BIDADARI TELANJANG (?)

SEGELAS AIR DARI TUHAN 

jam panas pada denyut baja
menguasai lembutnya angin
menikmati segelas air dari Tuhan
batu panas di tanah kemarau 
memelihara senja yang teduh
malam melenguh dalam 
persetubuhan yang jantan
bulan yang dihianati percintaan palsu
wudu sendiri di timur bumi
seperti bidadari dalam kain putih 
yang menerawang 
birahinya diamini bintang

Kemayoran, 30102018
#puisipendekindonesia 
------

Kisah bidadari sudah menguasai keidupan manusia sejak masa yang sangat lampau. Di seluruh benua. Mengisahkan wanita-wanita yang sangat cantik, mempesona, tutur katanya mendatangkan rindu, gemulai tubuhnya menyemai cinta. Bahkan gairahnya selalu asmara. Sementara tangannya mewakili dewa (malaikat), bisa membantu apa saja.

Dalam kisah Jaka Tarub, hanya satu saja yang membuat bidadari tersesat. Yaitu tersesat ke dalam asmara suatu ketika, asmara di muka bumi yang sebentar, karena sebab gejolak cinta dari manusia. Yaitu ketika ada manusia yang mengakali para bidadari, sampai mendapatinya satu untuk menemani hidupnya.

Sampai di sini, jika anda asyik mengaji hikmah. Cukuplah sudah terjawab banyak pertanyaan. Mengapa bidadari digambarkan kesempurnaan dari syurga? Mengapa digambarkan bebas berbusana apa saja atau mandi telanjang di telaga? Mengapa manusia berhasrat pada kesempurnaan dari syurga, bahkan berfantasi akan banyak bidadari mengelilinginya? Mengapa lalu manusia membangun akal budi untuk mendapatkannya, minimal satu untuk dicintai dan diperistri?

Ada sangat banyak puisi, gambar, cerita rakyat, dan lagu tentang bidadari, atau yang mengambil perumpamaan bidadari. Semua karena rasa beradab pada manusia. Bidadari, meskipun kadang difantasikan mandi telanjang di telaga, di air terjun, atau bahkan di pancuran desa, tidak dimaksudkan untuk memuja kerusakan hidup.

Tetapi berkaitan dengan gambar (lukisan) bidadari telanjang, yang berhimpitan dengan persoalan fenomena gambar dan model busana di masyarakat ini, memang ada sebagian manusia yang tidak menyukainya karena beberapa pertimbangan. Diantaranya, karena selalu ada manusia-manusia yang belum cukup umur untuk menahami ketelanjangan tubuh wanita atau pria. Kedua, ada juga orang-orang dewasa yang tidak bisa memahami ketelanjangan itu secara dewasa. Malah berbalik menjadi paham kemesuman. Oleh karena itu di samping kelompok ini, ada yang kemudian membagi tiga ranah gambar (lukisan) pada lingkungan manusia. Yaitu lingkungan privat (pribadi) yang boleh diketahui orang-orang tertentu yang dikehendaki saja, lingkungan tertutup yang hanya boleh didatangi orang khusus dalam ketentuan yang lebih longgar, dan lingkungan umum, tempat terbuka yang terpaksa meminimalisir ketelanjangan. Tentu relatif. Di negara tertentu bahkan ada yang memasukkan wanita rok mini termasuk jenis ketelanjangan, padahal di negara lain tidak.  

Dalam kisah Islami, hamba Allah yang soleh pun dijanjikan pahala syurga dan bidadari-bidadari itu di kelak kemudian hari. Meskipun tidak detil dikabarkan, sesungguhnya ada kesamaan ilustrasi di situ. Bidadari syurga itu selalu serba menghibur dan menyenangkan. Bahkan pandai menari dan berbusana apa saja. Bahkan ilmu dari seseorang yang sampai akan menjelaskan, di syurga itu bidadari pun boleh berjilbab tetapi telanjang. Kenapa tidak? Bukankah seorang suami pun boleh atau senang hati mencumbu istrinya di malam keramat yang diridoi Allah dalam keadaan berjilbab dan telanjang?

Bahkan secara prikemanusiaan yang sangat azasi. Dirahmati Allah. Bidadari yang belum turun ke bumi itu ibarat masih berada di langit fikir dan fantasi manusia yang lurus. Serba sempurna dan tidak berdosa. Jumlahnya tidak cuma tujuh, bahkan lebih dari 700.000. Termasuk di dalamnya ada yang berjilbab tetapi telanjang. 

Lalu, persis seperti pada kisah Jaka Tarub, manusia berusaha memohon kepada Allah dan terus mengakalinya sampai berhasil. Kalaupun harus mencuri, manusia sejati tidak akan mencuri hak milik orang lain, tetapi mencuri cinta sang bidadari.

Dalam kisah Jaka Tarub dilambangkan dengan 'mencuri selendang'. Perumpamaan yang sempurna sebenarnya, tetapi kadang tidak dimengerti oleh sebagian otak dangkal manusia. Menjadi paham sesat. Bahwa seorang pria boleh mengondisikan (menyiksa) wanita dalam suatu kondisi tertentu, sehingga dia tak punya jalan lain kecuali pasrah. Termasuk misalnya dengan cara dicuri kesuciannya hingga hamil di luar nikah. Maka dalam banyak peristiwa, si wanita seperti itu selalu minta dinikahi untuk menutupi aib keluarga. Meskipun di jaman kini banyak peristiwa yang terbalik-balik, justru si wanita yang diam-diam minta dihamili, agar dikawini. Sungguh cara berfikir yang kejam. Sebab hanya berkubang pada harapan dan cinta palsu. Dan seluruh aib yang tertutup dari mata manusia, sesungguhnya tidak pernah tertutup dari pandangan mata Allah SWT.

Bagi seorang lelaki beragama yang lurus, yang dalam kesendiriannya ditemani oleh ribuan bidadari dalam dirinya. Maka ia bernafas dan berkedip bersama bidadari cantiknya. Ketika minum tangannya menjadi tangan bidadari yang mengantarkan air segar ke mukutnya. Ketika gelisah, logika dan keteguhan imannya seperti dibisikkan oleh bidadari-bidadari yang mengelilinginya. Bahkan ketika hendak bepergian, para bidadarinya yang menggosok giginya, menyabuni, dan memilihkan pakaian terbersih dan terbaik untuk Allah. Ya, meskipun hakekatnya ia masih lajang atau duda.

Begitulah, sehingga jangan heran ada yang menggambarkan wajah malaikat itu selain tampan juga cantik. Begitupun dalam seni tradisi 'ngarak burok' di Indonesia. Wajahnya selalu cantik. Karena sesungguhnya dalam paradigma kejantanan laki-laki, setiap laki-laki itu tampan karena dirinya, tetapi menjadi cantik karena bidadari dirinya.

Sehingga cukuplah bagi pria dan wanita yang belum bisa atau belum waktunya menikah, menemui ke dalam puasa dirinya yang sempurna. Menjadi indah dan mulia. Hidup menyatu dengan para bidadari dan bidadara yang setia melayaninya 24 jam penuh. 

Ya, akibat manusia soleh yang juga telah mengakali ribuan jutaan bidadari suci yang mengelilingi. Yang ada di langit hatinya. Maka kelak lahirlah istrinya yang dipilih karena rasa cinta dan keadilan. Satu, dua, tiga, atau empat. Berasal dari kalangannya sendiri. Kalangan manusia beradab. Karena Allah telah berlepas diri dari pilihan hambanya yang memaksa untuk memilih perempuan-perempuan 
nakal dan jahat. Begitupun sebaliknya.

Dalam rentetan peristiwa prikemanusiaan ini. Jika istri yang kita dapati cenderung sempurna salehahnya. Maka bersyukurlah suami yang hidup di jalan terang. Hingga tenang hidupnya. Tetapi jika istri yang kita dapati terhalang mega putih, sehingga meskipun nampak cantik dan indah sesungguhnya banyak kekurangannya, maka bersiaplah hati dan fikiran suami untuk setia berjihad di jalan Allah, menjadi pesantren bagi istrinya. Untuk senantiasa bersabar dalam cobaan. Sebab dari pengalaman para ulama, para kyai, di lingkungan pesantren pun bisa didapati beberapa santri yang nakal. Yang membuat sang kyai kewalahan. Meskipun kadang anehnya, kelak setelah lepas dari pesantren, si nakal ini justru suka mengaku-ngaku paling santri di tengah masyarakat. 

Di akhir tulisan ini saya ingin menutupnya dengan kalimat bersahaja yang jauh dari kemesuman dan nafsu rendah. Bidadari telanjang adalah kemanusiaan itu sendiri, yang lapang dan lurus di jalan Allah.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG