ROMANTISME PROSES KREATIF UNTUK RAMADAN

TARIAN BUKA PUASA BERSAMA

Romadon bulan sukacita yang besar
meski menjalani tantangan puasa
menghadapi cobaan
yang bisa membatalkannya
menghadapi cobaan
yang bisa mematikan daya hidup
sukacitanya terus mengikuti jiwa-jiwa
mengikat nyawa yang berserah
sampai-sampai pepohonan
akan berhenti tumbuh
kalau hamba Allah tak menikmati itu 

lihatlah mobil sukacita itu
meliuk laju sorenya sehalus lagu merdu
yang disiarkan gelombang radio
menuju ke tujuh titik acara
bertemu para penggemar,
anak-anak yatim dan kaum duafa
menyuguhkan tujuh aksi seni
dan siraman rohani
sebelum akhirnya berbuka puasa bersama

lihatlah malamnya yang selalu cahaya
pada sebuah mesjid
pada balai kampung
atau di sebuah tanah lapang
ada yang bikin santap sahur bersama
setelah sebelumnya
menikmati suara bedug kecil dan kentongan
yang membangunkan warga dari lelap tidur
lalu berkumpul dalam damai
disirami nasyid penyejuk hati
sementara siang malam syetan-syetan
diikat pada pohon api di tempat yang jauh

pribadi-pribadi Romadon itu
mengurai rasa hidup
menyemai harap sepanjang hayat
berharap selamat sejahtera menemuinya
di sepanjang bentangan Romadon
mengetuk seluruh pintu-pintunya 
sebab hakekat hidup hanyalah puasa
menahan diri dari segala dosa
mengatur diri dari segala rasa

hari-harinya zikir
keimanannya penuh kalimat suci
pandangan dan ucapannya terjaga
lahir batinya harmoni yang bersih
gerak hidupnya semangat dan percaya diri:
keselamatan bersama dan keselamatan diri

Kemayoran, 09 02 2019
Dari buku antologi puisi TAGAR (Tarian Gapura - JM-Bandung)
------

Puisi berjudul Tarian Buka Puasa Bersama adalah puisi ke 91 dalam antologi TAGAR. Merupakan puisi yang bersahaja dalam bahasa yang lugas, yang saya tulis dengan membayangkannya bisa dibaca di acara-acara buka puasa bersama di sore hari maupun pada acara santap sahur bersama pada dini hari. Proses pembayangan sepihak ini, saya maksud sebagai bagian dari romantisme proses kreatif seseorang atau penyair, meskipun tidak terjadi kesamaan pada proses penciptaan semua puisinya.

Mengapa puisi itu bicara santap sahur juga? Begini. Persepsi awal tentang buka puasa adalah, boleh memulai makan-minum atau menyudahi berpuasa, yang dimulai pada saat telah tiba waktu berbuka, pada saat kumandang azan magrib di sore hari. Ini sudah sangat lazim. Bagian dari ajaran suci yang juga sudah sangat membudaya di Indonesia. Diterima sebagai kesukacitaan bersama. Apalagi ditandai juga dengan kesemarakan jual beli kuliner untuk berbuka puasa, pembagian tajil gratis di mana-mana, serta adanya panitia-panitia buka puasa bersama.

Persepsi buka puasa yang kedua adalah boleh makan minum sepanjang rentang waktu dari magrib hingga tiba waktu imsak, sebelum subuh. Dipahami demikian karena 'lawan' dari waktu berpuasa di siang hari adalah waktu berbuka di malam hari. Meskipun demikian kita sudah punya istilah khusus untuk makan-minum pada waktu dinihari, yaitu santap sahur.

Persepsi ketiga dari berbuka puasa adalah mulai bebas makan minum secara normal pada malam terakhir Ramadan atau pada malam takbiran, saat kita mulai meninggalkan puasa Ramadan. Itu sebabnya setelah ritual sholat Id berjamaah kita yang hidup di Indonesia mengenal budaya halal bihalal. Yang makaudnya adalah saling menghalalkan segala tindakan yang halal saja, termasuk makan makanan yang halal. Paradigma populernya, cukupkanlah hidup kita dari yang halal-halal saja. Apapun itu. Meskipun kadang ada beda pendapat, yang begini termasuk halal kata sekelompok pihak, tetapi belum bisa disebut halal kata yang lain. Tetapi mereka tetap bisa saling memaklumi. Misalnya, sekedar satu contoh, adanya tari-tarian tertentu di panggung halal bihalal. Atau ada hidangan tertentu di meja makan.

Persepsi keempat dari berbuka puasa adalah ketika hamba Allah istikomah pada prinsip, hidup ini memang berbuka puasa belaka, dalam pengertian di sepanjang tahun kita sesungguhnya bebas sebebas-bebasbya melakukan dan makan apa saja, asalkan halal dan baik. Pada saat yang sama sesungguhnya dia justru sedang berprinsip, hidup ini sesungguhnya berpuasa belaka. Yang artinya, di sepanjang tahun ia wajib menolak segala sikap, perbuatan dan makanan haram. Bahkan harus mengatur segala yang halal demi kesejahteraan lahir-batinnya.

Tentu. Tentu puisi saya yang lugas dan bersahaja itu secara tematis dan kedalaman maknanya melingkupi semuanya. Tidak cuma berhenti pada satu persepsi, buka puasa di akhir siang, dari tanggal 1 Ramadan hingga akhir bulan suci Ramadan.

Meskipun demikian pembayangan yang sempat saya lakukan sebagai satu bentuk romantisme proses kreatif itu, memang saya tujukan agar puisi ini enak dan nyaman dibaca pada saat buka puasa bersama dan santap sahur bersama di bulan suci Ramadan. Sebab memang begitu agung daya pikat bulan yang suci ini.

Di kalangan para penafsir ajaran Islam yang lurus dan mulia, persepsi-persepsi yang saya uraikan itu sudah pasti dicermati secara seksama dan sesadar-sadarnya, masuk di dalam proses penafsiran. Baik ketika menemui dalil perdalil, ayat perayat, yang diurai seluas-luasnya. Maupun pada saat mencermati persoalan-persoalan, tema pertema, judul perjudul, yang diselesaikan dengan melihat dalil-dalinya, yang tafsirnya sangat terang menyelesaikan. Subhanallah.

Kemayoran, 28 05 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG