DINDING PUISI 175

DINDING PUISI 175

Saya orang yang percaya kepada puasa dan doa. Itu sebabnya untuk satu puisi di antologi terbaru 2020 ini saya tidak bisa melewatkan satu persyaratan khusus. Saya harus melaksanakan sholat sunah mutlak dua rokaat dulu sebelum menulisnya. Dan alhamdulillah, akhirnya lancar menulisnya. 

Pada saat-saat lain saya sering mengumpulkan energi puasa dan sholat saya, ketika menumpahkan kata-kata puisi. Meskipun untuk suatu puisi yang nampak sederhana dan lugas dari sisi bahasa sekalipun. Tapi menggetarkan dari kedalamannya. Sebab saya yakin, seorang hamba yang baik di dalam sholat subuhnya tidak mungkin berdoa, "Ya, Allah selamatkan saya selama melaksanakan sholat subuh ini". Pasti ia minta keselamatan untuk seumur hidup, sampai akhir hayat, melalui sholat subuhnya itu. Itulah yang saya maksud, suka saya panggil semua energinya sebelum menulis puisi. 

Tidak perlulah cara-cara ini hanya sekedar untuk memberi kesan sufistik, atau biar disebut-sebut penyair ustad atau penyair Islami, dll. Apalagi cuma mencetak eklusifitas belaka. Tidak demikian. Ini sungguh proses kreatif yang wajar, normal, lumrah, sehingga puisi-puisi yang dilahirkannyapun secara wajar diharapkan dapat menyentuh perasaan tulus terdalam. Menjadi kebangkitan kesadaran dan kesaksian. 

Ya. Termasuk ketika saya menulis puisi-puisi yang tidak menyertakan kata-kata, Ya Rabb, Ya Allah, Ya Rasul, dst. Tetapi energi religiusnya sudah mendarah daging dengan sendirinya. 

Misalnya ketika saya menulis puisi pendek Indonesia, #nalikan untuk pertama kalinya, 2015 silam. Sebuah puisi berpola 3-2-5-2. Yang pada baris terakhir, pola bunyi/suku katanya sesungguhnya bisa bebas, 1-2-3-4-5-6-7-8-9. Maksimal 9 suku kata. Pada puisi ini akan terus menguat kadar religiusnya manakala terus dihayati. Meskipun tanpa kata "Allah". Beginilah puisinya: kulempar/ sauh/ dari dunia/ tumbuh. 

Insa Allah, 9 nalikan saya juga akan hadir di halaman Tadarus Puisi Ramadan 1441-H yang segera terbit atas inisiatif Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia. Beberapa nalikan juga sudah dimuat dalam buku antologi puisi Mendaki Langit (J-Maestro Bandung, 2018). 

Kemayoran, 10/6/2020
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG