KERJA PUISI DALAM HUJAN

TAKUTILAH PEMBANGUNAN

jangan takut 
banjir puisi tentang banjir

jangan takut 
longsor puisi tentang longsor

takutilah pembangunan
yang tidak anti banjir
yang tidak anti longsor

takutilah pembangunan
yang makin banjir korupsi

takutilah anggaran negara 
yang longsor 
membunuh kesejahteraan

Kemayoran, 23102018
#puisipendekindonesia
-----

Jakarta menjelang tengah malam hujan agak besar dan lama. Sejak sore dimulai dengan suhu panas. Teman kantor bilang, dia sampai lama solawatan. Lalu pecah hujan. Maka pulas tidur saya pun mendatangkan mimpi jatuh cinta. Mungkin karena siangnya bikin puisi Aku Kesepian Bersama Allah. Tetapi pagi harinya, alamaaak, motorku di parkiran tanpa atap depan rumah belepotan pasir yang naik menciprat. Otomatis pagi-pagi sudah dikerjain nyuci motor. Padahal ini motor kerja yang punya kode spesial, huruf belakangnya PEN. Singkatan dari penyiar, penulis, penyair, dst. Selain berkah Allah, saya sebut juga itu hadiah dari polisi secara gaib. Haha.

Ya. Ini tanda-tanda. Jakarta harus mulai hati-hati lagi dengan akan datangnya musim hujan. Apalagi kalau bukan soal banjir di daerah-daerah tertentu dan genangan yang tidak mudah surut di berbagai tempat. Tapi semoga tahun ini bisa lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Jangan malah sebaliknya. Bisa kacau dunia.

Para pekerja, terutama yang memakai sepeda motor seperti saya mesti siap-siap jas hujan. Termasuk anak-anak sekolah juga.

Tapi ngomong-ngomong soal banjir, tentu bukan cuma sumber masalah besar di Jakarta. Di daerah-daerah lain pun banyak yang punya persoalan banjir terus-menerus. Dan itu sangat merepotkan. Apalagi untuk Jakarta yang mobilitas manusia dan kendaraannya padat berlipat-lipat.

Masalah lain yang juga menghantui daerah-daerah lain selain banjir adalah kemungkinan terjadinya tanah-tanah longsor.  Semoga seluruh pemerintah daerah, juga benar-benar lebih siap menghadapi hal itu, agar tidak terjadi seperti yang sudah-sudah. 

Bagi umat beragama, hujan adalah berkah. Karunia yang sangat bermanfaat dan sangat ditunggu-tunggu dari Allah. Bahkan umat Islam biasa menyambutnya dengan ucapan, alhamdulillah. Suatu bentuk sukacita tiada tara.

Dalam sejarahnya, novel dan puisi pun sudah banyak berkabar tentang romantisme hujan atau asmara hujan. Bahkan film-film musik dan video klip mengenal istilah, rain dance. Coba klik youtube atau situs video lainnya di internet.

Sampai di sini, kali ini kita berhenti di puisi. Mempertanyakan kerja puisi, mulai dari inspirasi hujan.

Puisi tentu tidak cuma bicara daun yang bersih, bening dan berkilau ketika basah. Dalam hujan puisi juga berteriak longsor dan banjir yang mengenaskan. Seperti dongeng-dongeng yang tidak cuma cerita rumah jamur dan rumah akar pohon untuk para kelinci, juga cerita perkampungan yang hanyut, dengan memberi pesan, kehilangan kenang-kenangan yang bermartabat akan membuat persemaian cinta saat berselimut di bawah dingin hujan yang damai. Begitupun novel-novel yang seakan menulis kalimat seragam, "Setiap mau datang musim hujan, penduduk di sini selalu, bla bla bla".

Puisi memang harus bekerja apa saja. Selain dalam hujan yang mendamaikan, yang menghibur segenap perasaan manusia, juga dalam hujan yang menyengsarakan, yang membuat manusia waspada. Yang simbolisasinya bisa merambah ke mana-mana. Semisal bicara kota-kota kenangan tambatan hati, sekaligus tentang kota-kota yang mencekam. Sebab puisi tidak boleh menipu.

Dalam proses bekerja itu kadang puisi menghunjam tajam kepada atau dari suatu peristiwa khusus. Misalnya ketika bertema gempa dan longsor di Lombok Nusa Tenggara Barat. Tetapi terinspirasi oleh peristiwa itu puisi bisa memotret pekerjaan yang lebih luas, misalnya tentang segala bencana, cinta antar manusia, dan pembangunan di segala bidang oleh negara. Di sini puisi terisnpirasi untuk mengingatkan kita pada seluruh bencana-bencana. Agar tercipta tatanan kehidupan yang seimbang dan menyejahterakan masyarakat. Hari ini dan kelak di kemudian hari. Dan sekaligus tidak mendukung praktek-praktek yang mengakibatkan masyarakat hidup sekarat.

Bukankah puisi telah bersaksi? Jika pemerintah tidak menyiapkan tatanan masyarakat dan lingkungannya yang selalu siap menghadapi keadaan, berarti pemerintah telah berbohong dengan proses pembangunan untuk kesejahteraan masyarakatnya? Menurut puisi, pemerintah harus membangun perkampungan manusia yang manusiawi, jalan-jalan yang layak dan aman, fasilitas-fasilitas yang mendukung, dst. Termasuk harus berfikir dan membuat kebijakan anti banjir dan anti longsor.

Untuk itu, kerja puisi juga mengritisi, mengapa banyak tokoh-tokoh ribut soal penggelontoran anggaran, untuk sesuatu yang sia-sia? Kadang memang untuk suatu sasaran yang lumayan strategis, tetapi ujung-ujungnya cuma untuk bancakan. Yang penting judulnya sudah benar. Mengapa uang rakyat cuma diutak-atik untuk hal-hal yang serba tidak perlu atau malah dikorupsi?

Dan catatan terakhir, ini menarik untuk penulis puisi pemula. Karena beberapa hari terakhir ini saya juga menerima WA yang isinya mau belajar bikin puisi kepada saya. Maka tengoklah lirik lagu sinetron Tukang Ojek Pengkolan (TOP) ini:

hey tukang ojek
tolong anterin saya
ke jalan Rawa Bebek
ke rumah pacar saya.

Pertanyaan umumnya, mengapa lagu itu selalu diulang-ulang padahal adegan dalam sinetron RCTI itu tidak selalu sedang menggambarkan tukang ojek sedang menuju ke Rawa Bebek? Bahkan juga untuk adegan ngobrol di rumah dan di pasar. Mengapa? Ini analogi yang baik dan ringan untuk pendekatan menulis puisi, atau untuk memulai bekerja melalui puisi, atau untuk membiarkan puisi bekerja optimal.

Persoalannya jelas. Benderang. Ini seumpama rahasia tafsir besar. 'Ke Rawa Bebek' itu berarti perjalanan harapan anak manusia ke suatu titik tujuan. Berangkat dari suatu keinginan. Niat baik yang penuh semangat bahkan mendesak. Ke rumah pacar adalah salahsatu permisalan proses kebaikan. Bercinta. Lalu persoalan apalgi yang kita bangun dalam hidup ini kalau bukan melulu soal niat baik, tujuan kesejahteraan mulia, dan memelihara kebaikan-kebaikan? Itulah beradab. Beragama. Islami. Yang di titik yang sama, tanpa dibasa-basikan, berarti romantisme kehidupan itu selalu menolak maksiat-jahat.

Begitupun dalam mencipta 'puisi yang bekerja'. Bicara banjir dan longsor, berarti juga bicara seluruh tema. 

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG