Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

DARI SUATU SAMPAI PROSES YANG TIDAK FATAL

SUATU suatu itu aku membeli waktu Kemayoran, 01 06 2019 NALIKAN, puisi pendek 3-2-5-2 ----- Alhamdulillah, benar-benar Ramadan yang penuh berkah. Setelah saya belum bisa memastikan akan menulis puisi pendek yang berpola 3-2-5-2 suku kata itu, akhirnya Allah jua yang memungkinkan saya untuk menulis Nalikan kedua. Ini benar-benar menakjubkan bagi proses kreatif saya. Ketika saya dihajar waktu, diperangkap mesra oleh puasa yang melulu isinya keluasan cinta, lalu diberi kuasa oleh Allah untuk menulisnya. Tentu, proses kreatif berpuisi saya beragam. Bahkan ketika suatu waktu pernah ikut momen tantangan menulis 100 puisi dalam 100 hari, saya merasa itu tidak cuma tantangan, atau semodel kerja pabrikan dengan target minimal setiap hari, melainkan menjadi pernyataan diri, setiap hari saya memang puisi. Sehingga tidak ada puisi yang lahir terpaksa dan prematur di situ. Bedanya, pada waktu lain setiap inspirasi tidak harus jadi tulisan. Cukup mengendap, ditabung menjadi kekuatan yang pa

CINTA ALLAH MELALUI CINTA NKRI

TARIAN NEGARA hidup adalah menggambar dan menari menggambar cita-cita menggambar gagasan menari jadi menari bukti menggambarlah seluruh anak-anak di semua bangku sekolah di bawah pohon, di tengah sawah penuhilah seluruh sanggar ikutilah lomba-lomba kunjungilah galeri-galeri dan pameran seperti Bung Karno menggambar negara menarilah seluruh anak-anak kuasailah semua panggung bersukacitalah di sanggar-sanggar jangan takut kalah lomba sebab kalah lomba adalah tarian juga kelak besar menarilah dengan perbuatan menyatakan diri, jangan sembunyi bikin ini, bikin itu, bikin apa saja seperti Bung Karno membangun negri yang berjilbab menarilah tampak wajah, hadir diri tampak mata, sudut pandang cemerlang tampak telapak tangan dan telapak kaki perbuatan bersaksi dan berkabar keselamatan, keadilan, kesejahteraan, juga kedukaan-kedukaan sebab kitalah harum wangi negara menggambar dan menari apapun seperti itulah negara jika negara buruk rupa seperti apa gambar dan t

ROMANTISME PROSES KREATIF UNTUK RAMADAN

TARIAN BUKA PUASA BERSAMA Romadon bulan sukacita yang besar meski menjalani tantangan puasa menghadapi cobaan yang bisa membatalkannya menghadapi cobaan yang bisa mematikan daya hidup sukacitanya terus mengikuti jiwa-jiwa mengikat nyawa yang berserah sampai-sampai pepohonan akan berhenti tumbuh kalau hamba Allah tak menikmati itu  lihatlah mobil sukacita itu meliuk laju sorenya sehalus lagu merdu yang disiarkan gelombang radio menuju ke tujuh titik acara bertemu para penggemar, anak-anak yatim dan kaum duafa menyuguhkan tujuh aksi seni dan siraman rohani sebelum akhirnya berbuka puasa bersama lihatlah malamnya yang selalu cahaya pada sebuah mesjid pada balai kampung atau di sebuah tanah lapang ada yang bikin santap sahur bersama setelah sebelumnya menikmati suara bedug kecil dan kentongan yang membangunkan warga dari lelap tidur lalu berkumpul dalam damai disirami nasyid penyejuk hati sementara siang malam syetan-syetan diikat pada pohon api di tempat ya

SIMPULKAN SENDIRI

TARIAN PELAJAR kami pelajar Indonesia dari ujung rambut sampai ujung kaki Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Tuhan meridoi yang sejak lahir sudah dipersiapkan untuk menyanyi Indonesia Raya setiap hari Senin yang sejak taman kanak-kanak sudah diajari tari tradisional Nusantara tetapi karena yang mempengaruhi beda-beda kadang kami dibuat beda-beda ada yang mengajari tidak usah bangga dengan Indonesia ada yang mengajari menolak Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika ada yang mengajari haram menghormat merah-putih ada yang mengajari jangan menyanyikan Indonesia Raya ada yang mengajari tinggalkan adat-istiadat Nusantara dan ada yang mengajari sukai ini dan itu saja untuk merebut dunia tapi kami pelajar Indonesia sebisa-bisa tetap utuh Indonesia mengabdi pada bangsa dan negara karenanya kami selalu berdoa memohon pertolongan Allah sampai nanti kami kerja sampai nanti berumah tangga sampai jadi manusia utama di bumi tapi ada yang terus mempengaruhi kami macam-macam

SEBELUM PUNYA TAGAR (Ini Bukan Sembarang Kata Pengantar)

Banyak penulis koran yang mengekspose di media sosial karya-karyanya yang dimuat koran dan majalah. Lalu saya fikir untuk 'jampe pamake' dan 'jampe pelet', apa salahnya saya ekspose kata pengantar buku terbaru saya, TAGAR (Tarian Gapura) berikut ini: TARIAN GAPURA KAMPUNG ... maka bayangkanlah di alun-alun atau di suatu lapangan terbuka para penari itu keluar dari 1000 gapura dengan penampilan dan ekspresi beragam oh, keluasan yang pecah dalam irama pasti pecah pula mesranya Kemyoran, 15 01 2019 (Dari buku TAGAR, JM-Bandung) --- Dalam peradaban dan kebudayaan manusia, menggambar dan menari menjadi kunci yang sangat utama. Secara filosofis, menggambar menunjukkan lahirnya gagasan-gagasan manusia sedangkan menari adalah upaya merealisasikan gagasan-gagasan itu dalam praktek hidup sehari-hari, dengan segala penyikapannya atas segala hambatan, tantangan dan gangguannya. Apapun, bagaimanapun, di manapun. Tentu persenyawaan menggambar dan menari pada dunia senirup

WONG CILIK DALAM PETA KALAH DAN MENANG

SATRIO PININGIT kamu cari-cari sampai ke dalam suara Kenari masih setia curi-curi pesan lagu Turi tidak habis cara-cara mahkota bersuara depan rumah raja dia cari-cari juga lewat suara Kenari masih soal curi-curi langit menaungi Turi tak putus cara-cara ke rumah raja menjual mahkota di sebelah mana titik temu, katamu tempat pertemuan para tamu yang merunduk di tujuh pintu pada waktu yang tak mau menunggu di mata terbuka hidayah raja di bumi terluka langit pun murka dari tujuh pintu memancar cahaya api keadilan mengangkat senjata kau sibuk mencari ratu saat dia menjadi kamu kecuali kalau kamu hantu tidak tahu arah menuju Kemayoran, 24 Juli 2018 Dari antologi puisi tulisan tangan penyair, Satrio Piningit, Penebar Media Pustaka, Yogyakarta. ------ Wajar kita heran, sangat-sangat heran. Bahkan sedih, sangat-sangat geram, setiap membaca berbagai kalimat-kalimat di media sosial yang keji dan menjijikkan ketika menyudutkan, menghina dan mencacimaki calon presiden p

PUISI SATU: KEBANGKITAN

MENYUDAHI TERIK aku menepuk bahu langit dengan takbir dan bismillah malaikat mengeluarkan kuda putih berkilau berasap api besar dan pekasa kutunggangi ia memecahkan sial dunia mengeliligi bumi dan tata surya meringkik tak selesai-selesi di pinggang pedang masa depan dari tangan melesat tombak masa silam dan aku perwira di tujuhpuluh bendera Kemayoran, 09 10 2018 JALAK (Jakarta Dalam Karung, JM-Bandung, 2028) ------ Selamat hari kebangkitan nasional 2019! Puisi Menyudahi Terik adalah puisi pertama saya dalam antologi Jalak. Puisi yang lahir dalam suasana 'masyarakat pening' oleh gejolak pemilu yang sering memunculkan wacana-wacana hoak dan tidak masuk akal. Sekaligus puisi yang lahir dalam suasana tantangan hidup kekinian yang membutuhkan kesaktian dari para pengaji nilai-nilai tinggi yang cair dan rahmatan lil alamin. Karena judul buku, Jalak adalah akronim dari Jakarta Dalam Karung, aura keberangkatan tema puisi ini juga masih berhimpitan dengan kisah pencera

DUA INI MEMBAHAGIAKAN

TARIAN ANAK-ANAK MENGAJI oooooi! oooooi! anak-anak saling memanggil di halaman-halaman  masih seperti 50 tahun lalu berdua, bertiga, bergerombol kepala-kepala berpeci dan berkerudung menyunggi riang sejengkal di atas kepala senyumnya seperti lepas terbang lebih cepat menuju mesjid satu dua ada yang bersepeda seperti di jalur bebas hambatan sentausa maklum jalan mesjid dijaga malaikat tetapi belnya selalu berdering kring! kring kring! kring kring! atau diganti suara kucing di mulut yang meliuk ngeong! ngeong! ngeong! sampai di beranda seperti taman permainan ada yang main tepuk-tepuk tangan ada yang serodotan di lantai ada yang pukul-pukulan gulungan sarung ada yang kuda-kudaan ada yang main basah-basahan rambut ada yang main kelereng ada yang memecahkan plastik es ada yang mengeluarkan mobil dan robot berisik di situ baru berhenti ketika guru ngaji nongol di pintu dan teriak, "Brisik!" lima menit kemudian gaduh lagi masih terdengar seperti oooo

MENIKMATI PUISI KE TUJUH

RAMADAN YANG SELALU PUASA sebab kamulah Ramadan yang selalu puasa sampai hujan tak mengatakan, tidak! Kemayoran, 2018 ----- Ramadan Yang Selalu Puasa adalah puisi ke tujuh dari 9 Puisi Di Atas Tisu yang dimuat dalam antologi Sedekah Puisi (Penebar Media Pustaka, Yogyakarta). Bersyukurlah bagi pencinta puisi yang berharap senang-senang dan mendapat berkah dari puisi ini. Sebab selain puisinya memang sangat pendek, atau dalam istilah lain bisa disebut puisi singkat, sebagaimana layaknya pada semua puisi tidak ada yang mewajibkan anda untuk hafal, cukup dinikmati selintas. Ambil asyiknya. Ambil gairahnya. Kalau di atas bangku pekarangan rumah, kita bisa mengetuk-ngetuk bangku sambil menyenandungkan seasyiknya. Sekenanya. Semau rasa indah. Sehingga sudah menikmati irama dasar musikalisasi, besenandung diiringi ketukan. Gaya mengetuk meja, podium atau kursi ini dulu sering dipakai oleh penyair Hamid Jabar. Kalau penyair Ayi Kurnia Iskadar dari Wanayasa, biasa menepuk-nepuk pahanya se

TANGIS DAN BAHAGIA

RAMADAN ITU  basah siangnya basah malamnya tak berkesudahan Kemayoran, 2018 Dari antologi Sedekah Puisi, Penebar Media Pustaka, Yogyakarta. ----- Islam yang kafah itu, selamat di siang, selamat di malam. Selamat seluruh bentang 5 waktunya, 7 hari seminggunya, dan 12 bulannya. "MuSaf RaRaJumTsani RasyaRasya DzulHijjah". Doa-doa baik yang sampai. Keadilan dalam kemanusiaan yang beradab. Teduh menyejukkan sepanjang hari, di seluruh waktu. Mulia dan sejahtera. Seperti Ramadan: basah siangnya/ basah malamnya//. Sungguhpun semangat hidup berangkat dari seluruh derai air mata, baik airmata suka maupun airmata duka, tetapi sesungguhnya dalam kasih Allah, hidup ini melulu diliputi oleh rasa syukur. Sebab dalam keadaan bagaimanapun, selalu saja ada yang mesti disyukuri. Minimal potensi diri, potensi dan keadaan lahir batin kita. Tetapi izinkan saya untuk tetap besikeras, jangan paksa saya bersenang-senang sebab itu bisa menyakiti rasa. Kecuali mengajak berhibur seperlunya yang

YANG MELEDAK DARI DALAM GELAS (?)

RAMBU MALAIKAT malaikat memasang rambu Ramadan "hati-hati dalam perjalanan" aspal yang basah hujan selalu cinta dan persetubuhan nanti keringnya, melulu penantian Kemayoran, 2018 Dari antologi Sedekah Puisi, Penebar Media Pustaka, Yogyakarta. ------ Siapa bilang umat Islam tidak diajari ngebom atau tidak boleh ngebom? Buktinya tentara (TNI) kita yang mayoritas muslim itu juga dilatih seksama cara meledakkan bom dan menggunakannya dalam pertempuran-pertempuran. Ya, sifatnya memang keterwakilan. Dalam prinsip pertahanan dan keamanan yang kita anut, TNI memang terdepan dalam perang. Selain karena harus terlatih secara profesional, juga tidak mungkin seluruh bangsa Indonesia dipaksa jadi tentara. Sebab bakat tiap orang itu beda-beda. Lagipula kebutuhan negara juga banyak, tidak cuma tentara. Negara butuh guru, butuh ustad, dokter, wartawan, artis, pegawai negri, karyawan pabrik, supir, pilot, masinis, pengusaha, petani, nelayan, dst. Tetapi kita mengenal prinsip bela n

HAFAL, HAPAL, ATAU APAL

BASAH LANGIT RAMADAN SAMPAI KE RAMBUTMU coba selalu bayangkan ada di Ramadan hari ke tiga hujan bacaan-bacaan langitpun basah sampai ke rambutmu Kemayoran, 2018 ----- Kalau ada orang bisa melantunkan lagu Andai Kau Datang dari grup legendaris Koesplus yang sempat dinyanyikan ulang oleh Ruth Sahanaya dalam versi khasnya. Atau lagu Sepohon Kayu versi nasyid.  Atau meletupkan syair heroik-dramatik Chaiil Anwar yang berjudul Aku atau Diponegoro. Atau melafalkan doa-doa harian. Bahkan mampu mengilustrasikan bentuk lukisan Afandi dan Basuki. Atau model tari jaipong ala Gugum Gumbira. Maka masyarakat biasa menjulukinya, "Orang yang hafal", atau "Orang yang sempurna hafalannya". Kata hafal atau hapal kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda atau Jawa akan menjadi 'apal'. Tetapi pada tulisan ini kita tidak akan mempersoalkan mana yang lebih dulu, apal versi Jawa dan Sunda atau hafal dan hapal versi Melayu dan bahasa Indonesia. Termasuk tidak akan jauh-jauh

MEMELIHARA KUNCI

MEMELIHARA KUNCI ------ MEMBUKA RAMADAN hujan jam sembilan menyentuh touchscreen aku menulis keajaiban Ramadan Kemayoran, 2018 ----- Masih dalam suasana menikmati sepoi angin Ramadan yang damai dan malamnya yang indah penuh berkah. Sekarang kita menengok lagi satu puisi saya dari 9 Puisi Di Atas Tisu yang diterbitkan dalam antologi Sedekah Puisi (Penebar Media Pustaka, Yogyakarta). Berjudul, Membuka Ramadan. Membuka Ramadan akan langsung membawa kita pada dua persepsi sekaligus. Pertama, mengawali puasa Ramadan yang biasanya marak dengan iklan-iklan, "marhaban ya Ramadan". Dalam kontek ini kita bisa menikmati sajian budaya khas Nusantara, diantaranya: 1. Kita mengenal istilah populer malam nisfu Sya'ban. Pada bulan ini juga dikenal hari berpuasa, yang oleh banyak pihak di Indonesia sekaligus disadari sebagai latihan awal sebelum masuk sebulan puasa Ramadan. 2. Munggahan. Yaitu makan bersama di hari-hari terakhir menjelang Ramadan. Bisa sekeluarga, beberapa kelu

MEI RAMADAN MEI REFORMASI

TARIAN MEI siapa yang dididik oleh alam --- tariannya tarian alam, pasti kenal ruh kebangkitan bahkan yang sidik di alam tak pernah tersipu depan anak kuliahan itu baru namanya berpendidikan menjadi generasi kebangkitan siapa yang dididik oleh sekolah formal --- tariannya tarian bangku-bangku, pasti hafal kebangkitan suatu bangsa bahkan hakekat yang disebut hafal sikap dan perbuatannya sudah biasa itu namanya tamatan yang dikenal tidak memalukan kebangkitan bangsa siapa yang dididik oleh Indonesia --- tariannya tarian Nusantara, pasti tahu guna kebangkitan bahkan yang sebenarnya bangsa Indonesia tahu betul posisi Allah dalam kebangkitan negaranya itu namanya generasi kebangkitan generasi Mei Indonesia siapa yang dididik oleh agama --- tariannya tarian tasbih, justru melahirkan kebangkitan-kebangkitan sebab yang gak paham agama tidak bisa membaca kebangkitannya maka menegakkan agama sesungguh-sungguhnya menyelamatkan manusia maka siapa berani, ayo kemari b