PENGARUH MUSIK KOMUNITAS DI ANTARA ARUS DERAS MUSIK INDUSTRI

SEDALAM NYANYIAN PUISI 
(kepada Ebiet di rumahnya*)

pernah kusampaikan, 
pertaruhan apalagi dengan lirik lagu puitis
yang meninggalkan pertaruhan
menulis dan membaca puisi? 
tetapi ia tak mau tahu
sebab Tuhan juga tak perlu diberi tahu
bahwa konspirasi selesai
adalah manusia terjebak 
ke dalam ibadah mulia  
tersesatnya ke dalam doa-doa penyelamatan  
sedalam apa saja 
sedalam nyanyian puisi

Kemayoran, 21102018
#puisipendekindonesia 
*) Ebiet G. Ade, penyanyi legendaris Indonesia 
------

Minggu pagi ini anak perempuan saya yang baru pulang jalan-jalan, bersantai sambil menikmati berbagai musik instrumental dari youtube. Pas sampai di satu lagu dia memanggil saya. Saya pun memperhatikan seseorang yang main piano dengan sangat indah. Lalu dia meminta lagi nonton yang lain, kali ini permainan biola yang melompat-lompat dari lembut ke cepat lalu ke lembut lagi, sangat mempesona. Dan terakhir dia mempertontonkan lagu ciptaan Ismail Marzuki yang dibuka dengan versi keroncong dan dilanjutkan ke versi rock. Dasyat.

Lalu anak saya bertanya, "Kenapa ya musik keroncong sekarang tidak terlalu populer, dulu katanya termasuk musik yang sangat disukai di Indonesia?"

Saya tertarik pada pertanyaan yang seperti ringan tapi menantang itu. Lalu saya jawab, "Hari ini keroncong masih eksis. Cukup eksis dan kuat. Tapi memprihatinkan. Semestinya bisa lebih baik dari sekarang ini. Meskipun begitu masih sangat bisa disyukuri. Keroncong masih hidup dari lomba ke lomba, panggung ke panggung, dari sanggar ke sanggar, dari event ke event, dari komunitas ke komunitas. Tidak, atau belum mati. Masih sangat eksotis bagi para penikmatnya".

Lalu saya teringat masa-masa di Bandung, suka menemani H. Mega mengasuh acara keroncong, siaran langsung dari aula radio. Sekitar tahun 1996. Penontonnya tidak sedikit, untuk ukuran aula radio, jumlah di atas 100 orang itu sudah cukup banyak. Dan ketika itu saya termasuk paling muda di antaraorang-orang yang hadir, meskipun saya sudah asisten programmer.

Itu pengalaman berharga. Sebagai orang muda yang punya jiwa dan selera muda, saya memang sangat senang meresapi aura kedalaman musik dari generasi masa lalu yang indah, unik dan inspiratif.

Saya katakan ke anak saya, "Jangan salah, artis-artis keroncong pun dari generasi yang muda-muda hari ini masih ada, meskipun hidup dari panggung ke panggung dari komunitas ke komunitas. Tidak melalui arus besar industri musik sehingga tidak terlalu populer".

Lalu saya berteori. Keberangkatan kreatifitas musik memang bisa dimulai dati kantong-kantong komunitas. Eksis di situ. Lalu ada yang menonjol dan menyodok arus besar industri musik. Tetapi bisa juga terjadi sebaliknya. Awalnya bertengger sebagai musik populer selama kurun waktu tertentu, lama-lama memgerucut menjadi musik komunitas-komunitas. Itu hal biasa. Tidak selalu berarti lepunahan. Kecuali yang pergerakannya memang ke arah punah.

Persoalannya justru kita selama ini terlalu bodoh dari sadar, bahwa seberapapun jumlah penikmat musik dari komunitas-komunitas, event ke event, dari hajatan ke hajatan itu, ternyata banyak juga jumlahnya se Indonesia. Kalau komunitasnya mau dibentuk di seluruh kabupaten, kita bisa membentuk jaringan melebihi partai politik. Sebut saja misalnya, dibuat Komunitas Pencinta Musik Keroncong Indonesia. Atau diplesetkan bernama lain, Partai Pencinta Musik Keroncong Tanah Air.

Kalau sebegitu luas bayangan kita akan komunitas musik bisa tumbuh di seluruh atau di banyak kabupaten, maka masih kuatkah pengaruh positifnya? Baik dari sisi pengaruh proses kreatif bermusiknya maupun pengaruh tema-tema lagu dan visi-misi panggungnya? Saya yakin masih sangat signifikan. Apalagi kalau pemerintah melakukan banyak penyadaran kepada masyarakat akan potensi musik kita yang sudah eksis sejak masa lalu. Tidak melulu sibuk urusan era milenial. Karena kita juga butuh kearifan budi luhur, budi yang tertanam sejak era leluhur.

Apalagi musik itu melembutkan rasa. Maka berproses kreatif di situ dan menikmatinya adalah bagian dari upaya membuka ruang ketentraman hidup manusia. Hanya pemerintahan yang dungu yang gak ngerti ini.

Saya pun bangga selama menjadi koordinator Koes Fans Club. Tugasnya bikin siaran on air Koesplusan di radio-radio, atau bikin panggung Koesplusan bagi band-band dan pribadi-pribadi pencinta lagu-lagu Koesplus. Kesimpulannya, saya merasa selalu punya ratusan-ribuan teman bahkan saudara di tiap kabupaten.

Ya. Koesplus adalah salahsatu band legendaris di Indonesia yang mampu menginspirasi lahirnya komunitas-komunitas Koesplusan yang di setiap manggungnya masih punya banyak penggemar. Umur panjang. Sebab pengaruh Koesplus tidak seperti pada band-band yang gledug ces, muncul lalu habis tenggelam.

Dan patut diingat. Tidak cuma jenis musik dan band populer saja yang bisa berdampak pada lahirnya komunitas-komunitas musik. Bahkan pada sosok penyanyi-penyanyi legendaris. Ebiet G. Ade, misalnya. Dia telah mampu mengisnpirasi para pencinta musik tanah air untuk setia melantunkan lagu-lagunya. Bahkan sampai kelak dia berpulang pun bisa tetap begitu. Sebut saja satu contoh, seorang anak SMA yang suka menyanyikan lagu-lagu Ebiet di tengah acara Wisata Sastra di tepi danau, atau di acara pramuka, dia pasti akan punya penggemar di komunitasnya itu. Seperti layaknya penyanyi aslinya punya penggemar. Begitu pun dengan para pelantun lagu Ebiet di berbagai komunitas lainnya.

Ketertarikan saya pada Ebiet telah menempatkan lagu-lagu penyanyi ini pada list lagu-lagu utama siaran Apresiasi Sastra di radio selama lebih dari 20 tahun. Saya menyebutnya lagu-lagu tematis. Sesuai dengan konsep acara dan tema-tema bahasannya. Selain Ebiet saya masukkan juga lagu-lagu dari Uli Sigar Rusadi, Franky Sahilatua, Leo Kristi, Iwan Fals, Hari Roesly, Ahmad Albar, Dik Doang, dan masih banyak lagi.

Dan satu lagi. Band atau kelompok musik dan penyanyi solo yang populer dan khas itu tidak semuanya memanfaatkan atau tidak semuanya mampu memanfaatkan jalur padat industri musik tanah air. Apalagi kalau jenis musiknya memang tidak terlalu pasaran. Sangat eklusif. Maka mereka ini tetap bisa eksis di kantong-kantongnya. Tetap bisa manggung sana-sini. Dan bahkan mampu melahirkan komunitas-komunitas juga selayaknya band-band dan prnyanyi terkenal.

Maka sungguh sangat picik kalau kita membuat jarak terlalu jauh antara musik yang eksis di paggung-panggung komunitas dan musik industri.

Gak ada salahnya kita menengok musik gereja. Dia terlepas dari hiruk-pikuk industri musik dan gosip-gosip penyanyi juga. Tetapi toh tetap kuat dan eksis di tempatnya. Gak pernah mati sama sekali. Selalu hidup dan punya pengaruh pada lingkungannya. 

Musik komunitas juga ada dalam keidupan seni tradisi. Terutama musik tradisi yang belakangan ini sudah tidak terlalu komersil pada panggung-panggung rakyat, atau panggung-panggung hajatan. Tetapi tetap eksis manggung di berbagai komunitas, di berbagai event khusus. Menurut saya, peran penerbitan buku yang mendokumentasikan peristiwa ini akan sangat berguna bagi anak-cucu kita.

Oleh karena itu, sebagai bagian dari politik kebudayaan tanah air, musik-musik komunitas apapun, di manapun, termasuk komunitas keroncong di dalamnya, harus disentuh oleh pemerintah agar turut serta memberi andil pengaruh membangun Indonesia dari segala bidang.

Tentu tetap dengan mewaspadai lahirnya komunitas musik yang mengusung tema-tema yang tidak berprikemanusiaan, tidakenunjukkan ke Indonesiaan.kita, serta mendatangkan aksi-aksi liar.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogapot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG