TIDAK ADA YANG BENCI KALIMAT TAUHID

MULIA KITA 

blusukan ke penjuru kampung sendiri
ke seluruh pelosok negri 
menanggalkan perangkap imaji
kita menembus gerbang waktu
seperti dalam animasi, 
memang. Menemui segenap generasi

sebab kata-kata masih terus sakti
selama kalimat tauhid menaungi
kemanusiaan yang beradab masih merajai 
selama tak ada kemuliaan
dan keadilan diingkari

aku di sini atau kamu, menang mulia itu kita

Kemayoran, 27102018
#puisipendekindonesia. 
------

Tulisan ini saya buat siang hari di tempat kerja setelah melewati waktu sholat Jum'at, 26102018. Termasuk bagian dari perenungan Jum'at saya.

Ya, sebagai muslim Indonesia dan sebagai bagian dari muslim sedunia kita tidak boleh membenci kalimat tauhid. Itu mutlak. Karena itu keyakinan utama dalam Islam. Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusannya. Kecuali kalau mau keluar dari Islam, atau mau disebut murtad atau menolak ajaran Islam.

Beberapa hari terakhir ini kita seperti dihebohkan oleh pemberitaan yang viral, setelah terlebih dulu viral di media sosial. Yaitu tentang pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid itu, yang diduga benderanya HTI.

Pertanyaannya, ---ini sesuatu yang jeli dan disaksikan Allah, tidak main-main. Apakah yang membakarnya benci kalimat tauhid? Benarkah demikian? Kalau ternyata yang membakarnya justru pencinta kalimat tauhid, berarti ada masalah lain. Yaitu adanya dugaan atas eksistensi suatu bendera yang diduga milik kelompok tertentu itu.

Tentu kita harus hati-hati dengan istilah penistaan oleh Banser NU. Tidak boleh terlalu mudah menganggap ini itu serba penistaan.

Kalaupun di ranah kasus itu ada salah paham, berarti salah pahamnya yang harus diluruskan. Bukan malah ada pihak-pihak yang membuat kegaduhan yang tidak perlu. Apalagi pihak yang membakar dan pihak yang tidak setuju pembakaran itu sama-sama cinta kalimat tauhid. Bagaimana mungkin satu hati satu cinta berseteru. Kecuali ada yang sengaja nyari-nyari masalah? Atau jangan-jangan isunya malah mau berbelok dari sekadar salah paham yang bisa diluruskan? 

Soal HTI, negara sudah mengambil keputusan untuk rakyatnya atas berbagai alasan yang menurut pemerintah kuat. HTI dinyatakan organisasi terlarang karena tidak berjuang untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi untuk suatu bentuk negara yang mereka inginkan sepihak.

Dalam hal ini kalau HTI tidak setuju dengan keputusan itu, maka kalau merasa sebagai sebuah organisasi di Indonesia harus menempuh cara-cara konstitusional. Sebab kalau menggunakan dalil selama ini tidak pernah atau tidak bisa mendukung NKRI, mereka bisa maju pakai konstitusi apa? Yang mana? Sebab pihak yang mau memakai konstitusi Indonesia harus jelas-jelas sejak awal berjuang untuk NKRI. Memahami Pancasila dll.

Entahlah kalau HTI bermaksud mohon maaf. Yang artinya membenarkan keputusan pemerintah. Atau bermaksud menyatakan bahwa selama ini mereka adalah nasionalis yang konsisten berjuang untuk sebuah negara yang dirahmati Allah SWT, NKRI yang berancasila, dll? Tetapi nyatanya negara selama ini merasa yakin punya data akurat, bahwa HTI tidak berjuang untuk NKRI.

Ada juga pertanyaan yang menggelitik kita semua. Ketika pihak yang protes atas peristiwa pembakaran bendera yang mengandung kalimat tauhid itu, menginginkan sebaiknya bendera semodel itu kalau menimbulkan masalah atau salah paham sebaiknya dilipat baik-baik dan diserahkan kepada pihak yang berwenang, apakah itu artinya mereka 100% anti HTI juga? Yang artinya mendukung keputusan negara? Sebab duduk persoalannya hanya sebatas adab-adab atas kalimat tauhid. Ini menarik untuk dicermati.

Ataukah ----setidaknya sebagian dari---- yang anti pembakaran itu justru HTI yang unjuk eksistensi? Merasa menemukan momen yang tepat karena benderanya dibakar? Hal ini harus diteliti dulu dengan seksama. Karena negara masih berpegang teguh pada keputusannya untuk HTI. Dan masyarakat sudah kadung mengamini keputusan negara itu. Banyak termuat di media sosial pernyataannya. Kecuali yang tetap ngotot sebagai HTI.

Perlu digarisbawahi juga bahwa dari pemberitaan-pemberitaan yang kita lihat di TV, aparat keamanan sejak awal sudah menyepakati bahwa bendera yang boleh dibawa di hari santri di Garut itu adalah bendera merah putih. Bendera Indonesia. Selain itu pihak kepolisian di sana juga menjelaskan bahwa tindakan pembakaran itu bersifat spontan dalam mengatasi keadaan. Tidak bersifat penistaan terhadap kalimat tauhid.

Tapi kita bersyukur karena Banser NU secara struktural telah meminta maaf jika akibat peristiwa pembakaran yang spontan, didasari oleh rasa cinta NKRI, dan mengatasi keadaan itu telah menimbulkan kegaduhan. Ini tentu sikap positif yang perlu disikapi positif juga. 

Bagi pemerintah, langsung atau tidak langsung momen ini bisa dipergunakan untuk menegaskan berbagai pesan strategis. Misalnya:

1. Menegaskan kembali bahwa HTI sudah tidak ada di Indonesia. Sudah dinyatakan terlarang.

2. Menegaskan tidak ada bendera atau atribut HTI yang boleh beredar di Indonesia.

3. Bendera yang bertuliskan tauhid yang banyak digunakan oleh HTI, setelah HTI dibubarkan memang tidak selalu berarti bendera HTI. Sangat tergantung kepada niat yang mengibarkannya.

4. Jika ditemui bendera/ atribut apapun yang diduga melanggar aturan/ undang-undang maka harus diatasi sesuai dengan prosedur yang berlaku.

5. Berkaitan dengan peringatan hari santri, menegaskan bahwa itu adalah hari santri Indonesia.

6. Dll.

Akhirnya, kita semua harus introspeksi diri. Kalau sebagai bangsa Indonesia yang muslim, kita bermaksud memperjuangkan kalimat tauhid,  tentulah yang lahir dalam proses perjuangan itu adalah spirit tauhid yang membangun peradaban. Termasuk pada saat ada masalah atau salah paham.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

___

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG