Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

ngopi puisi PAS

Gambar
PAS setelah mengukur lingkaran bola penjahit itu membentangkan kain sepanjang Indonesia dari ujung barat sampai ke ujung timur lalu bilang, "Pas!" Kemayoran, 24 08 2018 ------- *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari 36 puisi bola (sehimpun puisi bola), Buku Dinding Puisi, catatan ke 89, Penerbit J-Maestro. #NgopiPuisi #NgopiPuisi026 #PuisiGilangTeguhPambudi

ngopi puisi TARIAN BURUNG SORE

Gambar
TARIAN BURUNG SORE  lihatlah yang setia mengepakkan sayap sesekali seperti meluncur saja dan kita tiba-tiba menjadi barisan tegap burung-burung itu di senja sebelum pulang di keteduhan dan kemesraan bergerombol wajah-wajah jingga sempurna rambut dan kerudung yang mengembang melukis potret diri untuk digalerikan di langit memenuhi janji para malaikat yang segera akan mengunjunginya sambil sesekali menukik  membaca kemungkinan santapan pulang kita pastikan di setiap ketinggian terbang tak ada formasi dan kecepatan yang menyesatkan meskipun tak ada terbang yang damai kecuali diikuti sajak-sajak air mata air mata pertobatan air mata kesedihan  air mata ketakutan air mata kesukacitaan fiuuuhhh fiiuuuhhh kita meluncur, meluncur kita mengepak, mengepak gerombolan jingga menikmati mesra mandi matahari, mandi cahaya dipanas-lembutkan cakarnya agar nantinya  burung malam mencengkram dahan sempurna Kemayoran, Sabtu, 22 12 2018 ------- *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari buku antologi puisi TAGAR

ngopi puisi MEMETIK CAHAYA MATAHARI

Gambar
MEMETIK CAHAYA MATAHARI matahari hangat di punggung pagi berbelok-belok dalam pandangan yang lurus jauh aku terbang dalam nyanyian kekasih kali ini belum terdengar lagi ejekan-ejekan yang mungkin sedang sempurna malasnya dari para pengumpat cinta para penentang kemuliaan di beranda rumah bertaman seseorang memberi makan dua kucingnya yang lucu-lucu hingga aku mengeong manis dan hangat memetik cahaya matahari dan menjentikkanya ke arah bunga-bunga pagi ini tidak terlihat kejar-kejaran seperti malam kejam kemarin ketika beberapa lelaki menembakkan senjatanya sambil berteriak, "Kebaikan hanya untuk kepedulian kalian. Sebab tanpa itu, kami para pemangsa!" lalu mereka lemas diringkus polisi Kemayoran, 29 04 2019 ------- *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari antologi bersama Erupsi Jiwa, penerbit Ahsyara #NgopiPuisi #NgopiPuisi024 #PuisiGilangTeguhPambudi

ngopi puisi DI TAMAN TVRI JAKARTA

Gambar
DI TAMAN TVRI JAKARTA Bu, aku harus baca puisi Hijriah aku mau senang-senang dengan cara penyair bersama anak-anak yatim coba kau videokan, Bu seperti apa wajahku dan wajah anak-anak dalam kamera yang dipenuhi puisi sebab apa guna literasi tanpa sukacita peristiwa gembira dan tanpa maksud yang tersampaikan padahal mereka adalah masa depan tahun-tahun Hijriah Kemayoran, 2019 ------ *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari Buku ZIRA (Planetarium Cinta), penerbit J-Maestro #NgopiPuisi #NgopiPuisi023  #PuisiGilangTeguhPambudi

ngopi puisi YANG LUPA

Gambar
YANG LUPA tentu ada yang lupa kapan terakhir Arjuna kehujanan bersama busur panahnya yang hangat kopi masuk ruang kosong yang tak punya perempuan Kemayoran, 04 2018 ------- *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari antologi bersama Tentang Hujan, Kita, dan Pulang, penerbit FAM Publishing #NgopiPuisi #NgopiPuisi022  #PuisiGilangTeguhPambudi

ngopi puisi SATRIO PININGIT

Gambar
SATRIO PININGIT (1)  kamu cari-cari sampai ke dalam suara Kenari masih setia curi-curi pesan lagu Turi tidak habis cara-cara mahkota bersuara depan rumah raja dia cari-cari juga lewat suara Kenari masih soal curi-curi langit menaungi Turi tak putus cara-cara ke rumah raja menjual mahkota di sebelah mana titik temu, katamu tempat pertemuan para tamu yang merunduk di tujuh pintu pada waktu yang tak mau menunggu di mata terbuka hidayah raja di bumi terluka langit pun murka dari tujuh pintu memancar cahaya api keadilan mengangkat senjata kau sibuk mencari ratu saat dia menjadi kamu kecuali kalau kamu hantu tidak tahu arah menuju Kemayoran, 24 Juli 2018 ------ *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari antologi puisi tulis tangan Satrio Piningit, penerbit Penebar Media Pustaka. #NgopiPuisi #NgopiPuisi021  #PuisiGilangTeguhPambudi

ngopi puisi MENYONGSONG MUSIM

Gambar
MENYONGSONG MUSIM  ke dalam daun  aku menemui zikir  fotosintesis sunyi  dalam yang teduh  mengembang rimbun  menyemai kedamaian  yang selalu menakjubkan  sementara batang daun  setia menyangga takdir  sampai gugur melayang  menyongsong musim  (aku menyusun nisan adab abadi) Kemayoran, 16 10 2018 ------ *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari antologi JALAK (Jakarta Dalam Karung), penerbit J-Maestro #NgopiPuisi #NgopiPuisi020 #PuisiGilangTeguhPambudi

ngopi puisi YANG DITUNGGU WAKTU

Gambar
YANG DITUNGGU WAKTU siapa yang akan kau datangi saat rindu memuncaki hati kecuali yang tercinta saja yang alamatnya paling surga kepada siapa kau akan kembali saat rindu mengenang perjalanan diri tentu tak perlu membelah hampa dunia mencari siapa paling rakus kuasa hidup cuma mendermakan diri kalau berarti kita bisa mengerti begitulah guna pertemuan-pertemuan menyemai keselamatan kesejahteraan kalau kesetiaan tak ada yang menemui tenang damailah, sampai ada yang kembali kita teruskan saja memintal cahaya menghangati malam karena setiap jiwa-jiwa terkasih seluruhnya sudah terpilih bahkan waktu pun setia menunggu sampai api asmara berpadu sumbu tumpah-ruah rasa saudara harubiru mensyukuri rindu seluruh hati kasih berkasih tak ada nyawa yang sia-sia malaikat-malaikat meminang siang meminang malam bulan, bintang, dan matahari disulam pada luasnya semesta sajadah Kemayoran, 26 05 2019 Ramadan 1440-H ------ *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari antologi Berbagi Kebahagiaan, penerbit Penebar Me

ngopi puisi STAY AT HOME

Gambar
STAY AT HOME aku naiki piring dengan sendok dan garpu mendayung laju pulau beribu  mengarungi lautan berita "Hati-hati virus corona!" setelah minum vitamin harian sembunyi dalam masker yang membekap lagu-lagu maaf, dalam wangi sabun tangan aku juga jaga jarak seperti pada kesepakatan yang sudah diumumkan negara di dalam piring aku terombang-ambing mengikuti liukan kain bendera juga saat hujan badai   sendirian, juga tanpa kekasih memetik sebanyak mungkin buah zikir memahami lagi prinsip orang baik selamat lahirbatin dimulai dari diri sendiri Kemayoran, 29 03 2020 ------ *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari antologi Corona, penerbit Penebar Media Pustaka #NgopiPuisi #NgopiPuisi018 #PuisiGilangTeguhPambudi

ngopi puisi DI BALIK MATA ANGIN HARIAN

Gambar
DI BALIK MATA ANGIN HARIAN pohon yang tumbuh di atas peraturan daerah hidupnya seperti apa? akar, daun, bahkan buahnya seperti apa? sebab politik disebut-sebut sering menjadi bencana  seperti saat hilang separuh paru-paru kota karena peraturan dan politik membenarkannya sementara semak dan kekumuhan di atas tanah-tanah sengketa di tujuh penjuru kota  bisa bertahun-tahun menjadi hiasan memalukan memilukan yang juga dibenarkan undang-undang atau limbah-limbah beracun menguasai sungai karena keadilan dan politik malu-malu atau terpaksa mau menunggu waktu dan kita memang hidup di dalam undang-undang sambil terus mempertanyakan, keadilannya punya siapa?  lalu kita berkaca pada undang-undang itu dan politik kekuasaan yang terus mengikutinya, seperti apakah wajah kita dalam cetakan? seperti apa postur dan tinggi badan kita cara jalan dan ketajaman mata batin kita dalam haru-biru politik yang minta dimenangkan? bahkan ibadah-ibadah kita totalitas penyerahan diri kita tafsir-tafsir lurus yang t

ngopi puisi SAJAK DI ATAS MEJA

Gambar
SAJAK DI ATAS MEJA aku lihat dia ketawa Indonesia pecah airmata dangdutnya sampai ketahuan juga sesungguhnya dia sedang tidak bisa ketawa aku merasakan goyangan pinggul luka-luka merobek panggung menjadi dua bahkan tiga antara sakit hati dan sesungguhnya menari sajak di atas meja dibicarakan kaki di bawah meja digigit ular jalan kesejahteraan dipertaruhkan disebut proses kalau kesasar-sasar Kemayoran, 06 11 2017 ------ *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari buku antologi bersama Indonesia Lucu, penerbit Penebar Media Pustaka.  #NgopiPuisi #NgopiPuisi016 #PuisiGilangTeguhPambudi

DINDING PUISI 224

Gambar
Sebagai manusia teater, saya sering bilang bahwa baca puisi di panggung adalah bagian dari pertunjukan teater. Meskipun kita sayangkan, tidak sedikit pembaca puisi yang awam teater sehingga gaya baca dan gregetnya kurang optimal.  Hal kecil yang paling mencolok, pada manusia teater ketika kepleset baca teks puisi, pasti akan dikondisikan selayaknya kewajaran, bahkan secara reflek tidak cuma diusahakan biar gak salah fatal, kalau perlu malah mencuri tambahan keuggulan. Selayaknya orang berbicara, kadang tersekat atau tergagap. Tapi pada mereka yang awam teater, kepleset baca sungguhlah menyiksa, bahkan sering jatuh PD-nya sampai ke kolong panggung. Bagi para juri yang sudah berpengalaman pasti sering menemukan kasus begini di arena lomba. Apakah ini artinya setiap pembaca puisi mesti berteater? Gini. Lebih tepat disebut, ini kebutuhan dunia pendidikan. Bahwa pengenalan teater mesti sejak dini. Selayaknya kita diperkenalkan pada menggambar dan mewarnai. Dan untungnya kesadaran ini sudah

DINDING PUISI 223

Gambar
DINDING PUISI 223 Pada awalnya saya baca bukunya penyair seksi Mustofa Bisri. Di belakang kumpulan puisinya itu ada puisi-puisi tamu. Langsung saya bilang, "Ini yang di belakang namanya antologi dalam antologi!" Sebelum itu kita tentu pernah menemukan buku puisi berisi dua atau tiga kumpulan puisi. Baik terbitan baru atau menyatukan buku-buku yang pernah terbit sebelumnya. Entahlah. Apakah dengan alasan dianggap terlalu tipis waktu mau terbit ulang, atau karena bersengaja menyatukan kumpulan-kumpulan itu?  Saya sendiri pernah menerbitkan buku dengan dua kelompok penulis berbeda. Dari halaman-halaman pertama berisi para penulis remaja, tetapi di halaman-halaman akhir berisi penulis senior, para pembina komunitas sastra.  Ya. Antologi di dalam antologi atau beberapa antologi disatukan dalam satu buku memang tidak haram. Bagian dari proses kreatif. Setidaknya ini bisa memancing gairah baru untuk membuat buku serupa atau melanjutkan dengan gagasan-gagasan baru.  Bahkan saya katak

DINDING PUISI 222

Gambar
Saya selalu vokal kalau ada program-program yang di belakangnya ada pemerintahnya. Maklum, itu sensitif. Bukan komunitas atau kelompok tertentu. Seperti waktu saya mempersoalkan Konggres Kesenian Bandung beberapa tahun lalu. Saya ngomel lama, menceracau gak habis-habis, mungkin diam-diam sampai kementrian pendidikan pun benci saya. Sebab saya bilang, kacau, untuk kegiatan nasional kesenian seperti itu dapat informasi aja susah. Bikin sewot aja. Jangankan untuk jadi undangan utama atau penggembira yang diundang, untuk jadi penggembira yang tahu ada hajat nasional di Bandung pun saya baru tahu infonya dari Facebook sehari sebelum acara dimulai. Gila kan? Padahal 20 tahun lebih saya ini narasumber apresiasi senibudaya di radio Sukabumi, Bandung dan Purwakarta, selain aktif dalam berbagai kegiatan kesenian. Bahkan hingga hari ini pun kalau saya mau memanfaatkan radio untuk siaran senibudaya, saya tinggal ngetuk pintu radio manapun kapan saja. Itu dunia saya.  Mestinya untuk kegiatan senima

DINDING PUISI 221

Gambar
Pada catatan Dinding Puisi sebelumnya saya pernah menulis ini, tetapi kali ini menarik karena mempersoalkan posisi kebenaran tafsir penyair atas puisinya sendiri. Saya tergelitik karena penyair RgBagus Warsono menulis di grup media sosial FB, Lumbung Puisi, "Orang yg paling benar menafsirkan puisi adalah orang yg mencipta puisi itu, tetapi ada juga pembaca yg menafsirkan dng tdk salah". Komentarnya itu saya komentari, "Tentu. Puisi itu multi interpretasi. Seorang penyair dengan kesaksian, kesadaran dan niat pencerahannya, melepas puisi sebagai misi dirinya yang besar bukan dirinya yang kecil. Manusia dengan M besar bukan m kecil. Ia boleh menafsir, halal, bahkan harus, tak perlu ditabukan secara keji, tapi itu baru satu kebenaran di antara seluruh kebenaran. Ketika ia menyebut mawar merah adalah gairah membara, pembaca yang elok, cerdas, sidik, dan hidup di dalam pakem multi interpretasi puisi bisa berkata, "Aku menemukan darah juang yang harum". Sebab padanya

DINDING PUISI 220

Gambar
Sudah saya bilang, semua puisi wajib pakai judul. Tegasin aja begitu. Emang kenapa? Termasuk yang disebut-sebut tanpa judul. Sebab tanpa judul itulah judulnya. Yang mengisyaratkan, tema yang tertangkap setelah puisinya terpahami oleh pembaca, itulah judulnya. Menjadi tanpa judul karena judul sebagai kepala suatu puisi sudah pamit dan melawat ke tema.  Bahkan puisi tanpa judul itu kelebihan judul! Percayalah kepada saya sebelum menyesal. Ha ha! Sebab kalau tema yang maju menjadi fokus pertama dan utama, kita justru ketemu dengan potensi dan peluang tema untuk meletupkan puluhan-ratusan judul sekaligus. Masabodoh. Terserah elu, apa judulnya? Sakarepmu! Saya tiba-tiba teringat peristiwa perdebatan masa silam. Bahwa pada cerpen atau novel tanpa tema, tanpa tema itulah temanya.  Saya juga senyam-senyum di depan debat kusir, haiku itu wajib pake judul atau tidak? Maka slengean saya, gambar bibir senyum, meme semyum, bahkan video senyum adalah judul.  Lalu bagaimana membaca puisi tanpa judul

DINDING PUISI 219

Gambar
Kalau anda sekarang berada di depan rumah, bolehlah segera ke samping rumah. Atau kalau sedang menghadap ke depan, coba geser pantat hadap ke samping. Bikin komunitas sastra 100. Maksudnya 100 anggota. Kok 100? Karena anda cerdas dan gak pernah menipu. Jadi kalau 1 orang sedang baca puisi, 99 penontonnya. Jadi sejak kapan anda punya gawe sepi penonton? Kalau akhirnya membludak, yang 99 itu menjaga protokol sekaligus "pemandu tepuk".  Sebagai bala bantuan you telpon 7-10 teman dekat yang doyan puisi atau yang bisa diajak doyan puisi atau minimal yang bisa diajak berasyik-asyik dengan kegiatan kesenian daripada keluyuran dan nongkrong gak karuan. Maka dengan 10 pasukan elit awal itu bikinlah langkah cepat dalam seminggu, mengumpulkan 100 anggota. Sebaiknya jangan langsung ngasih kebebasan ke satu-dua sekolah, sebab pengalaman saya, pernah digruduk 150 siswa dari 1 sekolah yang pingin diajari dasar teater. Semacam pembekalan gitu. Ha! Maksud guru pembimbingnya buat pengetahuan u

DINDING PUISI 218

Gambar
Saya tahu. Saya tahu, ada yang keberatan kalau istilah kurator dipakai di dunia sastra, sebab di sastra biasa menggunakan istilah kritikus sastra. Sementara tidak sedikit orang menyebut istilah kurasi dan kurator sudah biasa dipakai di dunia senirupa. Tapi gini. Ada yang tidak keberatan juga ketika istilah kurasi dan kurator dipakai di dunia industri. Di situ ada identifikasi produk, asal produk, standar produk, legalitas produk, hak paten atas suatu produk, pasar lokal dan pasar internasional, dst.  Tanpa mengecilkan pihak yang lebih menyukai istilah kritikus di dunia sastra, saya termasuk yang tidak terlalu keberatan kalau istilah kurasi atau kurator dipakai juga. Meskipun beberapa saat lalu ketika saya baca tulisan status FB dari seorang perupa, "saat ini dibutuhkan kurator senirupa yang handal", fikiran saya langsung menukik ke arah senirupa. Baik proses kreatif, proses produksi, upaya meningkatkan apresiasi masyarakat, promosi, dan upaya melestarikan dan membangun pasar

DINDING PUISI 217

Gambar
Melihat berita TV, pesawat terbang Gatot Kaca dimusiumkan, hati saya terenyuh juga. Melintasi titik temu puisi, radio dan wayang.  N-250 adalah pesawat terbang bikinan anak bangsa yang pernah digaung-gaungkan namanya, terutama di tahun 90-an, bahkan sempat dipopulerkan atau dipromosikan ke seluruh penjuru dunia sebagai bentuk sukses kedirgantaraan Nusantara.  Sebagai Orang #Radio Indonesia, saya sering mengibaratkan penyiar radio itu adalah tokoh pewayangan, Gatot Kaca. Otot kawat balung wesi-nya adalah perangkat siar dan tower pemancar yang tinggi megah di luar sana. Termasuk kendaraan OB-vannya. Sementara kemampuan terbangnya adalah kata-kata yang menembus ruang dan waktu. Karena itu populer istilah 'sedang mengudara' atau 'on air'.  Sampai-sampai saya selalu takjub kalau ada pemberian cinderamata wayang, khususnya Gatot Kaca, kepada para tamu luar negri. Sebab itu artinya, isyarat terbangunnya komunikasi yang efektif lintas jarak.  Meskipun diketahui Gatotkaca anak B

DINDING PUISI 216

Gambar
Puisi sebagai karunia Allah, dengan segenap potensinya akan senantiasa bergerak dengan sendirinya, bekerja demi kemanusiaan. Demi keselamatan dunia akhirat. Turut andil dalam peradaban manusia di bumi. Seperti yang sudah sering kita bicarakan, selepas dari teks, karya tulis, puisi akan muncul sedkitnya melalui dua momen. Pertama, panggung atau arena baca puisi. Yang paling populer di Indonesia adalah, Malam Baca Puisi. Kedua, panggung atau arena Lomba Baca Puisi.  Kedua acara tersebut merupakan kegiatan yang sering terselenggara di berbagai momen. Sehingga mustahil diklaim menjadi milik momen atau even tertentu saja. Yang terjadi justru terbukanya ruang-ruang baru untuk baca pusi, selain melahirkan terobosan baca puisi di tengah-tengah even yang selama ini dianggap mustahil. Sebut saja, sekadar contoh, ketika mulai tahun 90-an sisipan acara baca puisi ternyata bisa muncul di tengah kegiatan Pasar Malam.  Pada saat menulis catatan ini saya sedang tertarik pada even yang sedang dipersiap

DINDING PUISI 215

Gambar
Anggap aja ini dialog hiburan akhir pekan. Bersahaja dan mencerahkan. Mensyukuri 6.200 anggota, saya telah mengulang lagi tulisan di grup Puisi Pendek Indonesia di media sosial FB begini; "Puisi pendek Indonesia adalah puisi pendek berbahasa Indonesia. Puisi sekali baca, dalam intonasi yang tepat, dalam setarik nafas. Khazanah sastra Indonesia yang terpengaruh tradisi kreatif dari sastra tulis dan sastra lisan yang serba pendek di Nusantara. Baik dari tradisi sastra  yang berbahasa daerah maupun berbahasa Indonesia. Dan yang lahir dari tuntutan proses kreatif sastra Indonesia modern yang serba pendek. Kadang ada yang mirip haiku dari sastra Jepang. Atau yang sebenarnya haiku berbahasa Indonesia, yang bukan terjemahan, yang merupakan bagian dari puisi pendek Indonesia".  Ternyata tidak cukup dengan doa, tanda jempol dan luv. Ada juga yang berkomentar, di antaranya begini: Suryati Sema / SS (Komentator): Bukankah haiku ada sebelum puisi-puisi pendek di Indonesia ada ?  Sama hal

DINDING PUISI 214

Gambar
Tidak terasa grup Puisi Pendek Indonesia (#PuisiPendekIndonesia) di media sosial FB, yang saya gagas dengan mendapat dukungan dari banyak teman, sampai hari ini, Kamis, 20 Agustus 2020, bertepatan dengan Tahun Baru Hijriah, 1 Muharam 1442-H, mencapai 6.194 anggota. Untuk sebuah komunitas sastra siber (cyber), ini sangat membahagiakan. Layak disyukuri. Termasuk dengan menimbang manfaatnya.  Kalau kita sudah bicara tentang sesuatu hal utama di atas perahu, tidak perduli jumlah orangnya yang sidik dan amanah, kita sudah sukacita. Sebab dari semisal perahu itulah akan lahir, menyebar, beranak pinak generasi yang bisa kita sebut pelestari atau duta puisi pendek Indonesia. Suatu potensi yang tidak main-main. Aset yang tidak kecil.  Nama-nama temuan dan model puisinya bisa beraneka ragam. Progresif. Saling melengkapi. Tapi simpul kuncinya, puisi pendek Indonesia adalah kekayaan dan khazanah sastra Indonesia dan dunia.  Di awal tahun baru, 1 Muharam, sebagai suatu kebetulan yang baik, saya men

DINDING PUISI 213

Gambar
Teks proklamasi itu puisikah? Begitu pertanyaan Juru Baca di akun medsos FB-nya. Lalu saya komentari, "Pada hakekatnya teks proklamasi itu puisi karena memenuhi standar karya puisi, meskipun dibuat tanpa niat membuat puisi. Selayaknya kita menemukan tulisan di dinding atau pada secarik kertas, kita bisa spontan menyebut, "Ini puisi". Bahkan lirik lagu di atas kertas, termasuk lagu Hari Merdeka dan Indonesia Raya. Tetapi untuk lagu-lagu sudah terputus hukumnya sebagai puisi setelah disosialisasikan sebagai sebuah lagu. Sebab dalam musikalisasi puisi interpretasi membacakan dan menyanyikannya bisa beda-beda. Tidak sama dengan lagu Bagimu Negri dan Kebyar-Kebyar yang selalu dinyanyikan dengan notasi yang sama oleh siapapun. Meskipun demikian sebaliknya dari musikalisasi puisi, kita juga mengenal puitisasi lirik lagu atau lagu yang dipuisikan untuk lirik lagu yang dibacakan, misalnya yang paling populer lagu Tuhan dari Bimbo". Dia pun kasih tsnda jempol. Catatan ini say

DINDING PUISI 112

Gambar
Minggu, pagi-pagi sekali sudah nulis status di medsos FB begini: "Nyimpen Sajak Di Atas Meja, malah ngimpi elek. Malah diganggu. Padahal karepe, ketawa ya ketawa, goyang ya goyang. Jangan ketawa stres, goyang bingung ngamuk".  Gara-garanya tadi malam saya unggah puisi dari buku Indonesia Lucu dengan tagar Ngopi Puisi ke 16 yang berjudul Sajak Di Atas Meja: SAJAK DI ATAS MEJA aku lihat dia ketawa Indonesia pecah airmata dangdutnya sampai ketahuan juga sesungguhnya dia sedang tidak bisa ketawa aku merasakan goyangan pinggul luka-luka merobek panggung menjadi dua bahkan tiga antara sakit hati dan sesungguhnya menari sajak di atas meja dibicarakan kaki di bawah meja digigit ular jalan kesejahteraan dipertaruhkan disebut proses kalau kesasar-sasar Kemayoran, 06 11 2017 ------ *) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari buku antologi bersama Indonesia Lucu, penerbit Penebar Media Pustaka.  Habis gimana gak lucu ya? Kalau dalam suatu kampanye suatu partai bikin panggung meriah pakai dangdut

DINDING PUISI 211

Gambar
Artis setengah? Haha! Ini istilah yang sudah tua bangka tapi masih dipertahankan juga. Maksudnya, penyair ---setidaknya pada tidak sedikit penyair, biasa dilabeli "artis setengah" di bahu bahkan di ubun-ubunnya. Mengapa? Saya tertarik bicara ini sebab di jaman edan bahkan maksud "artis setengah" itu direduksi, dijagal, menjadi sebuah proses ketidakbenaran yang coba dihalalkan oleh sementara atau banyak pihak.  Bagaimana mungkin label "artis setengah" untuk menunjuk kepada penyair yang boleh melakukan tindak jahat, merusak dan memalukan? Termasuk pada penyair yang sikut-sikutannya tidak manusiawi? Misalnya ketika telah terbentuk satu komunitas sastra, lalu merasa paling berhak ketika muncul komunitas-komunitas baru. Bahkan sampai saling benci ketika ada anggotanya menyebrang komunitas. Padahal seperti saya bilang, satu kabupaten memiliki 100 penyair populer, itu masih terlalu dikit. Lalu apa yang saya simulasikan di MAN? Di satu sekolah itu kita bisa bikin

DINDING PUISI 210

Gambar
Untungnya penyair main popularitas. Artis ya harus ngartis. Haha. Saya sebut 'main' karena itu bagian dari letupan sensasi bukan hal yang paling prinsip. Meskipun kita kenal pepatah Melayu, tak kenal puisi tak sayang diri. Maksudnya, tak kenal maka tak sayang. Meskipun demikian, popularitas adalah juga kerja serius agar dikenal dan disayang itu. Dikenal dan disayang misinya, tidak boleh gagal, tetapi mustahil meninggalkan popularitas dirinya. Oleh karena itu kunci utamanya mesti kuat, mau apa kita dengan berpuisi? Meskipun kita tahu, serendah-rendahnya disebut dalam bahasa yang paling bersahaja adalah menghibur dan berbagi. Berbagi hal-hal dalam tema.  Tidak penting mempersoalkan mana yang harus lebih dulu menonjol popularitasnya, apakah puisinya atau penyairnya? Karena pihak yang setuju pada popularitas karya lebih dulu, juga melihat ada beberapa sosok yang figuritasnya muncul terlebih dulu baru menyusul puisi-puisinya.  Penyair dan Allah adalah kesatuan yang bekerja di ranah