DINDING PUISI 255

DINDING PUISI 255

Mengapa keris atau pusaka-pusaka lainnya selain tajam juga dibuat indah dengan bentuk dan beragam ukirannya? Selain itu pada gagang dan serangkanya ditambahi berbagai penghias yang nampak lebih berkesan berwibawa. Mengapa, Bro and Sis?

Sebab puisipun sesungguhnya tajam, melalui proses pengasahan yang tidak semena-mena. Lalu seperti pusaka, dibilas, dimandikan dan diwangikan. Dan bacalah, kata-katanya terukir indah. Sementara temanya selalu mengabarkan indahnya hidup dalam keadilan dan kedamaian. 

Kadang masih ada yang terkesiap dengan perbandingan ini. Puisi-puisi yang meledak-ledak dengan kata-kata lugas yang demonstratif disebut-sebut sangat keras seperti kampak, pedang, tombak atau mata panah. Sangat berani, pemberani, bahkan ada yang dianggap kelewat berani. Tetapi begitu seseorang diam-diam mendalam bersama ingin tahunya, mengendap-endap membuka simpul rahasia pada puisi yang semisal angin lembut, gemercik air, kuncup bunga mekar, atau keheningan sajadah, ia sampai terlempar ke belakang beberapa langkah, takut terhunus sangkurnya. 

Lalu saya teringat ondel-ondel yang dikabarkan dulu bertaring tajam. Bahkan teringat wanita salehah berjilbab yang belakangan ini kadang suka berfoto pakai bendo bertanduk, meskipun pada anak-anak tanduknya bisa nyala lucu kelap-kelip. Suatu persepsi positif yang kadang dipelintir negatif. Sebab sesungguhnya ondel-ondel bertaring itu melambangkan kekuatan yang mesti ditakuti ketika menegakkan keadilan. Sehingga kita dititipi pesan jangan jahat, jangan jahil. Itu seumpama pedang keadilan. Begitupun tanduk pada muslimah berjilbab. Berpesan, jangan anggap mereka manusia kelas dua, manusia lemah, manusia lucu-lucuan seperti beberapa anak yang tanduknya kelap-kelip cahaya, atau secara umum memganggap umat Islam itu klemar-klemer, dusun, udik, dan serba terbelakang. Jangan! Sebab siapa yang merendahkan dan menindasnya, maka tanduk dan taring keadilannya akan berdarah-darah. 

Tetapi coba cermati plintirannya. Orang-orang sepanjang jalan yang memberi uang kepada ondel-ondel, hidupnya bisa selamat, karena tidak akan  digigit oleh taringnya. Bukankah itu artinya pemaksaan? Seperti pemalak berdasi atau berbadan kekar yang keluar masuk kantor. Termasuk semisal pemaksaan yang datangnya dari kaum yang merasa lemah dan miskin. Seakan-akan taringnya terus mengancam, "Kalau gak ngasih, awas, tahu rasa nanti sewaktu-waktu!"

Pun begitu pada muslimah bertanduk atau yang memakai taring-taringan itu. Seakan berkabar, "Aku binatang liar yang tak tahu aturan. Seperti yang di hutan-hutan. Kalau uangmu sanggup mengelus buasnya, maka kau aman. Sebab dalam hidup ini yang penting uang atau harta.  Sebab liar itu tetap saja liar". 

Sungguh penjungkirbalikan dari pesan nilai yang dimiliki oleh para leluhur yang sudah tamat ngaji. Berbahaya bukan? 

Kalau saja ada yang mau hati-hati, tarik nafas dalam-dalam dan bersabar. Tenang dan kusyuk. Taring dan tanduk itu seperti pusaka. Ia harus indah, berwibawa, berukiran yang sarat makna, dan dikeramatkan. Dimandikan dan diminyaki wewangian. Tapi tidak harus syirik, sebab segala kekuatan ada pada Allah. Setiap pusaka hanya benda yang dipakai dengan menyebut nama Allah. 

Selebihnya dari itu jangan pasang jarak dari keramat diri. Setiap pribadi soleh adalah pengemban amanah kalimat-kalimat suci. Maka ketika keris dimandikan, seseorang yang memilikinya, atau merasa diwakili memilikinya, atau yang merasa berkhidmad sama-sama, wajib memandikan diri dengan air bersih dan wewangian, termasuk dengan cara rutin wudu. Sampai bersih lahir dan bersih batin. Itulah diri pusaka. Bersih seluruh laku lampahnya. 

Salahsatu pusaka yang populer di tatar Sunda adalah kujang. Jika kujang telah diangkat, tajam, bersih dan wangi, maka terangkatlah seluruh jiwa Sunda dan seluruh warga bumi yang mengagumi filosifi kasundaan. 

Lalu bagaimana dengan cara mengangkat lembar puisi tinggi-tinggi? Apakah yang terpenting asal terdengar kelewat berani, atau terasa seperti mendalam sekali?

Kemayoran, 18 10 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG