak-pihak yang iri atau tidak suka. Kalau mau menyaingi pun sudah sangat telat. Telat start. Ini dari kacamata dakwah (khusus kepada pihak yang seperti itu)".

Ternyata komen saya dikomentari.begini.olehang Ule: "Yang ini sy lemot memahami".

Namanya juga obrolan baik di hari baik, saya pun merasa perlu melanjutkan komen saya itu. Begini: "Mang Ule, wangi daging yang semerbak dalam satu hentakan waktu, selalu akan membuat semua rombongan kafilah dari penjuru manapun menoleh. Beratus beribu berjuta sekalipun. Dan yang terlihat bercahaya, "Bapak Ibrahim-mu", kata Muhammad SAW".

"Gilang Teguh Pambudi, tulisan yg saya ragukan karena etika literasinya. 😋", Iman Ule dan saya pun mengakiri saling berkomentar.

Nampaknya ini akan menjadi pembicaraan selintas, pembicaraan yang hanya melalui status medsos facebook, yang menarik dan penting. Pertama kita jadi tergiring untuk memahami hakekat berqurban. Lalu tertarik untuk memahami syarat-syarat berqurban. Harus serba tertib dan sah. Memahami bahwa menyaksikan dan mengabarkan peristiwa berqurban adalah dakwah yang besar. Termasuk melalui pemberitaan secara lisan dan tertulis, juga melalui gambar dan video. Dll. Subhanallah.

Percaya atau tidak, kita juga sadar dan bersaksi, masih ada pihak yang justru senang jika terjadi anggapan rancu pada suatu tradisi Islam (tradisi baik). Malah mereka gemar menelisik di titik mana saja ada peluang terlihat rancu dan kacau. Padahal kita juga memahami, untuk hal yang umum terjadi yang sudah kita maklumi, yaitu saling nasehat-menasehati untuk menghindari kesalahan dalam segala hal kebaikan apapun. Untyk itu saya piliih judul untuk tulisan ini, Anti Sadisme Gambar Dan Video Qurban? Yang bermaksud, melihat seksama peluang sadisnya tetapi mempertanyakan persoalan yang disadiskannya.

Bagi saya, bagi kita, selain melihat dari kacamata kemuliaan agama, kemuliaan Islam, kemuliaan hidup. Juga spesifik memang perlu menyikapi dan menekankan khazanah tulisan, gambar-gambar dan video tentang itu. 

Kemayoran, 1439-H, 22 08 2018.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG