MENEMUI (JILBAB) SANTRI

AKU KESEPIAN BERSAMA ALLAH

cintaku tidak mabuk tatapanmu
tapi cakrawala menggenggam hatimu 
rinduku tidak terjerat pesonamu 
tapi angin mengeja huruf jilbabmu 
kasihku tidak tersesat di peta tubuhmu
tapi tumbuh mati di lima waktu doamu 
sebab hidup adalah kehadiran
wajah diri dan telapak perbuatan
aku kesepian bersama Allah 
termangu dan menunggu
sampai cintamu kemesraan 
yang membuka gairah akar dan daun

Kemayoran, 22102018
#puisipendekindonesia
-------

Hari Santri tentu identik dengan wanita berjilbab, setidaknya berkerudung seperti Ibu Sinta Nuriyah Wahid. Sebab seremoninya pasti meriah dengan keterlibatan seluruh muslimah, baik yang sudah sehari-hari berjilbab maupun yang berjilbab dalam acara tertentu saja.

Kalau ada perkumpulan di lapangan atau di alun-alun. Atau ada pawai sepanjang jalan utama. Pasti kesemarakan muslimah berjilbab ini sangat menonjol. Tentu sebagai satu kesatuan dengan para pria berpeci bahkan bersarung.

Sambil meneladani hikmah lautan jilbab yang tidak saya beda-bedakan itu, saya mengucapkan, selamat hari santri. Sebab saya cinta semuanya. Jangan dikira saya cenderung pada wanita saja, sebab sebagai laki-laki saya selalu memakai rasa lelaki soleh semua.

Lagipula apa susahnya sih kita berempatik dengan paradigma wanita berjilbab? Bukankah semua hamba Allah itu harus hadir wajah diri dan telapak perbuatannya? Tanpa hadir diri dan berbuat mulia, apalah artinya hidup di dunia?

Untuk itu renungkan juga syair tentang, 'laki-laki berjilbab'. Empatik yang dalam. Meskipun laki-laki muslim itu selalu gagah setiap memakai celana jeans dan memakai jas.

Bagi saya wanita berjilbab adalah lirik dan lagu. Adalah puisi. Adalah tarian yang mengangkat lantai panggung dan bekas telapak kakinya tujuh tingkatan ke atas. Dalam gemulai terbang tubuhnya. Adalah juga musik berdentam yang menghentak berirama. Mengangkat semangat rahasia akar hutan yang tersembunyi dan palung laut yang diam.

Tapi benar saya sempat mendebat dulu. Sesungguhnya kita sudah lama punya hari santri, bahkan untuk skala sedunia. Seperti yang ternyata dirasakan juga oleh presiden Jokowi. Yaitu setiap jatuh tempo 1 Muharom, awal tahun Hijriah. Sehingga saya fikir, waktu itu Indonesia akan menetapkan 1 Muharom sebagai hari santri nasional, sebab hari santri sedunia tidaklah pernah memakai surat keputusan. Melainkan hanya kesepahaman, kesadaran bersama, bahwa di setiap 1 Muhatom para santri bersukacita atas eksistensinya di jalan lurus atau menuju ke jalan lurus. Sebab santri sendiri bisa diartikan kaum terpelajar. Kaum pencari jalan kebenaran.

Tetapi ketika pemerintah menunaikan janjinya, memberi hari santri, kita bisa mengerti. Bahwa santri nasional dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan nasional itu memang ada. Tidak bisa dipungkiri. Maka saya tinggal bilang, amin.

Biar saja, meskipun bisa memunculkan dua jenis kegiatan besar. Yaitu semacam hari santri sedunia, 1 Muharom dan hari santri nasional, 22 Oktober tiap tahunnya. Dan saya akan terus memperingati keduanya.

Kalaupun ada pihak yang berusaha mematikan perayaan Muharom dari keikutsertaan para santri, nanti biar saya (kita) yang akan membangkitkannya. Pasti begitu teorinya. Tapi melihat dari semangatnya, kalau hari santri justru mau memberi pesan besar pada keduanya. Subhanallah. 

Pada keduanya itu jilbab-jilbab harus berkibar sentausa. Meskipun berasal dari dua kelompok. Kelompok berjilbab atau berkerudung harian, dan kelompok yang sewaktu-waktu saja berjilbabnya. Tetapi tetap rukun dan damai dalam kebersamaan abadi. Sebab mereka semua 'Islam Nusantara' atau 'Muslimah Nusantara'. 

Fenomena berjilbab sewaktu-waktu juga biasa terjadi di kalangan ibu-ibu majlis taklim dan komunitas qosidahan. Insha Allah mereka tetap istikomah di jalan lurus. Yang penting secara maknawi kita tidak pernah ada yang menghianati kalimat, wajib berjilbab. Itu saja.

Di sepanjang tahun 2018 yang ditandai dengan beberapa bencana besar di tanah air, kita masih bisa bersyukur karena telah banyak para santri, pelajar Islam dan masyarakat Islam pada umumnya yang turun tangan meringanksn beban para korban bencana alam. Baik secara langsung terjun ke lokasi bencana maupun melalui sumbangan dan doa-doa. Subhanallah. Semoga hal ini bisa terus kita renungkan dan pupuk mulianya. Sehingga semakin mengangkat derajat kesantian kita. Amin.

Bahkan di tengah bencana-bencana itu, dalam spirit bhineka tunggal ika, kita bangsa Indonesia sudah bahu-membahu bersama saling membantu. Saling meringankan. Siapapun korbannya dan siapapun pihak yang perduli. Itulah kesatuan kita yang indah sebagai sebuah bangsa yang besar.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG