TANGIS DAN BAHAGIA

RAMADAN ITU 

basah siangnya
basah malamnya
tak berkesudahan

Kemayoran, 2018
Dari antologi Sedekah Puisi, Penebar Media Pustaka, Yogyakarta.
-----

Islam yang kafah itu, selamat di siang, selamat di malam. Selamat seluruh bentang 5 waktunya, 7 hari seminggunya, dan 12 bulannya. "MuSaf RaRaJumTsani RasyaRasya DzulHijjah". Doa-doa baik yang sampai. Keadilan dalam kemanusiaan yang beradab. Teduh menyejukkan sepanjang hari, di seluruh waktu. Mulia dan sejahtera. Seperti Ramadan: basah siangnya/ basah malamnya//.

Sungguhpun semangat hidup berangkat dari seluruh derai air mata, baik airmata suka maupun airmata duka, tetapi sesungguhnya dalam kasih Allah, hidup ini melulu diliputi oleh rasa syukur. Sebab dalam keadaan bagaimanapun, selalu saja ada yang mesti disyukuri. Minimal potensi diri, potensi dan keadaan lahir batin kita.

Tetapi izinkan saya untuk tetap besikeras, jangan paksa saya bersenang-senang sebab itu bisa menyakiti rasa. Kecuali mengajak berhibur seperlunya yang masih dalam kumparan syukur. Itu sebabnya saya menikmati puisi percintaan yang mesra dalam kata-kata yang bersayap, menikmati lagu-lagu rindu yang merayu, menonton film yang ada bintang seksi dan gantengnya, juga menikmati eksotika setiap tarian tradisional, serta merenungi setiap curahan pada kanvas yang ekspresif.

Sajak-sajak yang berurai air mata jangan selalu dikira bagian dari pesimisme yang menolak bahagia atau optimisme. Itu dungu. Justru di situlah terbit fajar kebahagiaan itu, karena lekat dengan hakekat rasa yang mudah terenyuh. Kalau tanpa itu, senang-senangmu hambar! Bahkan jangan-jangan beracun berbisa. Sehingga memudahkan lahirnya Kepala Daerah dan Wakil Rakyat yang pandai cekakak-cekikik, tampang senang, tetapi gagal membina rasa kemanusiaan masyarakatnya.

Itu sebabnya ketika ada tudingan kafir dll di media sosial, salah satunya karena Cawapres Ma'ruf Amin yang ketua MUI itu disebut-sebut suka dangdutan, setidaknya dilihat dari kesukaan para pendukungnya yang tetap ingin menikmati keseniannya, maka saya marah besar atas tudingan itu. Sebab terlepas dari masih kurangnya kontrol yang proporsional pada jenis seni pertunjukkan tertentu, sesungguhnya seni yang tumbuhkembang di Indonesia pada umumnya tidak boleh melanggar hukum. Tidak boleh mengganggu ketertiban umum. Dari parameter itu maka seni apapun di negri ini adalah seni yang bermartabat, sarat pesan moral, sangat cair menghibur, dan baik-baik saja. Seni yang sehat wal afiat. Sebagai kadar berhibur yang terukur. Sebab hidup tidak cuma untuk senang-senang memang, karena kebahagiaan itu mesti bagian dari rasa syukur.

Hidup ini Ramadan. Cara menahan diri yang penuh berkah. Sedekah senyum di siang, sedekah senyum di malam. Kesenian kita adalah juga bagian dari keramahtamahan sosial itu. Bahasa yang spesial. Hidangan yang terpola oleh Politik Kebudayaan. Sebagai senyum dan ungkapan selamat datang.

Maka ketika sesepuh Lumbung Puisi, Rg Bagus Warsono memberi informasi, akan segera meluncur buku seri Tadarus Puisi III, dengan tema Berbagi Kebahagiaan, saya sangat ngerti dan menyambut sukacita. Sebab apa? Masih banyak saudara-sudara kita yang kurang beruntung. Baik anak-anak yatim maupun fakirmiskin dan kaum duafa. Ini artinya, kedukaan adalah juga tema yang bisa diangkat demi kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Jadi, mengapa puisi tidak boleh menangis? Sedangkan joget dangdut pun bisa berurai airmata rakyat jelata?

Antologi Tadarus Puisi III ini semoga bisaa menginspirasi banyak hal, sekaligus jadi pemicu semangat untuk berbagi.

Puisi pendek saya di awal tulisan ini yang berjudul Ramadan Itu, sesungguhnya justru kuat sukacitanya daripada kesan dukacitanya. Yang melambangkan, kita mesti menyambut Ramadan dengan penuh syukur dan sukacita, tidak dengan kesedihan-kesedihan, apalagi kesedihan yang berlebihan. Ya, sebab Ramadan itu menyenangkan. Bahkan hati yang duka banyak yang terhibur.

Istilah basah pada siang dan pada malamnya, subhanallah, memberi kesan pertama tentang kesejahteraan lahir batin.

Sebagai alamat pembelajaran, berada di Ramadan justru mempersiapkan manusia untuk selamat dan sukses sejahtera. Selamat dunia akhirat, dan sukses sejahtera sesuai dengan kadar perjuangan dan ketentuan Allah yang penuh cinta. Tidak benar puasa diidentikkan dengan kemunduran dan kemiskinan. Ketertutupan atas pintu-pintu rezeki. Tidak benar itu!

Justru puasalah yang mrngajarkan kita agar menyemarakkan siang dan malam dengan penyerahan diri kepada Allah. Termasuk melalui doa-doa sejahtera dalam praktek kerja nyata yang sungguh-sungguh dan penuh perhitungan. Sebab Islam tidak pernah menolak sibuk kerja pada malam hari hingga subuh sekalipun. Kecuali menggunakan logika iman, jika siangnya sibuk kerja maka cukupkan istirahat dan tidur pada malam harinya. Demikian pula sebaliknya. Itu sebabnya saya sering berargumentasi tentang konsep Hiburan Malam dengan memberi contoh, nanggap wayang semalam suntuk.

Islam dan Ramadan yang basah juga tidak mengajari kita bermalas-malasan, memelas, menjadikan pengemis sebagai profesi harian, atau jadi pengangguran.

Bahkan puisi pun selalu menunjukkan kesejahteraannya jika dilihat dari penghasilan penyairnya. Sebab 'uang puisi' atau 'rejeki penyair' tidak hanya bersumber dari penjurian dan pembacaan puisi di atas panggung serta pemuatannya di halaman surat kabar dan majalah. 

Akhirnya selamat menikmati Jumat Agung ini. Jumat di bulan suci Ramadan.

Kemayoran, Jumat, 16 05 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

-----

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG