RAHASIA PANGGUNG AGUSTUSAN DI KAMPUNG INDONESIA

VIRALKU

hari ini
aku merayumu
dengan viral

Kemayoran,  23 04 2018 
#puisipendekindonesia
------

Hari ini tanggal 26 Agustus 2018. Waktu yang paling tepat buat saya untuk menulis peristiwa tahunan di negri Indonesia, yang juga telah saya ikuti puluhan tahun sejak anak-anak. Yaitu soal Paggung Agustusan.

Panggung Agustusan tentu kita mafhumi bukan cuma panggung senibudaya yang diselenggarakan bertepatan dengan tanggal hari kemerdekaan kita, 17 Agustus setiap tahun. Bukan itu. Kalau itu pemahamannya, bersiaplah untuk merasa kuper (kurang pergaulan) alias tidak pernah gaul dengan panitia Agustusan atau tidak pernah jadi panitia Agustusan. Sebab Panggung Agustusan yang sesungguhnya adalah peristiwa senibudaya yang biasa kita pahami sebagai malam puncak perayaan Agustusan di setiap kampung di seluruh Nusantara.

Kapan pelaksanaannya? Tentu bebas. Tidak ada ketentuan. Yang penting sepanjang bulan Agustus, bulan kemerdekaan kita. Meskipun rata-rata diselenggarakan mulai hari H, 17 Agustus hingga tamat akhir bulan, 31 Agustus.

Meskipun demikian sebagai Orang Radio Indonesia saya punya eklusifitas berfikir. Misalnya ketika di minggu pertama dan minggu kedua saya menyelenggarakan panggung-panggung senibudaya dan panggung kuis sponsor, selalu saya labeli, Dalam Rangka Semarak Kemerdekaan. Di situ segala dekorasi dan tema-nya serba berwangi merah-putih kemerdekaan. Ini sekaligus merupakan jawaban atas pertanyaan, apakah ada Panggung Agustusan yang diselenggarakan sebelum hari H, 17 Agustus?

Terlepas dari panggung-panggung off air yang secara eklusif diselenggarakan oleh radio, TV dan intitusi swasta sejak tanggal 1 Agustus hingga 31 Agustus itu, kita melihat realitas Panggung Agustusan kampung Indonesia yang unik dan semarak. Saking semaraknya, sering saya pakai untuk 'maki-maki' pihak terkait yang terlalu sombong ngaku-ngaku telah membangun seni tradisi, terkhusus tari tradisional, padahal panggung Agustusan di daerahnya sangat sepi dari tari tradisi yang kadung di-ikonkan dalam program pariwisata itu. Tentu saya sebut, OMONG KOSONG!

Kritikan saya itu memang keras. Itu sebabnya saya merasa sering tidak disukai oleh pemerintah daerah tertentu. Oleh aparat-aparat dan kaki tangannya yang anti-kritik konstruktif.

Padahal ada matematikanya. Ada itungannya. Kalau di semarak Panggung Agustusan itu suatu tari tradisi masih ditarikan oleh anak-anak TK, SD, SMP, sampai SMA, mahasiswa dan para dewasa lain, termasuk ibu-ibu, itu berarti masih ada PENERIMAAN TERBUKA DAN PENUH. Kalau tidak demikian, tari tradisi itu sudah diasingkan dan jauh dari prinsip senibudaya dan pariwisata yang merakyat. 

Bahkan saya pernah bermimpi ketemu bulan kembar. Yang saya terjemahkan, bahkan ketika ada seorang bupati atau walikota atau gubernur yang punya konsep bagus soal senibudaya di kampungnya, saya pun punya konsep yang sama bagusnya atau bahkan bisa lebih bagus dari itu. Yang artinya sebagai pejuang senibudaya saya (dan siapapun yang segaris perjuangan) dan bupati atau walikota atau gubernur itu adalah bulan kembar atau matahari kembar. Mau apa lagi? Prinsip ini tentu tidak berlaku pada kepala daerah yang ngaco.

Panggung Agustusan di kampung Indonesia memang sudah biasa diselenggarakan mulai puncak peringatan 17 Agustus setiap tahun hingga akhir bulan. Diselenggarakan oleh intansi pemerintah, institusi swasta, organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan termasuk organisasi keagamaan, ataupun oleh kepanitiaan Agustusan di tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten.

Kepanitiaan masyarakat di tingkat RT, RW, dan kelurahan ini terbagi dua. Yang pertama, kepanitiaan yang bisa dibentuk melalui musyawarah besar, yang melibatkan tokoh-tokoh utama dan keterwakilan yang representatif. Yang kedua, dalam kondisi tertentu kepanitiaan dibentuk oleh Pak RT, Pak RW, atau Pak Lurah yang kemudian melibatkan banyak orang di wilayah itu yang mau bekerja. Biasanya dimulai dengan membuat panitia kecil atau menunjuk langsung (juksung) Si A atau Si B sebagai ketuanya. Meskipun cara kedua ini lebih sering dikritisi. Pertama, karena penunjukannya sering dibarengi sikap otoriter. Kedua, karena dianggap tidak bisa diberlalukan lagi setelah kondisi masyarakat membutuhkan musyawarah yang lebih terbuka. Ketiga, sering dicurigai, panitia yang ditunjuk itu hanya bentuk kongkalikong pihak yang menunjuk dengan pihak yang ditunjuk. Keempat, karena tidak ada niat memberdayakan masyarakat secara terbuka dan dinamis. Dll.

Panitia Agustusan bebas memilh tanggal berapapun akan menyelenggarakan Panggung Agustusan mulai dari tanggal 17 hinggal 31 Agustus. Tetapi rata-rata lebih memilih malam minggu atau malam senin. Alasannya klasik, mayoritas pengisi acaranya adalah pelajar mulai dari TK sampai SMA dan mahasiswa. Tentu harus dipilih hari atau malam yang tidak mengganggu rutinitas belajar. Selain itu panitia dan masyarakat yang bekerja pun ingin terbebas dari rutinitas kerjanya untuk menjadi panitia atau untuk menonton pertunjukan.

Mengapa diselenggarakan malam minggu? Karena para remaja dan masyarakat pekerja bisa bersiap-siap sepulang sekolah dan sepulang kerja, lalu mengisi acara sampai tengah malam atau bahkan dinihari. Maklum malam Minggu adalah malam panjang karena besoknya hari minggu, hari libur.

Mengapa ada yang memilih malam Senin? Saya tentu tahu jawabannya karena sudah puluhan kali sejak remaja jadi panitia Agustusan di berbagai tempat domisili. Beberapa alasan itu diantaranya adalah, karena persiapan peserta yang mengisi acara jauh lebih panjang, yaitu mulai dari malam minggu hingga minggu sore. Apalagi kalau pakai konsep dua panggung, panggung siang sebagai panggung anak-anak dan remaja sedangkan panggung malam sebagai panggung dewasa. Selain itu malam Senin adalah malam alternatif ketika panitia gak kebagian nyewa panggung/tenda di malam Minggu. Maklum di akhir-akhir Aguatus penyewaan panggung dan tenda cukup tinggi. Dst.

Tetapi belakangan ini ada juga panitia Agustusan di kampung-kampung yang biasa menyelenggarakan Panggung Agustusan malam Sabtu, dengan alasan beberapa tahun terakhir telah dibiasakan hari Sabtu adalah hari libur. Paradigmanya sama ketika melihat malam minggu adalah malam panjang karena besoknya hari libur.

Tetapi tahukah anda, bahwa ada tiga jenis akhir pekan setelah 17 Agustus? Karena masih banyak yang tidak tahu, maka saya coba jelaskan dengan melihat kalender akhir Agustus 2018. Silahkan dipelototi dengan seksama dan senikmat-nikmatnya.

Begini. Ada kebiasaan panitia kampung tertentu yang menganggap akhir pekan yang paling dekat tanggal 17 Agustus adalah waktu yang paling tepat untuk membuat Panggung Agustusan. Sehingga di tahun 2018 ini, karena tanggal 17 Agustus jatuh pada hari Jumat, maka waktu yang dianggap paling tepat adalah malam Minggu tanggal 18 Agustus. Alasannya, tensi gaung Agustusannya sedang tinggi-tingginya. 

Selain kebiasaan pertama itu ada juga kebiasaan lain di kampung-kampung yang lain. Mereka ini lebih cenderumg memilih minggu terakhir di bulan Agustus. Yang penting momennya tidak sampai lewat dari bulan Agustus. Salahsatu alasannya yang paling kuat adalah, dengan rentang yang lebih panjang sejak 17 Agustus maka banyak lomba/pertandingan yang bisa diselenggarakan mulai dari lomba makan kerupuk sampai pertandingan bola volly dan sepakbola. Apalagi semacam sepakbola tarkam (antar kampung) waktu penyelenggaraannya tidak pernah pendek.

Tetapi ada juga yang mesti masabodoh dengan minggu di dalam bulan Agustus. Tidak sedikit panitia yang lebih memilih malam minggu terakhir dengan melihat posisi tanggal 31 Agustusnya. Misalnya di tahun 2018 ini. Kali ini tanggal 31 Agustus jatuh pada hari Jumat, maka malam Minggunya adalah tanggal 1 Septemver, sedangkan malam Seninnya adalah tanggal 2 September. Meskipun demikian, kalau mereka menyelenggarakan acara pada malam Minggu ataupun malam Senin, mereka tetap akan merasa masih di dalam suasana Agustusan, meskipun sebenarnya sudah masuk awal September.

Itulah rahasia panitia-panitia di berbagai kampung berbeda di Indonesia ini dalam memilih akhir pekan yang paling pas untuk penyelenggaraan Panggung Agustusan. Meskipun model pemilihannya demikian, tetapi di seluruh kampung se Indonesia, seperti sambung-menyambung saja semaraknya sejak tanggal 17 Agustus, bahkan sejak 1 Agustus.

Lalu, mengapa Panggung Agustusan identik dengan panggung senibudaya? Sesungguhnya ini ajang tasyakur bi nikmah. Ajang syukuran. Bersyukur atas kemerdekaan dan keIndonesiaan kita serta bersyukur atas acara-acara yang telah diselenggarakan oleh panitia. Maka di situ pun penuh doa-doa kepada Allah SWT. Tetapi karena ini adalah ajang penutup dari seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh panitia setelah sebelumnya melintasi banyak lomba/pertandingan, termasuk di dalamnya lomba/pertandingan dari berbagai cabang olahraga, maka kini tiba saatnya berhibur bersama pada satu panggung utama. Itu maksudnya. Dan kita pun tidak boleh buta, bahwa melalui tari-tarian, musik, puisi dll kitapun sedang berdoa. Selamanya berdoa.

Meskipun demikian, di panggung Agustusan ini masih bisa muncul juga aksi olahraga. Terutama yang beraroma senibudaya. Misalnya pencak silat, wushu, dan senam.

Seperti yang sudah berkali-kali saya ingatkan melalui siaran radio, tulisan di blog, dan melalui media sosial, semarak Panggung Agustusan ini juga bersifat mendunia. Yaitu ketika di seluruh kedutaan besar Indonesia di luar negri merayakannya. Oleh karena itu sangat penting adanya pemberitaan dari titik-titik itu. Dan penting juga para duta besar Indonesia berinisiatif mengabarkannya. Bahkan Presiden pun memang perlu melakukan semacam telewicara atau memantau kedutaan-kedutaan kita ini. 

Akhirnya saya sudahi tulisan ini dengan kalimat pekik, "Jangan ngaku-ngaku orang kampung Indonesia kalau gak tahu Panggung Agustusan di kampung masing-masing! Merdeka! Jayalah Indonesiaku!"

Kemayoran, 26 08 2018

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG