Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

KEVIN CINTA, JANGAN NAKAL

Gambar
Saya termasuk orang yang senantiasa berfikir, menolak boleh nakal, teori yang banyak disampaikan oleh para-populer di berbagai media, terutama televisi. Apapun dalilnya. Meskipun bertolak dari itu seseorang menjadi sukses. Padahal suksesnya bisa jadi setelah berbalik arah dari nakal. Atau, kalaupun dengan nakal itu dia sukses. Jawabnya satu, belum kena batunya. Maka saya heran kalau ada orang sukses berkata, kenakalan itu penting. Nakal itu laki-laki. Kalau gak berani nakal, perempuan cuma di dapur ketiban penggorengan. Lalu dibukalah data-data orang sukses yang dulunya nakal. Kalau perlu sampai ke tahap popularitas Kyai yang dulunya penjahat. Walah walah. Motivasi opo? Ngeri kita ngajinya. Nanti kriminal, menipu dan korupsi itu dianggap kenakalan biasa dong. Ada artis tenar bangga dulunya termasuk gank motor yang urakan. Urakan kok bangga? Meskipun sekarang ngakunya tobat. Ada tokoh yang merasa seru kalau cerita bolos sekolah, lompat pagar, corat-coret di masa SMA. Berkah apa? Di m

PUISI DI LUAR

Gambar
Puisi memang di dalam. Di dalam tanah di dalam langit. Di dalam diri di dalam luar diri. Di dunia pertanian di dunia pabrik. Di kota di desa. Begitupun ketika sebelum tahun 2000 dulu Kepala Studio Radio Lita FM menawari saya untuk bikin dan baca puisi setiap hari untuk memasuki magrib Romadhon. Saya fikir, puisi memang di dalam Romadon, gak pernah ke mana-mana. Sehingga kalau ada suatu kaum atau sindikat yang menghina, menyiksa dan berusaha membunuh Islam, dia sudah nekad menghapus puisi Romadon. Puisi puasa. Puasanya puisi. Dihapus dari dalil universal, rahmatan lil alamin. Kasih untuk semesta itu. Maka ketika di tahun 2017 ini seseorang yang cukup dikenal di komunitas sastra, RgBagus Warsono mengabari saya, tentang akan segera terbit buku puisi, antologi bersama dengan tema 'rasa puasa', diterbitkan oleh Penebar Media Pustaka, saya sangat sukacita. Saya segera kirim dua untuk dimuat satu. Supaya nama saya tertulis di urutan penyair ke-17 dalam antologi Tadarus Puisi itu. Da

SYETAN JUMAT

Gambar
Awam yang ngerti akan menerjemahkan kata Jum'at yang biasa dipakai nama hari ke 6, kalau diurut dari Minggu sebagai hari pertama, dan Sabtu sebagai hari terakhir, adalah waktunya untuk berjamaah. Dalam puisi pendek saya, saya juga menyebut Jum'at itu pertama. Prinsipnya, berjamaah dalam sholat Jum'at. Di mesjid Jami dengan jumlah minimal, 'kotak persegi Ka'bah', 40. Tetapi jika dalam suatu kondisi tertentu 40 orang itu tidak tercukupi di satu mesjid, maka bisa dianggap sah dengan niat menunaikan semangat berjamaah sholat Jum'at. Tetapi secara implementatif dalam kehidupan sosial, prinsip sholat Jum'at sendiri adalah membawa segenap perbuatan harian kita, 24 jam perhari, sebagai perbuatan doa,  sebagai praktik nilai-nilai Jum'at itu. Perbuatan doa, atau perbuatan sholat yang dibawa 24 jam siang malam itu, artinya tidak pernah melepas semangat sholat Jum'at yang menjiwai hidup kita. Semangat berjamaah. Bergotong-royong. Sehingga ketika nasional

ANTOLOGI BERSAMA APA

Gambar
Benar! Antologi bersama atau buku kumpulan puisi yang ditulis oleh banyak orang itu seperti balairung silaturahmi antar penyair dengan penyair lain yang ada dalam buku itu, antar penyair dalam antologi bersama itu dengan para penyair yang mengoleksi bukunya, serta antara para penyair di dalam buku itu dengan masyarakat luas, pembaca dan penggemar buku sastra. Memang beda dengan antologi puisi seorang penyair. Yang di dalam bukunya hanya terdapat puisi-puisi karya seorang diri. Mana yang lebih baik? Jangan terjebak. Seolah-olah kalau seorang penyair belum punya buku antologi sendiri maka belum sah kepenyairannya. Kurang kredibel dan lain-lain. Sementara buat yang sudah punya buku sendiri, apalagi yang sudah beberapa buku boleh merasa paling eksis. Bukan begitu cara mengukurnya. Saya jadi teringat peristiwa suatu ketika. Di layar TV entah di acara apa. Seseorang menjelaskan telah menetbitkan buku. Lalu dikomentari oleh lawan bicaranya sambil nyengir agak meledek, "Yang bukunya ti

PUISI DI KORAN LOKAL?

Gambar
Kalau Anda sudah merasa menjadi pekerja sastra yang nyata di masyarakat. Pernah berkecimpung mengurus komunitas sastra atau setidaknya terlibat kegiatan-kegiatan sastra yang vital posisinya di daerah masing-masing, baik di suatu kota, kabupaten atau propinsi, berhentilah menggerutu merasa rendah diri dengan kalimat yang sering mengganggu telinga siapa saja, "Sebagai penyair tentu saja saya nulis puisi. Tetapi beberapa puisinya cuma dimuat koran lokal. Dan kebetulan satu dua sudah masuk dalam antologi bersama". Saya mau katakan, yang disebut beberapa masuk koran lokal, dan satu dua masuk antologi bersama, itu semacam tanda tangan kepenyairan anda. Bahwa kemudian anda super sibuk dengan mengurus komunitas sastra dan terlibat berbagai kegiatan sastra yang penting, itu adalah cara anda bekerja untuk sastra. Ketulusan anda. Selain yang muncul di koran dan buku itu. Terkecuali kalau yang jadi persoalan, apakah seseorang penyair itu wajib populer tingkat nasional? Dengan ukuran se

SULAP DAN PRESIDEN

Gambar
Tentu saja jauh pengertian antara sulap dan mukjizat atau karomah wali. Meskipun pada pemberitaannya bisa mirip. Saya ambil contoh, pesulap bisa memadamkan api atau lampu listrik hanya dengan mengibaskan tangan di depan penonton di atas panggung pertunjukan, para wali bisa mematikan api yang membara dalam suatu serangan musuh hanya dengan kibasan jubahnya. Meskipun begitu, sebagai bagian dari kecakapan khusus dan hiburan, sulap seperti yang dipertunjukkan oleh presiden Djoko Widodo sangatlah halal. Karena tidak ada unsur tipu menipu seperti dalam praktek penggandaan uang. Kalau dalam contoh penipuan,  masyarakat awam biasa disuruh melihat sulap uang seribu bisa tiba-tiba berubah jadi 10.000, yang 10.000 bisa berubah jadi 100.000. Bagi semua yang minat boleh ikut. Padahal setelah terkumpul banyak uangnya dibawa kabur. Apa yang dilakukan oleh presiden didampingi ibu negara di panggung Hari Anak Nasional 2017 sangat edukatif dan rekreatif. Seperti misalnya  ketika ia memperlihatkan seb

DUA FINAL PERSIB-PERSIJA

Gambar
Saya termasuk yang menikmati romantisme gila. Saya ber-KTP Jakarta dan punya keluarga di Jakarta. 5 tahun terahir juga kerja di Jakarta. Tetapi dari SD sampai kawin dan punya anak saya ber-KTP Jawa Barat. Maka di mana posisi saya di depan PERSIB vs PERSIJA? Saya bilang ke teman kerja saya, "Saya pingin PERSIB yang menang. Tetapi kalau PERSIJA yang menang saya pun ikut senang. Saya pasti akan ikut teriak, "Hidup PERSIJA!". Yang penting pertandingan seru, fair play, berkelas, dan aman. Sudah sejak lama saya melihat, setiap di Liga Indonesia berjibaku PERSIB vs PERSIJA selalu terasa seperti partai final yang sesungguhnya. Setidaknya bukan final kompetisi, tetapi saya sebut, FINAL TEORI, PRESTASI DAN GENGSI. Karena hakekat sepakbola itu 2x45 menit. Selesai. Dari kacamata olahraga, disebut olahraga 2x45 menit. Tidak pernah ada pertanyaan dalam ujian sekolah yang jawabannya  lama pertandingan normal sepakbola lebih dari itu. Itu sebabnya pelatih yang profesional dan hebat d

MENJUAL PENYAIR

Gambar
Apakah Indonesia butuh lembaga untuk menjual penyair? Bahkan ke dunia internasional? Seperti saya teringat ketika penyair Ahda Imran berucap mengomentari orasi budaya Rendra di Bandung, kita butuh 'semacam multilevel marketing'. Saya fikir pokok persoalannya terlihat sangat penting, daripada kita sekadar berfikir apa perlu semacam organisasi kepenyairan baik di tingkat nasional maupun daerah. Karena belajar dari banyak Lembaga Seni yang ada, itu sering berupa sebuah mahluk yang paling sah dengan keterlibatan pihak-pihak yang dianggap sah juga. Tidak berupa representasi geliat seni budaya yang ada, atau tidak berupa upaya membangun kesemestian geliat senibudaya di suatu tempat. Itu sebabnya banyak Lembaga Seni yang tumbuh lalu hilang atau ada tetapi tidak menunjukkan manfaat dan kemajuan yang berarti. Salah satunya ketiadaan dana yang jadi kambing hitam. Meskipun penyakitnya kalaupun ada dana, konon cuma dibagi-bagi pada sekelompok orang atau pentolan komunitas, atau malah dik

SASTRA PANGGUNG, BUKU DAN SOSMED

Gambar
Mau tidak mau, saya mengamati dengan jujur, memasuki tahun 2000, bahkan mulai terasa sebelum itu, sebenarnya terjadi pergeseran paradigma yang cukup serius pada gerakan sastra tanah air. Pergerakan itu terbukti dengan semakin hidupnya sastra panggung, buku dan sosial media. Meskipun khusus sastra sosial media baru booming memasuki 2010-an. Setidaknya itu jawaban dari semakin tidak fokusnya apresiasi masyarakat terhadap sastra koran. Apalagi dengan semakin maraknya siaran berita dan informasi di televisi yang semakin memanjakan masyarakat secara audio-visual, sampai tiap pos ronda punya TV, maka masyarakat merasa cukup dengan media itu. Meskipun tidak sedikit yang masih percaya berat kepada koran. Dan dampaknya, koran menjadi bukan segala-galanya. Apalagi ruang sastranya yang diklaim oleh pihak koran sendiri, sedikit peminatnya daripada berita. Berbeda dengan itu, panggung sastra secara komunitas di semua titik pelosok-pelosok tanah air, dari kota sampai ke daerah terpencil, malah le

PENYAIR YAYASAN HARI PUISI DAN PENYAIR RIMBA RAYA

Gambar
Penyair Rimba Raya tidak harus diartikan liar tak terkendali. Atau musuh pemerintah. Apalagi penyakit masyarakat yang doyan bikin ulah. Karena dia bisa saja seorang (berjiwa) guru, kyai, polisi, atau setidaknya orang-orang soleh. Maklum, penyair Indonesia nyari makan bukan sepenuhnya dari honor puisi tetapi dari kerja. Dari profesi. Meskipun kalau ditarik garis besarnya, tetap saja penyair itu makan puisi. Apa sebab? Sebab puisi adalah kehidupan sejatinya, kesadaran utamanya, yang melahirkan sikap-sikap, termasuk sikap mau bekerja ini-itu untuk menafkahi keluarga dan memberi santunan melalui berbagai kegiatan sosial. Penyair Kota Sukabumi, Yuniar Irawanto, misalnya, mulai rajin menulis puisi sambil menjadi pelayan toko besi. Dan nyatanya, dia mau jadi pelayan di situ sebagai kesadaran puisi. Saya yakin Mas Ahmadun Yosi Herfanda yang pernah jadi juri cerpen majalah Islami mengenalnya. Penyair Rimba akhirnya bisa menjadi alternatif sebutan, ketika mereka bakal menjadi insan terserak, s

GARUDA ASIA

Gambar
Gagal. Lumayan telak. Dari lima pertandingan hanya menang sekali. Dapat poin 3. Lebih baik dari Singapura yang berhasil dikalahkan 0-2 di laga Pamungkas. Singapura sendiri tidak pernah menang dan tidak bisa mencetak gol sama sekali dalam kompetisi ini. Itulah nasib TIMNAS INDONESIA U-15 yang di bulan Juli 2017 ini gagal mendulang sukses di Piala AFF , tidak lolos dari fase grup A, dan tidak berhasil menembus babak semifinal. Hanya bisa berharap-harap di akhir 2017 nanti bisa sukses di ajang Piala AFC U-16. Tentu pelatih, Fahri Husaini dan tim harus melakukan evaluasi serius. Australia, Thailand, Laos, dan Vietnam adalah sandungan nyata yang telah menaklukan Tim Garuda Asia U-15 itu. Istilah Garuda Asia kerap disebut-sebut oleh Penyiar Global-TV yang setia menyiarkan langsung berlangsungnya ajang Piala AFF kali ini. Memang, menurut saya gak penting untuk satu skuad pengiriman pasukan tempur sepakbola diberi nama yang bersifat umum semisal Garuda Muda, Garuda Asia, dst. Kecuali kalau

PEMANDANGAN WISATA

Gambar
Sebuah desa. Sebuah kota. Kabupaten. Sudah biasa bermaksud menjual pemandangan kepada penikmat yang lewat. Ya, minimal kepada yang lewat supaya enak dilihat. Terutama di jalur menuju ke titik wisata utama. Inginnya pasti ingin dikenang segala-galanya sebagai daerah kenang-kenangan terindah. Kalau saya ambil contoh tiga titik wisata di Purwakarta, Situ Buleud, Wanayasa dan Jatiluhur. Ketiganya masuk katagori wisata alam. Wisata pemandangan air. Kalau kita datang dari arah Bandung atau Jakarta, maka rute yang dilewati menuju ke kota Purwakarta mestilah menyenamgkan mata. Syukur-syukur terserak titik-titik strategis untuk membeli oleh-oleh khas dan lokasi khusus sekadar beristirahat. Begitupun ketika dari pusat kota Purwakarta (Taman Situ Buleud) akan menuju Wanayasa atau Jatiluhur, sepanjang rutenya harus mengagumkan. Minimal jalan rayanya, kebersihan, dan eksotika alam dan perkampungannya yang dilewati wisatawan. Kalau saya ambil satu contoh lagi titik wisata di Sukabumi adalah Pantai

NILAI BOLA MUKA BOLA

Gambar
Ini yang saya maksud. Berkaca pada pengalaman negara-negara yang menonjol, maju dan populer sepakbolanya  semisal Jerman, Belanda, Inggris, Spanyol, Itali dll. Sebuah klub akan sangat terpromosikan ketika masih tampil di liga. Asal masih berputar-putar di situ. Bahkan terkenal nama asal atau nama kotanya. Tak perduli tim itu di klasemen atas, tengah, maupun papan bawah sekalipun. Pengalaman Kamis,  13072017 , ketika presenter TV menyebut-nyebut sebuah tim raksasa sedang berhadapan dengan tim papan bawah, tim urutan satu melawan kesebelasan urutan terakhir, PSM Makasar berhadapan dengan PERSIBA Balikpapan, rasa saya sebagai penonton di depan tv sangat antusias. Ini tontonan langka yang penuh tanda tanya. Apakah yakin PSM bakal menang? Bagaimana kalau dipermalukan kalah? Apa PERSIBA bakal main ngotot? Bagaimana jika mereka malah mampu mengalahkan si rengking satu? Gila! Pertandingan berjalan seru banget. PERSIBA sangat ngotot, sampai bisa bikin gol tunggal di babak pertama. Siapa nyan

JANGAN ATAU ROBOHKAN PATUNG?

Gambar
Siapa bilang merobohkan patung itu dilarang. Baik untuk diganti sesuatu karya yang lain atau di lokasi itu ditanami pohon, atau dibuat perkantoran, jalan raya atau pusat perbelanjaan sekalipun. Siapa bilang patung tidak boleh dirobohkan? Tetapi urusan merobohkan atau meniadakan patung ini bisa sangat memprihatinkan, apalagi yang punya nilai historis dan menjadi penanda kota yang kuat. Untuk itu butuh cara-cara yang tidak cuma sesuai aturan, juga  bijak. Banyak teman di media sosial facebook  sudah menyebut, mulai soal perobohan patung di Purwakarta dulu, sampai patung di Bandung dan Pangandaran. Soni Farid Maulana, Acep Zamzam, Hermana HMT, Gusjur Mahesa, Ayi Kurnia Iskandar dan banyak lagi. Tetapi selalu harus dimulai dari kesadaran intelektual dan kearifan. Sebenarnya merobohkan patung itu halal. Ini bukan dalam kontek semisal Nabi Ibrahim merobohkan patung. Itu soal lain. Itu bagian dakwah: jangan menyembah patung yang sama sekali tidak bisa memberi apa-apa. Bahkan, ini bahkan,

INDONESIA MEMANG BUTUH PUISI PENDEK

Gambar
sekarang saya kembali membaca sejumlah puisi pendek, dan ingin membukukannya; untuk ulang tahunmu, Hen. Bangun tidur siang di hari Minggu, 09-07-2017 saya menemukan tulisan itu di media sosial Facebook. Ditulis oleh Soni Farid Maulana. Ketertarikan saya mungkin sederhana. Tapi jelas sangat tertarik. Pada frase, puisi pendek. Ternyata dia suka juga menyebut istilah puisi pendek. Belakangan ini ketika dunia sastra Indonesia, terutama yang marak di media sosial, sangat sibuk dengan haiku, yang saya sebut bagian dari puisi Indonesia tetapi mendapat pengaruh sastra Jepang itu, nampaknya wacana puisi pendek Indonesia di luar haiku sangat sepi. Untuk itu ketika di sana-sini menjamur grup haiku saya merasa perlu mensyukuri itu dengan membuat grup khusus, puisi pendek Indonesia. Setidaknya suasananya bisa menjadi cair. Tidak melulu fokus pada pengaruh sastra Jepang semata, yang di dalamnya tetap tidak menolak haiku. Bisa apa saja, asal puisi pendek Indonesia. Puisi pendek Indonesia adalah

MINGGU BEDA

Gambar
Ini tulisan hari Minggu. Gak perlu saya wisata. Dua Minggu berturut-turut sudah tiga tempat terdekat dikunjungi. Berkah libur panjang lebaran. Sekarang saatnya bikin pintu rumah dan tatakan panci. Andapun di Syawal ini pasti banyak yang di rumah saja. Paling-paling muter-muter sebentar nyari angin Minggu, penjeda rutinitas. Atau kalau yang lokasinya di desa, nongkrong di gubuk sawah atau di kebun ngilangin penat. Tapi Minggu bahagia ini bisa saja jadi Minggu beda. Iya kan? Meskipun tulisan saya di  cannadrama.blogspot.com  atau ulasan saya selama ini di radio-radio bersifat bulat utuh persegi Ka'bah tetapi kan ada saja yang tetap melihatnya sebagai persepsi garis miring. Padahal ketika saya sebut daun, saya sedang menyebut oli dan kertas sekolah. Kalau saya sebut cinta saya bicara politik dan kerasulan. Ketika saya bicara air, saya menyebut bulan dan kebisingan ruang pandai besi. Ketika saya bicara jilbab saya cuma berdalil halalnya hidup halal. Karena itu saya jadi juri teater, j

HOAK AGAMA INTERNET?

Gambar
Jangan belajar agama dari internet, ini jelas kalimat hoak yang lama berbahaya disebarkan melalui berbagai media massa. Jelas hoak. Dan yang menjadi korban dari kalimat itu lebih dari 50% bangsa Indonesia yang tidak melek komputer dan internet, ditambah yang melek komputer dan internet tetapi mengamininya dengan dalil memang banyak tulisan yang menyesatkan di internet. Biasanya kalimat, jangan belajar agama dari internet itu dilanjutkan penjelasan, belajarlah dari guru. Sesungguhnya inti permasalahannya adalah kegelisahan terhadap sisi salah atau sisi bohong dari tulisan, rekaman audio, dan siaran audio-visual di internet. Kalau ini permasalahannya, berarti mempelajari hal-hal benar di internet bahkan berhukum wajib. Kebalikan dari itu, mempelajari hal-hal salah dari internet untuk menjadi salah (berdosa) adalah haram. Sebenarnya di dunia buku pun mengalami itu. Meskipun sudah ada pengawasan sekalipun. Apalagi pencetakan, penerbitan dan peredaran buku lebih lambat daripada kecepatan on