DUA INI MEMBAHAGIAKAN

TARIAN ANAK-ANAK MENGAJI

oooooi! oooooi!
anak-anak saling memanggil
di halaman-halaman 
masih seperti 50 tahun lalu
berdua, bertiga, bergerombol
kepala-kepala berpeci dan berkerudung
menyunggi riang sejengkal di atas kepala
senyumnya seperti lepas
terbang lebih cepat menuju mesjid
satu dua ada yang bersepeda
seperti di jalur bebas hambatan
sentausa
maklum jalan mesjid dijaga malaikat
tetapi belnya selalu berdering
kring! kring kring! kring kring!
atau diganti suara kucing di mulut yang meliuk
ngeong! ngeong! ngeong!
sampai di beranda seperti taman permainan
ada yang main tepuk-tepuk tangan
ada yang serodotan di lantai
ada yang pukul-pukulan gulungan sarung
ada yang kuda-kudaan
ada yang main basah-basahan rambut
ada yang main kelereng
ada yang memecahkan plastik es
ada yang mengeluarkan mobil dan robot
berisik di situ baru berhenti
ketika guru ngaji nongol di pintu
dan teriak, "Brisik!"
lima menit kemudian gaduh lagi
masih terdengar seperti
oooooi! oooooi!
kring! kring kring! kring-kring!
ngeong! ngeong! ngeong!
lalu terbahak-bahak
kecuali setelah masuk jam mengaji
suara menjadi gemeremang sakti
merundukkan langit sore
menghibur pepohonan
melunakkan besi-besi
segala teduh dan luruh
walaupun sebagian celana sobek
waktu main tadi
sebagian baju basah
mobil-mobilan kehilangan satu rodanya
dan sarung-sarung berdebu 
karena terlempar sampai tujuh meter
semua telah rebah
oleh wudu dan kusyu

Kemayoran, Minggu, 23 12 2018
Dari antologi puisi TAGAR (Tarian Gapura), J-Maestro, Bandung.
------

Dua berita membahagiakan saya terima Minggu siang, 19/05. Pertama, penyair Ayi Kurnia Iskandar mengundang saya ke hajat seni Ramadan di Alun-alun Wanayasa. Dia bahkan mengiming-imingi, aktivis musikalisasi puisi Indonesia dari Bandung, Ari KPIN akan mengisi acara. Wow. Alangkah senang hati saya. Apalagi waktu efektif saya untuk kunjungan-kunjungan dan mengisi acara seni memang Sabtu-Minggu. Kecuali untuk yang jaraknya dekat, bisa setiap malam. Maklum selain aktivis seni saya kan aktivis 'kuli dapur ngebul'. Bahkan acara di tengah bulan suci Ramadan ini saya sebutkan kepada Ayi Kurnia, spirit Ramadan untuk Hari Kebangkitan Indonesia.

Kedua, saya terima kabar dari penerbit J-Maestro Bandung, bahwa antologi puisi saya, TAGAR (Tarian Gapura) telah dikirim ke Kemayoran. Pasti akan jadi kenangan terindah. Sebuah buku antologi puisi 'tarian' terbit di bulan suci Ramadan.

Tapi tak mengapa pada undangan kali ini saya berhalangan hadir. Mungkin nanti ada jatah Allah yang terbaik lagi.

Dulu saya mulai kenal aktivis seni Ayi Kurnia Iskandar di Bandung. Apalagi dia suka datang ke Radio Lita FM. Dan kebetulan pada saat itu saya adalah Manajer Programnya (Programmer), selain koordinator Komuitas Seni yang memperkenalkan Komunitas Seni Aula Radio. Ayi Kurnia yang kriting gondrong ini juga pernah meraih piala Forum Sastra Bandung dan Cannadrama, dalam suatu even lomba baca puisi se-Propinsi Jawa Barat di Radio Lita FM.

Ketika saya pindah tugas sebagai Kepala Studio dan Programmer Radio Populer FM Purwakarta saya suka ketemu Ayi Kurnia di daerah kelahirannya itu. Di berbagai even seni. Bahkan beberapa kali ia hadir di acara Wisata Sastra Situ Buleud, selain suka juga nongkrong di Warung Kopi saya, tidak jauh dari Sanggar Gambar saya. Suatu tempat yang biasa saya pakai untuk ngumpulin anak-anak kampung menikmati hari minggu dengan berlatih menggambar. Tak sia-sia, dari sanggar gambar ini ada beberapa anak jadi juara gambar di berbagai even. Bahkan anak saya yang juga aktif di situ, beberapa kali memenangkan piala Bupati Purwakarta.

Saya pun suka mengunjungi kegiatan seninya di Wanayasa. Suatu potensi besar untuk memberi citra positif pada Kabupaten Purwakarta, serta setidaknya bisa memuculkan generasi yang kritis dan kreatif di masa depan.

Ari KPIN saya kenal sejak saya suka menghadiri berbagai even seni di Bandung. Maklum, saya kan juga on air di acara Apresiasi Seni. Tentu perlu mengikuti dan meliput berbagai acara. Saat itu saya dibantu oleh aktivis Seni Radio Lita FM dalam memantau seluruh kegiatan seni di Bandung. Sehingga tangan jurnalisnya jadi banyak.   Sehingga tangan jurnalisnya jadi banyak. Beberapa aktivis seni Radio Lita FM yang bisa saya sebutkan adalah Teguh Ari Prianto, Hermana Hmt, Ambu Lala, Tuty Susana, Deni Irwansyah, dll. Selain narasumber apresiasi sastra, teman duet, penyair Ahda Imran.  

Sejak saat itulah saya mengenal Ari KPIN dan grup musikalisasinya. Ditindaklanjuti dengan sering mengundangnya mengisi acara Apresiasi Seni dan memproduksi kaset musikalisasi puisi reformasi betajuk Trisakti yang diangkat dari antologi puisi Tangan Besi. Juga mendokumentasikan berbagai musikalisasi puisi lain yang telah dibuatnya, termasuk karya-karya penyair Cecep Syamsul Hari.

Ari KPIN saya sebut, selain sebagai aktivis musikalisasi puisi yang sangat menonjol di momen reformasi 1998 di Bandung, juga seorang musisi ysng konsisten, tidak bergeming dari kegiatan musikalisasi puisi. Berbagai panggung sudah dijelajahinya. Sesuatu yang pasti akan sangat menginspirasi generasi berikutnya.

Dari dua kabar berita itu setidaknya saya punya dua salam. Yaitu, salam spirit Ramadan untuk Kebangkitan Indonesia. Dan salam Tarian Gapura.

Niat saya untuk menerbitkan buku tentang gapura sesungguhnya sudah sejak tahun 2010an di Purwakarta. Bahkan saya sempat berkirim surat ke Bupati Dedi Mulyadi supaya dapat dukungan dalam menulis buku itu. Setidaknya saya akan sering mewawancarainya. Mengapa? Karena sebagai pencinta gapura pada umumnya, baik gapura kabupaten, gapura antar kota, gapura mesjid, maupun gapura-gapura tempat keluar-masuk kampung, saya yang juga suka 'ngritik' model gapura Purwakarta selain mensyukuri kelelebihannya, tentu boleh berniat baik mengekspose kearifan lokal dan kecerdasan sosial yang disimbulkan oleh gapura-gapura di Purwakarta. Sayangnya, niat itu belum sempat terwujud.

Bagi saya gapura adalah inspirasi besar untuk Indonesia. Coba saja anda klik google (internet). Cari gapura-gapura propinsi, gapura-gapura kabupaten, gapura-gapura keluar-masuk kota, gapura-gapura kantor dan gedung-gedung penting, gapura-gapura perbatasan, gapura-gapura mesjid, dan gapura-gapura keluar-masuk kampung. Semoga kita bisa menemui ketakjuban dan romantisme yang sama di situ.

Gapura adalah kode selamat datang paling dekat dan manusiawi. Penyambung ungkapan bibir dari suatu tempat, penambah ungkapan-ungkapan rasa saat bertutur tentang suatu tempat. Gapura adalah bahasa, pesan yang banyak. Keramah-tamahan dan kerinduan yang dihidangkan.

Di berbagai tempat, gapura adalah tempat swa-foto (selfie). Termasuk gapura-gapura mesjidnya. Apalagi sekarang ini kita tengah berada di era media sosial, segala bentuk apapun akan jadi sangat cepat tervisualisaikan. Tentu segala yang indah akan memikat hati. Dan segala yang buruk rupa akan memuakkan.

Meskipun dalam bentuk yang beda dari niat saya waktu di Purwakarta, buku antologi puisi Tarian Gapura (TAGAR) telah hadir sebagai potret semangat Indonesia. Sekaligus mengdepankan bahasa lama saya, yang sering saya bawa ke mana-mana, "Hirup teh ngagambar jeung ngigel" (hidup ini menggambar dan menari). Subhanallah.

Memang ada pertanyaan, "Bukankah TAGAR itu kependekan dari tanda pagar?" Saya jawab dengan tegas, "Ya, gapura adalah juga pagar tanah air kita, pagar kota-kota, pagar perbatasan, pagar kampung kita, pagar mesjid, bahkan pagar rumah-rumah kita. Lalu bagaimana semestinya kita menyimpan pesan di situ dan membuatnya?"

JAWARA

beladiri di layar tv 
silat dalam puisi 
mencetak jawara 
seperti ninja warior 
seperti super hero 
melompati langit 
menembus bumi 
terjebak dalam rimba rintangan
---
#puisipendekindonesia

Kemayoran, 19 05 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG