DINDING PUISI 194
Siapa bilang saya tidak terseret wangi Haiku? Puisi pendek Indonesia atau yang disebut juga puisi singkat berpola 5-7-5 yang mendapat pengaruh dari sastra Jepang, negeri asal Haiku. Meskipun saya dijodohkan dalam suatu kawin paksa, yang untungnya tidak menyesakkan. Betapa tidak? Di awal tahun 2000-an setiap membacakan puisi pendek, baik di corong radio maupun di panggung, kesan yang muncul di tengah masyarakat, "Itu Haiku bukan?" atau, "Kok seperti Haiku ya?" Bahkan di hari ini ketika saya dkk menulis #Nalikan, puisi pendek berpola 3-2-5-2 (1,2,3,4,5,6,7,8,9), masih ada yang komen, "Nampaknya mencoba 'bermain' seperti Haiku". Padahal keberangkatan awalnya jauh beda dari Haiku. Tetapi okelah, setidaknya gambaran positifnya menunjukkan saya dianggap berwangi Haiku. Kawin paksa bukan?
Saya sendiri tidak pernah anti Haiku. Meskipun tidak bisa produktif ber-Haiku. Termasuk tidak mungkin membelokkan puisi pendek saya menjadi Haiku, atau memendekkan puisi panjang saya secara paksa menjadi Haiku, agar turut ambil bagian dalam semarak Haiku beberapa tahun terakhir. Bahkan sebagai upacara sukacita menyambut grup-grup Haiku, meskipun tanpa janji akan segera mengirim Haiku selanjutnya, saya pernah menulis begini:
pesan haiku (5)
mungkin kuberi satu (7)
naptu rahimku (5)
Grup Haikuku, 28 01 2015
Itulah Haiku saya. Hidup, waktu, dan kelahiran-kelahiran. Sebuah perayaan untuk grup-grup Haiku. Bahwa jika hidup memesan Haiku, mungkin ---karena kepastian hanya milik hidup itu sendiri yang sedang memenuhi hajatnya, saya akan memberi satu pada saatnya sesuai waktu persalinannya. Satu lagi di waktu lain. Sebab proses penciptaan itu satu-satu. Di pabrik sekalipun. Sebab meskipun 20 kain dipotong sekaligus sesuai pola tertentu, tetap pada mulanya ditumpuk dari susunan pertama sampai 20 yang masing-masing telah selesai pada eksistensinya. Selalu tidak terlalu cepat dan tidak juga terlambat. Termasuk jumlahnya, jika hidup memesan 5 Haiku, saya akan membuatnya 5. Dan terbukti telah dimuat dalam buku Mendaki Langit (J-Maestro Bandung):
LIMA HAIKU DI PUNCAK BUKIT
1
sepoi kemarau
pada rambut membelai
tergerai bukit
2
matahariku
masuk ke lubuk doa
terbit ke bukit
3
bukit yang diam
membeliakkan mata
tarian masa
4
luas rumputan
menjagai cemara
kita bercinta
5
hijau keramat
kalimat-kalimatnya
bukit berbunga
Demi melihat Haiku saya di grup Haikuku yang tanpa judul itu, Riki Zip berkomentar, "haikuKu merupakan grup bebas-terbuka. Haiku (俳句?) adalah puisi asli dari Jepang, yang merupakan revisi akhir abad ke-19 oleh Masaoka Shiki dari jenis puisi hokku (発句?) yang lebih tua. Namun puisi mikro ini sudah menjadi milik dunia, siapapun berhak menulis haiku atau hokku. Haiku tidak hanya Matsuo Basho (1644–1694), Onitsura (1661–1738), Yosa Buson (1716–1783), Kobayashi Issa (1763–1827), tapi juga James W. Hackett, Jorge Luis Borges, Cid Corman, Allen Ginsberg, Dag Hammarskjöld, Jack Kerouac hingga Octavio Paz. Mari lewat grup ini kita berapresiasi dan berkarya mendalami haiku. HaikuKu menganut model haiku yang berpola 17 sukukata dalam patron 5-7-5, yaitu:5 suku kata pada baris pertama,7 suku kata pada baris kedua, 5 suku kata pada bari ketiga. Untuk kata ulang tetap dihitung penuh, hati-hati = 4 sukukata, kemana-mana = 5 sukukata, penulisan angka dihitung kata ucapannya, 1 dibaca “satu” = 2 sukukata, 10 dibaca “sepuluh” = 3 sukukata. Untuk kata-kata interjeksi tidak diperkenankan, misal “ah”, “ih”, “hi..hi..”, “hu...hu...”, “ha..ha...ha..”, HaikuKu tidak mengenal rima, irama, namun jika memang diperlukan tidak masalah, haikuKu harus memiliki dasar tradisi budaya Indonesia maupun kedaerahn dalam spiritnya, tidak mewajibkan harus ada penanda musim (Kigo) seperti salju, angin, pagi, batu, air, awan, gunung, rumput, namun jika itu diperlukan tidak masalah, penekanan HaikuKu lebih pada perekamam momentum (suasana , situasi, peristiwa), sensasi pikiran, memiliki kata-kata kias, imaji dan metafora, kekuatan diksi, tidak harus membentuk kalimat diantara barisnya dan memiliki rasa bahasa keindonesiaan. HaikuKu membebaskan pada setiap anggota untuk sekreatif mungkin dalam penampilannya dengan menggunakan gambar background (latar) sebagai daya tarik. Tunjukkan “Ini haikuKu mana haikuMu”.
______
Sekadar bukti bahwa saya mempertanyakan realitas puisi pendek Indonesia, di grup FB Haikuku saya juga pernah menulis:
Ratusan puisiku
Sekunyah bijikacang
Apa kausebut Haiku?
Grup Haikuku, 10 01 2015
______
Pertanyaan yang dibuat sebentuk puisi pendek itu saya komentari sendiri: "Ya ya ya, aku juga tidak perlu maju mengatakan, puisi pendek (pupen) Indonesia yang hanya satu bait tidak lebih dari 7 baris, yang bisa ditulis oleh Pupenis, adalah bagian dari Haiku sakura untuk dunia. Tentu tidak perlu mundur dari kazanah pupen Indonesia. Karena PUPEN INDONESIA adalah juga GERAKAN KEBUDAYAAN INDONESIA untuk dunia. Salam Haiku juga".
Bagi saya, itu reaksi biasa. Sebagai proses interaksi efektif dan cara membuka wacana yang cair dalam kalimat yang singkat. Sebab kadang kita terperangkap kebohongan. Menyebut ada tradisi guyon, padahal sambil menunjuk suasana saling ledek yang sensitif. Ada tradisi komunikasi, katanya, pada debat tak mau tahu. Padahal yang kita butuhkan sebenar-benarnya cakrawala yang terbentang. Terang benderang. Bahkan ada tradisi-tradisi baik yang semarak diangkat ke atas spanduk sekadar untuk dipolitisasi, dibangun pengaruh pragmatisnya. Sekadar pemikat.
Menurut saya puisi pendek Indonesia lahir karena pengaruh karya sastra tulis dan lisan Nusantara dari masa silam yang serba pendek. Keinginan menyampaikan pesan-pesan melalui kalimat bernas yang singkat. Dan bagian dari proses kreatif melahirkan karya-karya baru. Tidak dipungkiri terlepas dari itu, ada juga pengaruh Haiku, setidaknya pada sebagian penulis.
Saya juga pernah menulis Haiku, CINTA MELEWATI MUSIM:
Jakarta hujan
sore menghapus senja
cinta setia
Grup #PuisiPendekIndonesia, 19 01 2016
Tentu. Cinta dan kesetiaan adalah hikmah hangat dan dingin hujan, merenungi dan mensyukuri kenang-kenangan senja hingga terhapus sore. Sebab untuk apa cinta? Untuk apa setia?
Untuk apa Haiku?
Kemayoran, 17 07 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar