10 MANUSIA PUISI

KHAWATIR KOTA BANJIR

pagi ini hujan lagi, Sayang
seperti puisi dalam kopi hangat laki-laki
kau semakin terbaca, wanita pilihan
menjadi bunga mekar, daun basah
bumi yang keramas dan
lagu di telinga yang tiba-tiba berdesah 
para pekerja yang diamuk kota yang sibuk 
menghindari basah 
kita menghindari luka
khawatirku telah menelpon khawatirmu
--- seperti khawatir kota banjir, 
berkali-kali, bertubi-tubi

Kemayoran, 30112018
#PuisiPendekIndonesia 
------

Tulisan singkat ini sesungguhnya sudah saya persiapkan sejak 20 November 2018. Tetapi kemudian lebih tersemangati untuk segera mengangkatnya setelah membaca tulisan seseorang di inbox facebook penyair Soni Farid Maulana. Bagi saya siapakah seseorang itu sangat tidak penting. Tetapi meyakinkan harga dan posisi strategis puisi dalam pembangunan bangsa ini dan pembangunan manusia pada umumnya sangatlah utama.

Begini tulisan inbox yang dikabarkan Soni Farid Maulana di akun media sosial facebooknya: ""memang penting baca puisi? Mohon maaf, saya tak minat," itu inbox yang saya baca".

Setelah mendapat komentar dari beberapa orang saya pun mengomentari tulisan status itu, begini: "Nanti malah kubikin saja ulasannya, dalam 8-9 manusia puisi di cannadrama.blogspot.com"

Dan Soni pun membalas singkat, "Mantap!"

Memang pada awalnya saya menyiapkan 8 manusia puisi, lalu 9, dan terskhir saya putuskan untuk membahas selintas-selintas 10 pihak utama.

Maka mulailah saya menuntaskan tulisan singkat tentang 10 manusia istimewa, yang menunjukkan betapa jaring sosial perpuisian kita sesungguhnya sangat jelas, terpola dan kuat. Sehingga ketika ada banyak hal mengecewakan pasti hal itu diakibatkan oleh ketidak-semestian yang terjadi. Bahkan mungkin pada garis kebijakan yang sangat formal ada salah urus yang cukup serius di situ.

Melalui tulisan ini kita akan melihat 10 pihak utama, manusia-manusia yang berada di dunia puisi kita. Ini penting agar kita bisa mengetahui lingkaran puisi itu hidup setiap waktu setiap harinya.

1. PENYAIR 
Penyair adalah penulis puisi yang memiliki bakat alam yang kuat. Sehingga ia merasa, wajib bekerja untuk kehidupan ini melalui puisi. Bahkan melahirkan perasaan sangat berdosa kalau dia tidak menggunakan potensinya ketika Allah sudah kasih ruang publiknya.

Penyair memang secara formal tidak dusebut ahli bahasa dan sastra. Tetapi secara informal, posisinya di dalam bahasa sekaligus di luar bahasa telah menunjukkan bahwa salahsatu persyaratan penyair adalah ahli bahasa dan sastra. Mau tidak mau mesti begitu. Meskipun kepenyairannya lahir dari kepekaan berbahasa puisi, bukan melalui jenjang pendidikan formal.

Sekadar contoh, saya jadi teringat persoalan penggunakan kata 'merubah' oleh penyair yang dikritik oleh seorang ahli, mestinya kata yang tepat adalah 'mengubah'. Maka saya sangat bisa memaklumi jika seorang penyair yang cermat telah menggunakan kata 'merubah'. Sebab apa? Justru dengan rasa selalu menggunakan hukum si ahli bahasa, si penyair ini merasa telah bersikap benar. Mungkin dia menganggap kata 'merubah' itu perpaduan antara awalan me, sisipan r (er), dan kata ubah. Sehingga merubah tidak harus diartikan 'menjadi rubah' seperti pada kata 'merusa' atau 'membabi'. Persoalan bentukan seperti itu tidak ada atau tidak dibenarkan oleh si ahli, itu lain soal. Sebab si penyair bisa tidak tahu itu. Selain itu, dalam padu-padan kata dalam rangkaian kata-kata puisi yang telah dipilihnya, kata 'merubah' itu bisa jadi pada saat proses kreatif itu sudah dianggap sangat pas. Dan biasanya penyair seperti ini tidak pernah menyalahkan amatan si ahli. Dia akan terus sibuk bekerja melalui puisi-puisinya.

Sementara dalam contoh lain kita bisa menjumpai seseorang penyair menulis "di dalam" dengan cara menyatukan kata 'dalam' dan kata depannya 'di' menjadi 'didalam'. Tentu dia tidak merasa bersalah, karena dia sudah lebih dulu membawa maksud. Dan menariknya, dia tidak protes ketika ada seorang editor mengubah 'didalam'-nya itu menjadi, "di dalam". Bahkan dia berkata sambil tersenyum, "Itu maksud saya".

Dalam pemahaman literasi, ketika masyarakat akan hidup dari membaca, mendengar dan melihat, maka penyair merasa wajib melemparkan puisinya ke tengah masyarakat manusia untuk dibaca, didengar dan dilihat, sehingga menginspirasi sikap hidup yang penuh kesaksian dan kesadaran. Khusus mengenai mendengar puisi tentu tidak selalu dalam pengertian masyarakat mendengarkan secara langsung sebuah kegiatan membaca puisi. Tetapi bisa bersifat tidak langsung. Misalnya dengan mendengatkan seseorang mengulas atau menukil pencerahan penting dari suatu puisi. Bahkan bisa lebih jauh dan melebar dari itu. Yaitu ketika seseorang bisa mrndengarkan sikap-sikap seseorang yang sangat inspiratif, tanpa tahu bahwa seseorang itu sesungguhnya telah banyak tergugah oleh hikmah dari mengetahui pesan puisi.

Itulah penyair sejati yang diutus Tuhan. Penyair yang kuat. Penyair yang tidak pernah bersebrangan dengan ilmu pengetahuan. Penyair yang tidak lahir karena gemar mengaku-ngaku penyair atau karena ada pihak yang mau mengakui bahwa dirinya termasuk penyair, tanpa argumentasi yang meyakinkan.

2. PENERBIT 
Manusia istimewa selain penyair adalah yang telah bekerja menjadi penerbit, yaitu pihak yang telah menyosialisasikan puisi kepada masyarakat luas, baik melalui buku, surat kabar ataupun majalah. Belakangan ini semakin marak dengan adanya website sastra yang menonjol.

Para penerbit ini telah menginspirasi kegiatan semarak setiap hari dan setiap tahun. Penggunaan buku sastra di lembaga pendidikan, munculnya perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum, penjualan buku di toko-toko buku atau di stand buku, penjualan koran dan majalah, pameran-pameran buku, bedah buku, dst.

3. PENJUAL BUKU 
Pihak istimewa berikutnya adalah para penjual buku. Tidak cuma yang berjualan di toko buku, super market dan stand pameran, bahkan juga yang berjualan buku bekas di kios-kios khusus. Belakangan ini selain melalui cara konvensional, penjualan buku baru dan buku lama juga marak secara on line.

Komunitas penjual buku ini ada di seluruh ibu kota kabupaten, bahkan di ibukota kecamatan se Indonesia. Itu sebabnya masyarakat sangat dimudahkan untuk membeli buku-buku sesuai keinginannya. Jaringan para penjual ini juga memudahkan kepada para penerbit besar, bahkan para penerbit kecil untuk menitipkan buku-bukunya.

Bagi masyarakat, berjalan-jalan dan menengok toko buku sudah merupakan sikap intelektual. Menunjukkan wibawa seseorang dan kelas sosialnya. Dan ini bagian dari peradaban, melek aksara, melek sastra, melek rahasia kehidupan.

Para penjual buku, terutama di masa lalu, seringkali kita jumpai sebagai pembaca buku yang rajin dan baik. Buktinya dia tau persis cerpen-cerpen dan puisi-puisi sehingga bisa melayani para pembeli dengan baik. Berbeda dengan tidak sedikit penjual buku di masa kini yang cuma melihat label harga pada buku yang dipilih seseorang lalu menunaikan transaksi jual-beli. Jualan buku tak ubahnya jualan perabotan rumah tangga.

4. PUSTAKAWAN 
Yang saya maksud dengan pustakawan adalah orang-orang yang tulus ihlas, dengan kesadarannya, secara profesional mengelola perpustakaan. Memelihara buku-buku dan membantu para pencari buku, seperti para penunjuk jalan. Sehingga perpustakaan menjadi semacam rimba atau istana penuh rahasia, yang terbaca peta dan tanda-tandanya.

Bagi dunia puisi pustakawan inilah yang telah membuat rak bertuliskan, buku-buku sastra atau buku-buku puisi. Yang telah menggelar kegiatan membaca karya sastra di mana-mana. Terkhusus, sering mengadakan lomba baca-tulis puisi di halaman perpustakaan.

5. PEMBACA PUISI 
Pembaca puisi adalah seorang artis. Seorang seniman. Dia sangat terlatih dalam hal baca puisi dan rata-rata sudah biasa tampil sejak waktu yang lama, bahkan ada yang memulainya dari usia anak-anak.

Pembaca puisi adalah juga mereka yang sering ikut lomba baca puisi. Sehingga tidak heran kita menjumpai para pembaca puisi ini ternyata punya beberapa piala dari Lomba Baca Puisi di rumahnya.

Pembaca puisi selain sering tampil di event-event sastra, juga bisa muncul sebagai pengisi acara di suatu event sosial. Empat event puisi yang paling populer adalah, panggung puisi atau malam puisi, Wisata Sastra, lounching buku antologi puisi dari seseorang penyair, dan pentas baca puisi seorang penyair terkenal yang dibuka dengan pembacaan puisi oleh beberapa pembaca puisi profesional.

Ini menjelaskan bahwa tidak semua pembaca puisi adalah seorang penyair. Yang artinya, lomba baca puisi tidak identik dengan proses melahirkan penyair. Sehingga kalau ada penyair lahir dari panggung lomba baca puisi, itu adalah pengalaman khusus baginya. Pun sebaliknya, tidak ada kewajiban bahwa seorang prnyair harus jago baca puisi, sebab pekerjaan utamanya adalah menulis atau mencipta puisi. Meskipun rata-rata setiap penyair biasa tampil baca puisi.

Sekadar membantu untuk merasa-rasa auranya, di seluruh kota atau kabupaten, coba kita bayangkan, ada berapa banyak penyair dan pembaca puisi yang menonjol di tempat kita?

6. PANITIA BACA PUISI 
Panitia lomba baca puisi bisa muncul dari institusi negri atau swasta manapun. Ini merupakan bagian dari lingkaran terbuka tempat keluarnya anggaran kesenian. Bahkan lembaga KPK dan Kepolisian pun bisa mendukung kepanitiaan tertentu untuk menggelar lomba baca puisi.

Selain itu komunitas seni juga sering menjadi panitia lomba baca puisi, baik dengan dukungan dana dari intansi pemerintah, sponsor swasta, maupun atas modal sendiri yang biasanya cuma megoptimalkan biaya penfaftaran.

Para aktivis dari panitia-panitia yang biasa menyelenggarakan lomba baca puisi di tengah masyarakat biasanya cukup menonjol di setiap kota atau kabupaten. Ini sangat memudahkan segala proses koordinasi baik di tingkat propinsi maupun nasional.

Bahkan kita juga punya jaringan nama-nama, yaitu para guru yang biasa menyelenggarakan lomba baca puisi di tingkat sekolah masing-masing, atau dalam lomba antar sekolah di tingkat kota/ kabupaten.

7. GURU PUISI 
Sesungguhnya di institusi pendidikan kita tidak mengenal istilah guru puisi, sebab yang ada guru bahasa dan sastra Indonesia. Tetapi sebagai guru bahasa dan sastra dia otomatis juga guru puisi. Kita juga harus menyebut pelatih baca puisi di sangar-ssnggar sebagai guru puisi sebagaimana para guru sekolah itu. Inilah yang saya maksud. 

Tinggal kita hitung saja ada berapa banyak guru bahasa dan sastra se Indonesia, dan berapa banyak pembina komunitas sastra yang melatih baca-tulis puisi? Tentu sangat banyak sekali. Dalam satu sekolah saja bisa ada beberapa orang guru bahasa dan sastra. Mereka inilah yang bertugas menyampaikam pendidikan, bahwa melalui sastra, khususnya puisi, manusia bisa memahami hidup, kesejahteraan dan keselamatannya. Sekaligus menemukan bakat-bakat, baik yang berbakat menjadi penyair, maupun menjadi pembaca puisi yang handal. 

8. WARTAWAN PUISI 
Posisi profesional berikutnya yang tidak dapat dipungkiri adalah eksistensi wartawan senibudaya. Termasuk yang bertugas menyeleksi karya sastra di ruang redaksi.

Sejak dari masa lampau mereka inilah pihak yang secara intensif telah menyosialisasikan puisi kepada khalayak banyak. Memberitakan kemana-mana. Mereka adalah wartawan surat kabar, majalah, televisi, #radio, media internet, dll. 

Berapa banyak wartawan senibudaya ini di Indonesia? Bukankah ada di seluruh kabupaten/ kota?

9. KOMUNITAS PUISI
Dalam pembahasan sebelum ini kita sudah bicara komunitas yang biasa menyelenggarakan lomba baca puisi. Tetapi ukuran sebuah komunitas puisi tidak harus karena suka menyelenggarakan lomba. Justru jauh sebelum itu kita sudah mengenal adanya komunitas-komunitas sastra yang menggelar berbagai macam acara sastra mulai dari wisata sastra, bedah buku, diskusi sastra, malam puisi, lomba baca tulis puisi dan seterusnya.

Komunitas sastra atau komunitas puisi ini bersifat permanen dan bisa menggelar acara rutin Wisata Sastra, sedangkan kepanitiaan lomba baca-tulis puisi biadanya hanya bertugas menggelar satu event lomba baca puisi yang dimulai dengan rapat pembentukan panitia. Setelah acara digelar kepanitiaan pun dibubarkan.

Komunitas sastra inipun marak di seluruh kota dan kabupaten se Indonesia. Termasuk yang saya sebut, Komunitas Baca Puisi. Yaitu sebuah komunitas yang melatih para remaja baca puisi untuk tampil di mana-mana, di berbagai acara, termasuk untuk mengikuti lomba-lomba.

10. MASYARAKAT PUISI
Terakhir yang akan kita kenali melalui tulisan ini adalah Masyarakat Puisi. Siapakah mereka? Mereka adalah seluruh bangsa Indonesia tanpa kecuali yang telah mendapat 'pendidikan puisi' melalui mata pelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia di sekolah-sekolah, minimal selama 9 tahun. Serta terus mendapat pengaruh puisi ketika hidup di tengah kehidupan masyarakat. Yaitu mereka yang dimotivasi untuk hidup beradab oleh pesan puisi, atau pesan musikalisasi puisi, atau nasehat-nasehat yang menukil kalimat-kalimat puisi, atau yang sesekali atau sering kali membaca buku antologi puisi.

Selanjutnya mari kita rangkum dalam kesimpulan yang sederhana, yang mudah dipakai untuk memahami peta perpuisian dan guna perpuisian di negri kita.

Apakah 10 pihak utama dalam perpuisian kita yang telah saya uraikan itu menunjukkan jaringan yang serius, luas, menyeluruh, dan merakyat? Tentu saja demikian. Coba kita lihat lagi 10 pihak itu. 1. penyair. 2. Penerbit buku. 3. Penjual buku. 4. Pustakawan. 5. Pembaca puisi. 6. Panitia baca-tulis puisi. 7. Guru bahasa dan sastra Indonesia. 8. Wartawan senibudaya. 9. Komunitas sastra. 10. Masyarakat umum.

Mengapa jaringan litetasinya menjadi sangat besar dan serius demikian? Tentu karena perpuisian adalah bagian integral dari peradaban msnusia. Sehingga tidak ada satu pihakpun yang bisa melecehkan dengan kalimat sinisnya, membaca puisi tidak ada gunanya. Terkecuali terjadi pada dirinya sendiri karena puisi tidak bermanfaat bagi dirinya, atau dia merasa tidak pernah bisa menahami puisi, atau dia sendiri tidak bisa melihat posisi strategis puisi bagi kehidupan manusia. Sebab yang suka dia lihat cuma lomba baca puisi, itupun jarang dia dapati informasinya.

Meskipun demikian, sebagai otokritik kita harus serius memikirkan. Jika sedemikian hebat jaringan dan jumlah manusianya, mengapa kita sering menemui pola berfikir yang tidak menunjukkan memahami keindahan puisi? Ini persoalan. Apakah guru bahasa dan sastra Indonesia bisa memuluskan spirit kemanusiaan yang berketuhanan dan beradab dalam puisi, sehingga menembus hati seluruh siswanya sebelum terjun ke masyarakat? Apakah seluruh aktivis sastra, aktivis puisi, telah menunjukkan intelektualitas dan pengaruh yang dipercaya masyarakat? Sekali lagi ini adalah persoalan serius.

Kemayoran, 02122018
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG