MEI RAMADAN MEI REFORMASI

TARIAN MEI

siapa yang dididik oleh alam
--- tariannya tarian alam,
pasti kenal ruh kebangkitan
bahkan yang sidik di alam
tak pernah tersipu depan anak kuliahan
itu baru namanya berpendidikan
menjadi generasi kebangkitan

siapa yang dididik oleh sekolah formal
--- tariannya tarian bangku-bangku,
pasti hafal kebangkitan suatu bangsa
bahkan hakekat yang disebut hafal
sikap dan perbuatannya sudah biasa
itu namanya tamatan yang dikenal
tidak memalukan kebangkitan bangsa

siapa yang dididik oleh Indonesia
--- tariannya tarian Nusantara,
pasti tahu guna kebangkitan
bahkan yang sebenarnya bangsa Indonesia
tahu betul posisi Allah
dalam kebangkitan negaranya
itu namanya generasi kebangkitan
generasi Mei Indonesia

siapa yang dididik oleh agama
--- tariannya tarian tasbih,
justru melahirkan kebangkitan-kebangkitan
sebab yang gak paham agama
tidak bisa membaca kebangkitannya
maka menegakkan agama
sesungguh-sungguhnya menyelamatkan manusia

maka siapa berani, ayo kemari
bersaksi kepada Mei

Mei adalah segala kebangkitan
kebangkitan itu anti
anti segala dosa
sehingga setiap hamba menyeru
ampunan dari Tuhannya

Kemayoran, 22 01 2019
(Puisi ke 70 dalam antologi puisi TAGAR - Tarian Gapura. Sedang proses penerbitan J-Maestro.)
------

Mei ini Romadon yang damai. Semoga tetap lestari. Meskipun dibuka dengan 1 Mei Hari Buruh Sedunia yang biasa marak dengan berbagai unjuk rasa, dilanjutkan dengan spirit Indonesia Maju dalam dunia pendidilan melalui momentum 2 Mei Hardiknas, Lalu mengenang peristiwa 4 mahasiswa yang terbunuh pada 12 Mei 1998, lalu teringat berakhirnya Era Orde Baru dan mulainya Era Reformasi dengan lengsernya Presiden Soeharto 21 Mei, dan dipungkas dengan menebar wangi pekik hari kebangkitan: "Indonesia bangkit! Indonesua maju!" Tak lupa pesan Wisata Sastra dan Apresiasi Seni bersama Cannadrama, "Bangkit itu anti". Serta memahami posisi Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, sekaligus menjadi Presiden Dewan Keamanan periode Mei ini.

Dan satu lagi, 22 Mei 2019 pesta demokrasi Indonesia yang telah menggelar Pileg dan Pilpres akan mendapatkan hasilnya secara resmi. Insa Allah prosesnya telah berjalan jujur, adil dan berakhir damai. Menunjukkan kedewasaan bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Yang juga merupakan suatu kebanggaan dunia. Terlepas dari kekurangan-kekurangan pada prosesnya yang dikritisi banyak pihak, yang diharapkan bisa lebih maju dan sempurna di era ke depan.

Segala kebaikan, keselamatan, dan kesejahteraan kita adalah anugrah terindah dan terbesar dari Allah Swt yang wajib kita syukuri. Meskipun telah melewati cobaan-cobaan yang berat.

Tapi ada yang terasa ngilu kalau kita membuka catatan seputar sejarah awal Reformasi 98. Terutama kalau kita klik berbagai situs internet, sebagai media yang hari ini sangat dekat dengan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Yang mustahil dhindari atau dipropagandakan untuk dihindari. Mengapa? Salahsatunya setiap kita membaca kalimat, "4 mahasiswa mati tertembak" atau kalimat pada dinding, pagar dan pintu rumah, "Ini milik pribumi", atau tulisan dari orang-orang yang konon takut jadi korban amuk masa, "Kami pro-reformasi".

Untuk kalimat pertama kita sangat ngilu, mengapa 'Mei Reformasi' kita harus ditandai dengan jatuhnya korban nyawa, tidak cukup ditandai dengan lengsernya Soeharto dan dimulainya babak baru secara lebih damai?

Tetapi untuk dua kalimat berikutnya, kita kadang sangat ngilu gak ngerti. Gak habis fikir. Kalau ada aksi penjarahan toko-toko, pelecehan seksual, penyiksaan dan bahkan pemerkosaan beramai-ramai dan pembunuhan etnik China, itu demi apa dan ulah siapa? Kalau ulah kelompok reformis, apa benar Era Reformasi telah menebar ketakutan pada etnik China sehingga mereka terpaksa harus menulis kalimat, "Milik Pribumi" atau "Kami Pro-Reformasi". Terkesan kalau tanpa kalimat itu mereka pasti binasa. Tidak bisa melintasi babak baru reformasi. Betapapun atas nama keadilan, kesejahteraan dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak, kelompok masa aksi ketika itu juga punya marah pada para pengusaha China. Tidak cuma di Jakarta, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di jalan-jalan Bandung pun aparat keamanan dibantu warga masyarakat terus aktif mengamankan jajaran toko-toko dan pusat perbelanjaan yang dimiliki keturunan China.

Atau, pelakunya justru digerakkan atau diprofokatori kelompok dari kubu pendukung penguasa masa itu yang akal-akalan ingin memberi kesan, para demonstran Reformasi telah berrmata gelap dan menghalalkan segala cara. Dan harus 'diatasi'. Tetapi sayang, gerakan reformasinya tidak terbendung lagi sehingga tumbanglah Era Orde baru.

Setidaknya selalu bikin ngilu di hati karena kita yang melewati tahun-tahun menegangkan itu seperti menjadi saksi sejarah yang wajib bersaksi secara tepat kepada anak-cucu kita. Bahkan yang di tahun 90-an baru lahir tentu masih kanak-kanak di tahun 98. Tetapi mereka juga telah didaulat juga sebagai saksi sejarah bagi adik-adiknya. Mau tak mau. Semisal bapak saya yang lahir tahun 1932 mesti banyak bersaksi atas peristiwa proklamasi, meskipun di hari kemerdekaan itu ia baru berumur 13 tahun. Umur SD.

Untung kita hidup di negri yang senantiasa dirahmati Allah, yang mayoritas rakyatnya sangat percaya keramat itu. Sehingga benang merah atau garis tegas lahirnya Era Reformasi dapat terbaca dari cahayaNya yang selalu menerangi Negri Pancasila ini. Betapa tidak? Bangsa ini telah melintasi masa-masa yang serba tertekan dan ketidak-adilan era Orde Baru. Meskipun dalam berbagai hal, era itu juga menunjukkan sukses dan kemajuan-kemajuan. Bahkan sampai ada yang harus dipertahankan dan dipelajari. Atas dasar itulah, dalam kondisi tersulit menjelang dan sesudah tahun 1998, kita akhirnya dikaruniai Era Reformasi oleh Allah SWT. Suatu era untuk melakukan perubahan besar-besaran yang serius. Sebab Allah tak akan merubah kondisi suatu kaum jika kaum itu tidak mau berubah. Dan alhamdulillah, para pejuang reformasi menyebut perjuangan reformasi adalah perjuangan bangsa yang bermartabat melalui proses-proses yang terhormat. Adapun mengenai hal-hal 'gelap' yang serba simpangsiur,  yang tidak diketahui mayarakat, karena masyarakat banyak memang tidak tahu-menahu dan tidak sudi terjebak ke dalam perseteruan yang tidak wajar, yang di luar logika, dan menghianati ajaran suci. Subhanallah. Sebab negri ini berketuhanan Yang Maha Esa.

Secara sederhana garis reformasi itu ditandai dan terbaca dari kondisi yang buruk dan semakin buruk saat itu, di era itu. Lalu berujung pada gerakan reformasi yang menuntut perubahan di segala bidang, yang ditandai dengan lengsernya Presiden 32 tahun, Soeharto, sebagai tanda berakhirnya era otoriter itu.

Saya sendiri yang di tahun 98 adalah manajer radio, Jurnalis Radio di Bandung dan LPS-PRSSNI Jawa Barat menyadari dua teori yang berkembang. Pertama, reformasi damai. Soeharto harus segera menyatakan masa kekuasaannya akan segera berakhir pada pemilu berikutnya. Sehingga seluruh gerakan reformasi sudah bisa memulai perubahannya. Bisa menyambut akan berakhirnya kekuasaan Pak Harto sekaligus berahirnya Orde Baru. Teori kedua, Presiden Soeharto harus segera lengser. Digantikan oleh Wakil Presiden menurut prosedur yang berlaku, yang harus segera mempersiapkan Pemilu yang dippercepat, sebagai Pemilu pertama era Reformasi. Dan terbukti, hal kedualah yang jadi kenyataan.

Dari proses yang demikian, semestinya tidak perlu ada peristiwa-peristiwa yang terlanjur memilukan yang menyertainya. Termasuk gugurnya 4 mahasiswa, pahlawan reformasi, yang memancing keadaan menjadi semakin kacau itu.

Dan kini, kenangan reformasi itu ada di jantung Mei Romadon 1440-H. Saat kita berpuasa lahir batin dan berserah dengan segala daya kepada Allah SWT. Semoga selain melakukan ruwat diri menjadi pribadi yang fitrah, kita juga harus menunaikan ruwat reformasi, menguatkan kembali cita-clta lurus yang luhur dari era reformasi demi Indonesia Maju.

Seperti yang sudah saya informasikan pada tulisan sebelum ini di cannadrama.blogspot.com, bahwa pada tulisan selanjutnya kita akan memasuki wilayah 9 Puisi Pendek Di Atas Tisu yang diterbitkan dalam antologi Sedekah Puisi (Penebar Media Pustaka, Yogyakarta). Maka satu puisi saya kedepankan untuk kita renungkan:

KEPADA SEORANG ANAK

teringat sebuah puisi
yang kuberikan kepada seorang anak
suatu kali
tentang hujan menyentuh daun
membaca ayat-ayat suci

Kemayoran, 2018
---

Mendiami nikmat puasa dan airmata Romadon, seraya mengenang Era Reformasi bangsa dan negara ini, kita adalah saksi sejarah yang tahu, wajib tahu, akan ke mana laju perjuangan di sini, di mana sentrum utama alasan Allah untuk merahmatinya, dan apa alasan halal dari prinsip NKRI Harga Mati?

Maka kita seperti sedang berkalimat kepada adik-adik generasi penerus, bahkan kepada anak-cucu kita, tentang fakta-fakta, kode-kode, kalimat-kalimat, puisi, ideologi, undang-undang, sistem kebangsaan dll yang menemui serta mengurai ayat-ayat suci.

Dan kita tidak pernah diciptakan sebagai pahlawan yang pembohong serta penghianat.

Kemayoran, 13 05 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

----------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG