0243 KERIS KUJANG MERKOES CANNADRAMA
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)
Anda tentu sudah beberapa kali dengar saya ngomong soal Koes Fans Club, baik langsung, via udara, maupun di medsos. Ya, karena saya sendiri tidak pernah merasa berhenti sebagai koordinator Koes Fans Club sampai dengan hari ini. Bahkan kalau kita ngomong-ngomong Koes Fans Club, selalu ada-ada saja. Gak putus-putus. Nyata, itu karena misi pembicaraannya.
Kebetulan Koes Fans Club ala Gilang Teguh Pambudi, untuk sekadar membedakan dengan Koes Fans Club yang lain, saya resmikan tahun 1999 di Bandung. Maka suka dibilang juga Koes Fans Club 99. Angka keramat. Keramat REFORMASI karena bagian dari gerakan itu. Yang gak ngerti, diam. Ketika ada yang menyebut, Club dia lebih lama berdiri, itu tidak masuk hitungan saya. Kenapa? Saya membuat Koes Fans Club dengan maksud apresiasi lirik-lirik terpilih untuk sosial kemasyarakatan. Bagian dari POLITIK KEBUDAYAAN. Dengan naptu. Bukan karena sekadar nge-fans group legendaris itu. Bahkan saya 'memusuhi' sementara pihak yang menghina Koesplus yang konon selalu main dengan pola musik sederhana.
Beberapa misi saya misalnya. Kembali Ke Jakarta, Indonesia Kolam Susu, Nusantara, Bunga Di Tepi Jalan, dll. Meningkatkan 'pergaulan nusantara' yang berkeberagaman via lagu-lagu Koesplus. Menjelaskan bahwa idealisme itu juga ada pada kekuatan pengaruh dan kesederhanaan yang menghibur. Dst.
Kita tentu mafhum, melalui istilah viral, eksistensi tari pegaulan Nusantara, kita ingin menyebut dan membina kultur sosial yang arif dan cerdas. Memiliki kearifan lokal dan kecerdasan lokal. Timbullah arena/even/panggung tari tradisi tertentu yang khas tari pergaulan suatu daerah. Ya muncul tari tertentu atau joget rakyat semisal joget dangdut, maupun tari rekayasa modern (modif maupun mo-dance) yang dimaksudkan untuk membangun keintiman pegaulan, baik untuk progres di suatu daerah titik tradisi, maupun litas propinsi, lintas pulau. Pada garis ini pula, memahami ini, LAGU-LAGU KOESPLUS BAK TARI PERGAULAN NUSANTARA ITU.
Bahkan ketika tradisi Nusantara kita mengenal istilah TARI PESTA PANEN. Baik suatu bentuk tari tradisi tertentu maupun tari-tarian apa saja yang ditarikan pada acara pesta panen, dengan maksud menjadikannya sebagai tari pesta panen. Lagu-lagu Koesplus pun sudah biasa dibawakan atau dipanggungkan bak lagu rakyat saja di hiburan panggung-panggung Pekan Pameran Pembangunan Daerah. Di mana-mana. Sebagai lagu pesta panen. Saingannya di kalangan kawula muda, panggung Beatle-an yang berbau musik impor itu. Tapi jelas beda, bahasa lagu-lagu Koesplus adalah bahasanya jelata Indonesia. Itu lebih merupakan representasi pesta panen dan pergaulan.
Lagu-lagu Koesplus (band KOESPLUSAN) juga sering mampir di pesta hajatan. Kawinan, sunatan, seremoni instansi, dll. Meskipun lagunya banyak yang pop, tetapi ibarat lagu dangdut saja merakyatnya. Maka ketika kita melihat lagunya yang berenergi dan bervirus positif, itu adalah sikap kearifan budaya. Butuh pembiasaan. Untuk suatu pesan budaya. Politik budaya. Bukan semata karena pribadi-pribadi personil Koesplusnya yang kebetulan sudah banyak mendapat penghargaan. Itu urusan lain. Itu fenomena tukang ngejar tanda tangan.
Saya sendiri sebagai koordinator Koes Fans Club gak punya kaos bertandatangan Koesplus. Padahal sudah ketemu langsung personilnya.
Meskipun demikian, saya jujur telah melakukan oto-kritik. Terhadap lagu Telaga Sunyi. Lagu berkisah bunuh diri di telaga sunyi karena cinta sejati itu sungguh tidak mendidik. Memang. Tetapi di banyak acara, termasuk di program Apresiasi Seni di radio, begini saya jawab singkat, "Model begitu adalah model cerita rakyat. Prinsipnya, lebih baik mati daripada memilih jalan salah. Tetapi itu ada di tradisi masa lalu. Karena manusia yang diperlakukan tidak adil, pada sisa umurnya yang tidak dimatikan secara paksa, tentu lebih berpeluang untuk ditolong Allah. Setidaknya matinyapun tetap terhormat tanpa harus bunuh diri".
Sebagai Orang Radio Indonesia, saya manfaatkan frekuensi radio, gelombang suaranya, untuk mengomentari hal musik, termasuk Koesplus, yang begitu brilian. Kuat! Bahkan saya membuat Koes Fans Club dengan rekayasa dan kepuasan, yang 1000 tahun ada di laci meja saya. Seperti keris kujang MERKOES. Tinggal tarik dan teriakkan. Beres!
Tapi keris-kujang MERKOES itu telah menyatu sebagai lengkung di keris atau di kujang atau pusaka CANNADRAMA, setiap kali saya jadi pembicara Apresiasi Senibudaya dan menyebut-nyebut Koesplus atau Koes Fans Club.
Salam Profesional!
Gilang Teguh Pambudi
#OrangRadioIndonesia
Cannadrama.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar