Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

SAYA PANCASILA

Gambar
Semoga bukan kesombongan. Melainkan kebanggaan. Kalau saya menyatakan hal viral di tahun 2017, saya Pancasila. Pernyataan yang tiba-tiba menjadi urgen karena banyak cobaan telah dilalui bangsa Indonesia. Mencintai Pancasila sejak masa sekolah, itu kenangan saya. Bahkan meskipun belakangan ada kritik tajam karena faktor tafsir tunggalnya yang justru bisa mengekang kebhinekaan, saya sesungguhnya sangat mencintai mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) semasa sekolah. Mengapa? Karena mata pelajaran itu yang mendetil bicara menjadi pribadi berpancasila. Eksistensi yang diakui oleh kaum terdidik. Tentu selayaknya pelajar pada umumnya, saya menyukai beberapa pelajaran favorit. Bukan karena gurunya. Tetapi karena rasa untuk mengikutinya sangat cocok dengan hati. Beberapa pelajaran yang sangat saya sukai misalnya, matematika, bahasa dan sastra  Indonesia, Ilmu Keguruan, dan senibudaya. Bagaimana dengan Anda? Bahkan kesukaan pada Pendidikan Moral Pancasila, terbawa secara formal ke t

SIAPA YANG MENJADI TUHAN?

Gambar
Saya gak ngerti mengapa waktu mau naikin tulisan ini di status Facebook muncul tulisan, tulisan ini tidak bisa dikirim, diblokir, katanya karena mengandung konten yang tidak bisa dinaikkan. Sampai tiga kali. Bagaimana menurut Anda? SIAPA YANG MENJADI TUHAN? Akhirnya tudingan itu jadi menohok hati. Dari siapapun. Termasuk dari Afi yang tiba-tiba viral itu. Dia 'mengucapkan' kalimat yang sudah jadi umum, "Boleh membela kebenaran agamanya masing-masing, tetapi jangan menjadi Tuhan". Padahal menjadi Tuhan itu tidak ada. Islam tidak mungkin mengajarkan itu. Tetapi masih ada satu hal, mengucapkan kalimat Allah, karena kita di muka bumi, sebagai hamba-hamba Allah 'diutusnya'. MewakiliNya mengucapkan, menyampaikan, dan mengamalkannya dengan yakin. Yang jadi soal sebenarnya, kalau kita mengucapkan kalimat Allah, mewakili Allah, menyebarkannya, tetapi dengan tafsir sepihak yang tidak rahmatan lil alamin. Kalau ini kasusnya, justru bukan menjadi Tuhan, malah seperti

BANGGA PAWONMAS

Gambar
Tulisan ini berjudul Bangga PAWONMAS karena posisinya saya nyawang PAWONMAS. Soal keberadaan, posisi dan fungsi organisasi, komunitas, forum silaturahmi dan lain-lain sudah sering saya tulis di media sosial. Tiada lain, sebagai bagian dari komunikasi efektif saya dan teman-teman yang menggunakan media yang sama. Sehingga tidak penting menjawab, mengapa tidak menggunakan media lain untuk menulis hal-hal itu? Tidak perlu sama sekali. Tentu, semua prinsip yang sudah saya paparkan itu pula yang menjadi enerji universal yang saya bawa pula ke dalam forum organisasi PAWONMAS (Paguyuban Wonogiri Manunggal Sedya). Tiga hal bisa saya kedepankan sebagai hal membanggakan dalam hubungan saya dengan PAWONMAS: KELUARGA WONOGIRI Saya tentu merasa keluarga Wonogiri. Setidaknya alm. mertua saya, yang mengakhiri hidupnya di Jakarta semasa masih jadi ketua RW itu adalah asli Wonogiri. Saya kenal dia sejak  masih remaja. Karena meskipun saya kerja dan domisili di Bandung, tetapi setiap saat berkunjung

DAYA MENULIS

Gambar
Daya menulis di kalangan para penulis. Sebut saja novelis, cerpenis, penyair, pupenis, termasuk juga para penulis artikel, biasanya muncul setidaknya karena dua hal. Hal pertama. Muncul dengan sendirinya. Spontan. Pada waktu yang tak diduga-duga sebelumnya. Bahkan kadang-kadang membuat penulisnya tercengang. Ia merasa telah melahirkan karya yang baik pada momen yang tepat, yang tidak direncanakan. Bahkan kadang-kadang heran, mengapa sebuah karya panjang yang biasanya butuh waktu lama, kali itu seperti mengalir deras dalam waktu singkat. Saya sendiri waktu umur baru tamat SMA, bisa menulis sebuah novel 100 halaman HVS dalam waktu 6 hari. Padahal waktu itu masih pakai mesin tik, belum komputerisasi. Meskipun kemudian naskah itu hilang karena saya tidak terlalu perduli. Tidak merawatnya.  Mengingat temanya terlalu remaja. Saya tidak tertarik. Tetapi setidaknya, itu garis penegas. Bahwa tiba-tiba hasrat kita bisa saja langsung ingin menulis. Tanpa ampun, tanpa basa-basi, malah memuaskan

PENYAIR MEDIA SOSIAL

Gambar
WAKTU      Waktu seperti bunyi pucuk cemeti pawang kuda lumping                     udara terluka di lapis pertama.  Malam menuju dinihari yang dalam Gerangan isakmukah yang  mendahului bunga belimbing warna marun berjatuhan ?              Gerangan kilau  air matamukah di ujung  sajadah sebelum cahaya Jakarta, 12/05/2013 Puisi Herman Syahara di media sosial facebook Penyair Media Sosial (sebutan bagi penyair yang memanfaatkan ranah medsos untuk berekspresi dengan puisi-puisinya), Herman Syahara, yang puisinya saya lihat bertaburan di facebook menulis status: Saya faham sastra(wan) fb dinilai rendahan, karena "penyair benaran" hanya menjadikan fb untuk laporan puisi yg sudah dimuat koran. Lalu saya komentar singkat: Penyair itu cuma titik arah telunjuk peristiwa kepenyairan, lain tidak. Dia pun nampaknya tergelitik: Boleh sedikit elaborasi maksudna, Kang Gilang? Begini saya noroweco (berucap spontan melalui tulisan): Singkatnya. Penyair sejati itu cuma hadir, atau terpaksa,

TRAGEDI TURUN MINUM

Gambar
Pribadi Nusantara, kita sampai tidak ingat, sejak kapan mengenal istilah turun minum. Biasanya istilah itu dipakai untuk menyebut petani yang istirahat dari kerja sawah atau kebun untuk makan minum sejenak sebelum kerja lagi. Begitu pula berlaku pada pemain sepakbola ketika merehat babak pertama sebelum masuk babak kedua. Atau tentara yang menyudahi latihan rutin yang selalu berat. Ya. Turun minum diartikan waktu jeda. Baik di tengah kesibukan atau melunasi kerja harian dengan pulang, sebelum besok sibuk lagi. Seolah-olah hidup ini memang definisinya kerja. Turun minum hanya istilah untuk recovery. Pemulihan enerji sejenak. Sebab kunciannya justru sibuk itu. Betapapun orang bijak terpaksa berwasiat, nikmatilah sibuk harian itu sebagai wisata yang tak pernah selesai. Dalam lagu Jawa karya Ki Narto Sabdo, Prau Layar. Anggap saja kesibukan itu seperti wisata liburan di pantai yang indah, bergoyang bersama riak ombak berkilau di atas perahu, tetapi nyiur hijau selalu mengingatkan hari sore

KEMBALI KE JAKARTA - Koesplus (Tafsir Bebas)

Gambar
(catatan Gilang Teguh Pambudi, Mei 1998 di acara Apresiasi Seni Radio Lita FM Bandung) Di sana rumahku (Indonesia) Dalam kabut biru (berduka dalam potensi yang melimpah tetapi sia-sia) Hatiku sedih Di hari minggu (di saat harusnya hari sejahtera dan bahagia, menikmati libur keluarga dan berwisata, atau menikmati hari-hari sibuk kerja layaknya liburan) Di sana kasihku (Indonesia) Berdiri menunggu Di batas waktu Yang telah tertentu (dalam naptu, dalam takdir Allah yang tetap,  tidak bisa dimaju-mundurkan) Ke Jakarta (Indonesia) aku kan kembali Walaupun apa yang kan terjadi (selama masih dalam rahmat Allah) Pernah ku (sebagian masyarakat Indonesia) alami Hidupku sendiri (terkucil dan serba salah) Temanku pergi Dan menjauhi (terjadi disintegrasi sosial) Lama ku menanti Ku harus mencari (menemukan jawaban Tuhan, bersatu dalam kesetiakawanan sosial) Atau ku tidak Dikenal lagi (tidak disebut sebagai bangsa Indonesia, atau lebih buruk dari itu, tidak disebut dalam Kitab Suci

MENCINTAI BIRAHI CINTAKU

Gambar
Tulisan pendek ini nyelip di emailku. Tulisan lamaku. Kufikir perlu. Pria bisa birahi melihat wanita, disebut pembawaan normal, karena ia mencintai dirinya, tubuhnya, kebutuhannya, harga diri, kecantikan dan wanginya. Hidup berorientasi pada komitmen cinta, perkawinan dan kelahiran. Meskipun tidak semua pasangan bisa punya anak, atau tidak mau punya anak karena kondisi tertentu. Ada juga yang takdirnya belum nikah atau bahkan tidak nikah seumur hidup, tetapi jiwanya mendukung cinta, pernikahan dan beranak cucu. Secara humanisme-universal (rahmatan lil alamin) mereka inilah para moyang, ruh cinta dan penciptaan, karuhun, yang melahirkan para nabi, para wali, ulama-ulama soleh, pribadi-pribadi penuh manfaat. Sebagai (masyarakat) orang tua, ibu atau ayah masa depan. Penyelamat kehidupan. Sebab tak ada manusia yang tidak dilahirkan. Adam sekalipun. Adam artinya awal manusia. Sebab. Ketiadaan yang mulia adanya, alamat manusia, mewujud, menjadi ada. Sekali lagi, menjadi ada. Tapi siapa

UMUR KEPENYAIRAN

Gambar
Untungnya umur kepenyairan sejati itu gak punya pensiun. Bahkan melewati batas kematian penyairnya. Begitulah hukum alam. Bahkan ketika ada upaya sistematis untuk mematikan daya dan pengaruh kepenyairannya sekalipun. Itu kalimat Allah. Ada dalam titik-titik peta Kitab Suci yang terserak. Sehingga sejarah selalu menemukan konsensus alamiah  kepenyairan itu, baik ketika Sang Penyair masih hidup, maupun setelah mati. Kalau beberapa pihak menyebut, "Kamu habis! Tak ada lagi kepenyairannya! Tak ada logika untuk kesenimanmu. Hak hidup sudah mati". Maka kalimat itu justru akan menjadi peluru terbalik. Menembak para-pihak itu. Sebab pada waktunya, kepenyairan semaksimal mungkin bisa eksis setelah melewati pintu dengan senjata berpeluru sengit dan keji seperti itu. Kepenyairan dan puisi tentu tidak melulu bahasa koran. Sebab di depan koran yang tidak punya rubrik puisi dan cerita pendek, mereka yang cenderung seperti itu mati kutu. Bahkan kalaupun ada satu-dua koran yang masih puny

MENCARI PEMIMPIN PEMBANGUNAN DUNIA DAN AKHIRAT

Gambar
Ini komen saya atas tulisan Kang Aan Merdeka Permana, yang menulis status di media sosial Facebook, yang intinya soal pemimpin yang menjanjikan sukses pembangunan dunia dan akhirat. Saya membuat komentar: Sayangnya pendekatan relijiusitas atau mistisisme Islam sering dikecilkan. Dianggap tidak menyelesaikan. Kadang maknanya yang tinggi dan luas malah direduksi oleh oknum 'muslim'. Saya mau bilang. Dunia itu, detik terakhir setiap dari tarikan nafas dan gerak tubuh kita, ketika segala kemungkinan terjadi. Disitu pahala dan dosa bisa bergumul menakutkan. Akhirat (akhir/paling akhir/segala akhir) adalah setiap detik akhir nafas-nafas dan gerak kita, ketika di situ hidup kemuliaan yang membahagiakan diri dan memuaskan karena menyelamatkan orang banyak. Betapapun pada detik-detik terakhir itu kita sedang berbaring sendirian. Tak ada yang jadi korban. Siapapun. Kecuali yang sedang menerima azab. Bahkan tak ada 'kekejian doa'. Ibarat peristiwa minum. Dunia adalah saat, de

26. ORANG RADIO INDONESIA 0251-0260

Gambar
0251 POLITIK TPS (Tips Untuk Orang Radio Sukses) Apakah Anda Penyiar dengan model Politik TPS? Merasa punya hak pilih, bahkan menggunakannya pada hari H pencoblosan, tetapi tak seorang pun boleh tahu. Mungkin ada juga yang pakai alasan pragmatis, biar di radio nampak netral. Padahal profesi Penyiar itu selalu netral, kecuali kecenderungan pribadinya. Kecenderungan pribadi ini akan nampak lebih menonjol di radio komunitas tertentu. Kalau saya pribadi sejak melek PEMILU tahun 90-an, semua orang yang ketemu saya bisa tahu. Karena saya biasa pakai atribut partai dan 'ikut ramai'. Tidak menyimpan pilihan politik di dalam TPS. Selama di radio pun begitu. Di lapangan orang tahu, saya pernah PPP, pernah PAN, pernah PDI-P. Masabodoh saja. Toh ada undang-undangnya. Kalau ada yang tanya, "Tapi kemarin ngisi suara iklan partai Anu ya?" Saya jawab, "Itu kewajiban kerja. Suara standar. Kerjasama radio dan marketing memang bisa begitu". Untungnya saya tidak pernah jad

CARA BACA RAHASIA KEHIDUPAN

Gambar
Kau bilang Al-Qur'an cuma buku. Cuma kitab. Disamakan dengan semua buku yang kau sebut karya 'orang pintar'. Disebut kitabullah hanya karena menyebut-nyebut Allah. Padahal tahukah kamu satu hal rahasia, cara baca kelengkapan iman? Cara baca kelengkapan keselamatan (ISLAM)? Ya, itu, cara baca kelengkapan iman-Islam. Sementara kelengkapan iman-Islam itu hanya Allah yang sanggup menulisnya. Kalau kau alergi dengan sebutan Islam, meskipun kau sendiri bisa saja seorang muslim, itu karena kau samakan nama Islam dengan nama partai atau organisasi. Bahkan 'nilai politis', hikmah dan kebijaksanaan di dalam Islam itu, yang bermuatan strategi memanusiakan manusia secara manusiawi dengan Rido Illahi, malah kau tafsirkan melulu sebagai politik partai atau gerakan kemenangan semu sekelompok partai. Bukan kesadaran kemanusiaan. Kamu salah ngaji. Atau datang kepada guru ngaji yang salah. Atau sebaliknya kamu dapat kabar dari para-pihak yang tidak tahu iman-Islam sama sekali. Kamu

PUISI PENDEK MEMANG MIRIP HAIKU

Gambar
Ketika grup media sosial Facebook meminta penambahan keterangan untuk grup Puisi Pendek Indonesia yang saya buat, saya menulis begini: Puisi pendek Indonesia. Puisi sekali baca dalam setarik nafas. Khazanah sastra Indonesia. Tradisi kreatif dari sastra tulis dan sastra lisan yang serba pendek di Nusantara. Baik dari tradisi sastra yang berbahasa daerah, berbahasa Melayu sebagai cikal bahasa Indonesia, maupun berbahasa Indonesia. Mirip dengan haiku di dalam sastra Jepang.  Tetapi haiku berbahasa Indonesia yang bukan terjemahan dari sastra Jepang adalah, puisi pendek Indonesia. Gilang Teguh Pambudi Cannadrama.blogspot.Com

HAIKU JENUVEM EURITO, HAIKU ALA TIMOR LOROSAE

Gambar
Berikut ini beberapa  puisi pendek Indonesia karya Jenuvem Eurito, yang dikirim ke grup facebook, Puisi Pendek Indonesia.  Dengan tema, Haiku Ala Timor lorosa'e. Tetapi pada tiap kiriman puisinya tidak disertai penjelasan soal penyertaan bahasa lain dalam puisi-puisinya ini. Sebab jika puisi-puisi ini dibuat pertama kali dalam bahasa Indonesia, tetapi disertakan pula terjemah dalam bahasa Timor Lorosa'e, maka itu puisi pendek Indonesia. Tetapi kalau sebaliknya. Justru pada awalnya berbentuk haiku berbahasa Timor Lorosa'e yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sebab kemampuan penyair dalam berbahasa Indonesia. Maka ini bukan puisi pendek Indonesia. Bukan haiku Indonesia. Melainkan haiku Timor Lorosa'e.  Semisal haiku dari sastra Jepang yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka itu khazanah sastra Jepang. Tidak masuk katagori puisi pendek Indonesia.  Tetapi setelah puisi haikunya dinaikkan di Cannadrama.blogspot.com ia menjelaskan bahwa justru dia menuli

LEO KRISTI MENINGGALKAN KITA?

Gambar
Lirik Lagu Gulagalugu Suara Nelayan Ber-ayun2 laju... perahu Pak Nelayan Laju memecah ombak... perahu Pak Nelayan {Buih-buih memercik di kiri-kanan} 2x... peraaahuuu… Lihat-lihat nelayan rentang jala pukat Tarik-tariklah tambang... umpan sudah lekat {Ikannya melompat-lompat} 2x... riang riaaa… Jauh di kaki langit terbentang layarmu Kadang naik... kadang turun... dimainkan oleh ombak Badai laut biru Gulagalugu suara nelayan... ber-ayun2 laju... ber-ayun2 laju… Gulagalugu suara nelayan... ber-ayun2 laju... ber-ayun2laju… [[musik]] Berayun ayun laju perahu Pak Nelayan Laju memecah ombak perahu Pak Nelayan {Buih-buih memercik di kiri-kanan} 2x... perahuuuu… Jauh di kaki langit terbentang layarmu Kadang naik... kadang turun... dimainkan oleh ombak Badai laut biru {Gulagalugu suara nelayan... ber-ayun2 laju ber-ayun2 laju} 3x Laylaylaylaylaylaylaylaylaylay laylaylay…3x Hmmm…. Gulagalugu Suara Nelayan. Ini lagu yang sering saya putar di radio selama membaw

SAYA ISLAM ATAU ISLAM SAYA

Gambar
Kalaupun saya lahir di Swedia atau Belanda yang kebetulan dari keluarga Yahudi atau Nasrani, saya pasti akan dibuat penasaran oleh Allah tentang kebenaran agama saya. Itu logika iman. Universal. Bahkan di dalam Islam, sejak usia 20 tahunan, saya pernah melakukan itu. Saya gak butuh agama warisan. Yang saya ikuti karena agama bapak, ibu, atau kakek-nenek saya. Saya butuh agama yang sesungguhnya. Kalau Islam salah, saya mutlak wajib keluar. Masabodoh disebut murtad dan kafir. Dan apa hasilnya? Hasilnya ......... gilang gemilang! Saya tetap Islam. Selain hatam Al-Qur'an saya juga hatam Injil. Bahkan ketika saya semakin paham Al-Qur'an, sayalah yang merasa menerima Wahyu itu. Saya tidak sedang membenarkan. Tetapi kebenaran demi kebenaran itu terus datang kepada saya berupa Al-Qur'an. Saya yang harus bertanggungjawab atas penerimaan kebenaran itu. Sesungguhnya Allah saja yang sanggup, dan Maha Penanggungjawab. Dan Allah Maha Menyaksikan setiap jiwa yang terbuka atas firman-fi

GENERASI GAGAP KITAB

Gambar
Saya orang Islam. Biasa melihat dari sudut pandang Islam. Menemui pencerahan yang Islami. Dalam segenap hal. Meskipun saya juga mengritik para-pihak, kenapa mesti anti tafsir di dalam Islam? Menyebut sesat segala karena beda oendapat. Padahal sama-sama Islam. Itu malah disebut, berkitab tetapi menolak isi kitab. Jahat kepada Allah namanya. Bagaimana kalau yang gagap itu semisal aparat penegak hukum? Bisa-bisa ada yang akan jadi korban penerapan hukum secara tidak adil karena perbedaan sudut pandang. Yang rancu pada pelantikan Kepala Daerah. Dilantiknya pakai Kitab Suci di atas kepala. Bukan hal sepele. Saksinya para malaikat Allah. Tetapi, ketika ada perbedaan tafsir kitab (tafsir agama) di tengah masyarakat tidak bisa menengahi. Hanya cenderung pada kecenderungannya sendiri saja. Itu namanya mengingkari sebagian isi kitab yang dipakai menyumpahnya. Maka saya bilang, pimpinan masyarakat itu harus orang pinter. Jangan mahluk ecek-ecek. Bukan orang yang secara kulit dianggap relijius,