JANTAN GEMULAI (penerbit kertasentuh) cerpen Gilang Teguh Pambudi

JANTAN GEMULAI
Cerpen : Gilang Teguh Pambudi 

Laki-laki itu menatap unggun perapian di belakang rumah. Pagi yang cerah. Dia sudah mengumpulkan sampah daun dan plastik di sekeliljng rumah, lalu membakarnya. Sampai akhirnya seorang anak muda yang sudah sangat dia kenal memghampirinya.
"Jangan bakar diri, Pak" sapa pemuda itu bercanda. Lalu membantu memasukkan beberapa ranting kering ke dalam perapian.
"Gak kuliah kamu?" Tanya laki-laki tua itu.
"Libur, Pak. Eh saya sudah lama gak dengar cerita dari bapak. Karena itu saya milih liburan di sini. Kira-kira ada cerita seru apa yang wajib saya dengar? Yang penting jangan cerita Si Kancil, soalnya Si Kancil dari dulu sudah ditangkap Pak Tani. Entah kapan dilepas". 
Lelaki tua yang selalu memakai ikat kepala itu dulunya adalah seorang pembina di padepokan seni, khususnya di sanggar gambar anak-anak, selain kesibukan hariannya berdagang. Itu sebabnya ia selalu punya banyak cerita tentang apa saja. Baik yang berdasarkan cerita rakyat maupun ilustrasi yang ia cipta sendiri untuk menyampaikan pesan-pesan yang tak pernah kering. Kadang tak ubahnya seperti pemyampai dongeng lisan, kadang serupa cerpen kadang serupa novel. 
Memang sejak di padepokan itu, ia senang bercerita kepada anak-anak sanggar gambar baik sebelum maupun sesudah menggambar. Selain itu juga berbagi cerita kepada para remaja dan pemuda yang sesuai jadwal latihan tari dan teater.
"Kamu lihat itu. Apinya bergoyang dimainkan angin. Seperti penari saja ya?"
"Iya, Pak betul".
"Nah ngomong-ngomong soal penari, saya punya cerita ..."
"Ini yang seru. Harus saya dengar seksama. Tapi nanti dulu Pak. Teman saya lagi ngebut pakai motor ke sini. Biar dia ikut dengar juga", kata pemuda itu memotong kalimat lelaki tua yang sangat dikaguminya itu.
***
Tak berapa lama teman pemuda itu datang. Seorang lelaki kurus berambut gondrong. Maka si pak tua pun segera menyuruh keduanya nyeduh kopi dulu. Ia memang punya gubuk bambu tempat santai di belakang rumah, yang selalu menyediakan air panas, kopi dan teh. 
"Begini. Alkisah, ada seorang komandan tentara membutuhkan seorang tentara yang bisa menyusup ke markas musuh dengan menyamar sebagai penari. Tapi yang dibutuhkan seorang penari pria ysng bisa bergerak gemulai selayaknya seorang wanita. Maka segera dibuatlah sebuah grup musik tradisional yang terdiri dari para anggota tentara, yang akan mengiringi para penari. Mereka ini rajin berlatih setiap hari. Sayangnya sudah lebih dari dua minggu belum juga didapat penari yang dimaksud. Beberapa prajurit pria sudah didandani perempuan tetapi saat menari masih terlihat sangat kaku".
"Trus bikin sayembara ke masyarakat gitu, Pak?" Tanya teman si pemuda yang gondrong itu.
"Ya gak juga. Ini kan misi rahasia. Mustahil pakai cara-cara sayembara".
"Wah, kau lagi ‘telat’ nih. Ayo kopinya sruput lagi", pemuda itu menertawakan temannya. "Atau jangan-jangan kamu ke sini baru bangun tidur kali?"
Lelaki tua itu melanjutkan ceritanya. "Akhirnya diam-diam dicarilah laki-laki yang bisa memenuhi keinginan komandannya. Yaitu para penari yang sehari-hari bisa tampil sebagai laki-laki normal, tetapi diwaktu tertentu bisa disulap menjadi penari perempuan. Tanpa pikir panjang mereka langsung merapat ke sanggar-sanggar tari rakyat yang selama musim rusuh itu banyak yang tidak bisa manggung. Walaupun sesekali masih ada yang menggelar hajatan dengan pertunjukan tari, itu sangat sedikit sekali".
"Dapat, Pak?" Sahut si gondrong.
"Belum, ceritanya belum sampai ke situ"
"Wah kau ini, gangguin aja. Minum kopi lagi", si pemuda sewot.
"Ya, akhirnya dapat dua orang. Yang satu gondrong yang satu cepak ..." lelaki tua itu memberikan gambaran.
Spontan si pemuda disusul si gondrong memegangi rambutnya. "Wah, kita dong. Satu cepak satu gondrong". 
"Iya nih, ceritanya menjebak ah", timpal si gondrong kurus.
"Tapi gak apa-apa, ikhlas aja lah, kita kan pantas gabung dengan misi tentara".
Lelaki tua itu memasukkan lagi sisa-sisa sampah daun ynag masih tercecer di samping perapian, lalu melanjutkan. "Tapi itu tidak penting. Karena kepala dua pemuda itu akan selalu ditutup rambut palsu biar selalu nampak sebagai wanita. Singkatnya, misi itu akhirnya sukses. Para tentara itu berhasil menaklukan gerombolan pengacau dengan mengetahui titik-titik pusat kekuatannya berikut mengatur strategi sesuai kondisi lapangannya. Sebab berada di tengah lokasi sulit, di tengah penduduk sipil juga. Itu sempat menyulitkan pihak tentara untuk bergerak cepat". 
"Ah, singkat amat sih ceritanya. Nih kopinya belum habis", gerutu si gondrong.
"Bukan itu persoalannya. Gak penting mau disebut cerita pendek atau cerita panjang”, balas si pak tua. "Saya cuma mau meyakinkan kepada kalian, orang-orang yang katanya pemuda hebat di zaman now. Mengapa di dunia ini harus ada penari laki-laki yang wajib gemulai selayaknya perempuan?"
"Iya betul. Bahkan menurut dalil agama, dunia semakin dekat kiamat kalau laki-laki sudah mulai menyerupai perempuan, baik cara berdandan, gerak-gerik, maupun gaya hidupnya", si pemuda yang merasa ditanya malah merasa perlu balik bertanya. 
"Begini". Si pak tua baru mulai bikin kopi. Rupanya kopi yang tadi pagi dibuatnya sudah lama habis. Ia butuh jarak waktu untuk menyeduh yang baru. "Di dunia ini kita tidak bisa menolak takdir. Dan jangan pernah kita katakan takdir yang telah ditetapkan Allah untuk hambanya yang soleh itu sesuatu yang kejam. Bukankah manusia-manusia itu ada yang tinggi ada yang pendek, gemuk dan kurus, berkulit gelap dan putih, normal dan berkekurangan fisiknya, serta ada laki-laki yang gagah perkasa dan yang gemulai selayaknya perempuan?"
Kedua pemuda itu masih terdiam. Mereka senang, sebab cerita pak tua itu belum selesai. Berlanjut ke pesan hikmah yang menarik. 
"Apa menurut kalian lelaki yang lahir gemulai itu disebabkan Allah salah mencipta? Atau karena ibu bapaknya salah cetak?" Lelaki tua itu tersenyum sampai giginya sedikit terlihat. Meskipun sudah mulai ompong tetapi masih kelihatan rapi.
"Ini si cepak yang nyangka begitu kali, Pak?"
"Ah, bukan saya Pak. Ini nih si gondrong. Bahkan mungkin dia kira laki-laki yang gemulai itu pantasnya memperlakukan diri sebagai perempuan saja. Yang ujung-ujungnya berakibat saling mencintai sesama jenis".
"Enak aja. Aku gak seburuk itu berfikirnya", timpal si gondrong.
"Sudah-sudah bercandanya. Ini sebenarnya kasus yang lumayan serius. Tidak ada yang salah dengan laki-laki gemulai yang bukan korban pergaulan. Tetapi emang dari sononya. Persoalannya, bagaimana dia kelak di kemudian hari mengekspresikan segenap potensinya supaya hidup aman, nyaman, penuh percaya diri dan sejahtera. Gak ada kaitannya dengan berkelainan atau selalu identik dengan penyuka sesama jenis. Sebab orang-orang kekar pun ternyata bisa terbukti penyuka sesama jenis, kita tidak boleh menuding begitu kepada lelaki gemulai. Maka menurut saya yang sudah lumayan kenyang pengetahuan dan pengalaman ini, salahsatunya mereka bisa berprofesi sebagai penari. Penghibur yang kadang harus bersikap lucu-lucuan di panggung. Menjadi laki-laki yang dipuji karena gerakannya bisa mengalahkan perempuan. Itu prestasi. Tetapi ketika dalam adegan panggung ia beradegan dirayu laki-laki, ia bisa tiba-tiba menunjukkan kelaki-lakiannya. Misalnya dengan berkata, "Emangnya gue cewek beneran?" Meskipun saat itu dia didandani berkebaya dan bersanggul".
"Contoh yang saya kemukakan itu menunjukkan, di atas panggung mereka merdeka unjuk diri sebagai dirinya yang utuh. Laki-laki gemulai. Tanpa canggung dengan itu. Tetapi di waktu lain bisa lucu-lucuan sebagai penari perempuan atau pemeran berpakaian perempuan untuk lucu-lucuan dalam berteater. Namanya juga penghibur".
"Saya setuju, Pak. Manusia hidup di muka bumi mesti menerima kondisi kemanusiaannya. Lahir maupun batin. Jangan sampai salah kaprah. Gara-gara seorang lelaki gemulai sering dibuli, akhirnya minder dan merasa lebih cocok gaul dengan perempuan, bahkan seperti telah berubah menjadi perempuan. Padahal dia laki-laki. Akibatnya ia bisa terseret arus penyuka sesama jenis", si pemuda mulai berkomentar serius. 
Si gondrong gak mau ketinggalan. Katanya, "Masalah dia cenderung mau gaul dengan lelaki atau perempuan, itu hak azasi dia. Biar saja itu. Yang penting, masyarakat yang terdidik dan berpandangan cerah  tentu tidak akan menolak kenyataan hidup. Dan tidak akan membuli yang demimian itu. Justru mesti memberi jalan sukses kepada anak manusia sesuai potensi-potensi baiknya. Termasuk untuk kerja kantoran, marketing, atau menjadi guru. Apa lelaki gemulai tidak bisa melakukannya? Meskipun gak perlu juga memaksakan diri jadi tentara"
Pak tua melihat unggun perapiannya mulai habis. Tinggal sisa-sisa terakhir. Ia menambahi beberapa batang kayu di atasnya. Rupanya bermaksud bakar singkong. Maka kedua pemuda karib itupun segera membantu si bapak. Nampak sekali mereka juga sangat ingin menikmati liburannya dengan sepotong singkong dan bereguk-reguk kopi. 
Si pemuda segera menyalakan kamera handphone-nya. Rupanya ia tertarik merekam adegan bakar singkong itu. Apalagi dalam pergaulanya dengan mahasiswa-mahasiswa kota peristiwa itu terbilang unik, jarang terjadi. Lalu beberapa saat kemudian ia bertanya kepada lelaki tua itu, “Pak, video ini akan saya upload ke media sosial, kira-kira apa judulnya?”
Si gondrong kurus langsung menyahut, “Kamu bisa pilih satu diantara dua. Tarian Singkong atau Tarian Jantan Gemulai?”

Kemayoran, 07 01 2021 
_____

Tentang Penulis: 
Gilang Teguh Pambudi, anak perkebunan dan orang radio yang seorang penyair (penulis). Tinggal di Jakarta. Lahir di perkebunan kopi di Jawa Tengah, tetapi dari masa kanak-kanak domisili di perkebunan cengkeh Jawa Barat. Mulai aktif menulis kelas  1 SMP, mulai dimuat koran sejak kelas  1 SPGN. Setelah meninggalkan kegiatan mengajar di kelas, dari tahun 1992 aktif sebagai Orang Radio Indonesia. Sebagai penyiar, jurnalis, programmer, kepala studio dan narasumber Apresiasi Sastra sampai menerbitkan buku tips sukses, Orang Radio. Puisi-puisi dan cerpennya termuat dalam berbagai buku antologi bersama selain antologi tunggal. Sebagai pembina komunitas seni banyak terlibat dalam berbagai kegiatan seni, termasuk Wisata Sastra Mingguan. Namanya termuat dalam buku Apa & Siapa Peyair Indonesia (YHPI). 
WA: 0896 4396 3809
cannadrama@gmail.com
cannadrama.blogspot.com 


 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG