DINDING PUISI 278

DUNDING PUISI 278

Kapan literasi sastra dianggap gagal? Tentu karena sastra berkaitan dengan menghasilkan karya sastra, baik lisan maupun tulian serta adanya masyarakat yang memahami maksud karya sastra melalui mendengar atau membaca, maka hal pertama yang selalu akan kita ukur adalah sukses adanya sastrawan dan masyarakat pencinta sastra. Tentu disertai prinsip-prinsip semakin berkualitas para sastrawan dan semakin cerdas masyarakat sastranya, termasuk cerdas karena berkesadaran tinggi atas karya-karya sastra, maka semakin sukseslah lierasi sastra di negri itu. 

Jika sebaliknya dari itu kita akan melihat titik atau wilayah kegagalan. Misalnya jika ditemui sedikit sastrawan di situ atau tidak berkualitas sastrawan dan karyanya. Selain itu ditemui masyarakat yang tidak melek sastra, bahkan yang suka baca karya pun tidak terlalu memahami fungsi sastra. Tentu ini menunjukkan jauh dari minat baca sastra yang tinggi.

Apakah dengan banyaknya jumlah penulis dan banyaknya karya sastra yang lahir sudah menjadi indikator sukses? Sesungguhnya itu baru menjawab, di situ ada sastrawannya. Belum sampai ke titik sukses, karya-karyanya mumpuni. Belum berkontribusi besar membangun peradaban di muka bumi. Sekali lagi, baru sebatas ada sastrawan dan buku-bukunya. 

Tetapi seperti yang pernah saya urai sebelumnya di catatan Dinding Puisi Indonesia. Sesungguhnya jika di satu kabupaten terdapat penulis sastra yang aktif menulis di koran atau menerbitkan buku sebanyak 100 orang, itu masih terbilang sedikit dibanding jumlah penduduk sekabupaten apalagi seIndonesia. Dan faktanya hari ini kalau di suatu kabupaten ada sejumlah hitungan jari sastrawan, kita sudah sangat bersyukur. Meskipun dengan kualitas yang belum menjawab tantangan jaman berkaitan dengan kesadaran, kesaksian dan pencerahan yang mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera dan manusiawi.

Apalagi kalau semakin kita fokus pada posisi sastra sebagai media penyampai ajaran hidup mulia. Tentu dibutuhkan karya-karya yang tidak menipu waktu, yang lahir dari sastrawan handal. Disertai kemampuan mempengaruhi publik ---dibantu kebijajan-kebijakan pemerintah, sehingga secara langsung maupun tidak langsung lebih mencerahkan. Sebab tanpa ajaran mulia di dalam sastra yang tercipta hanyalah ujaran-ujaran kebencian yang memecahbelah manusia dan prikemanusiaannya. Dan bagi penguasa yang mendiamkannya, jelas melanggar hak azasi manusia. Sebab setiap bayi lahir wajib dimanusiakan. Masyarakat mesti terdidik dan hidup berkesejahteraan. 

Pengaruh sastra secara langsung adalah ketika masyarakat terlibat kegiatan berkarya atau membaca karya sastra. Atau terlibat kegiatan-kegiaran sastra. Termasuk salahsatunya terlibat program pendidikan dasar yang di dalamnya ada pendidikan sastra. Kegiatan di dalam lingkungan formal pendidikan ini bisa berhasil bisa gagal. Sedangkan pengaruh sastra secara tidak langsung adalah ketika telah tercipta tatanan masyarakat yang maju, berkesadaran tinggi atas nilai-nilai yang di dapat dari sastra, lalu kehidupannya berpengaruh, menginspirasi seluruh lapisan masyarakat untuk meraih kehidupan yang lebih baik. 

Pendeknya, sastra bisa mencetak petani, pegawai, atau pengusaha handal yang bermoral mulia meskipun mereka bukan pembaca karya sastra yang aktif. Sebab kedasyatan sastra yang sukses punya pengaruh tak langsung. 

Salam sastra
Salam literasi!

Kemayoran, 2021 
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG