FORUM SILATURAHMI SOSIAL
Organisasi itu tergantung tujuannya. Kalau cuma semisal forum silaturahmi sosial, ya yang penting tercipta suasana silaturahmi yang baik pada sekelompok orang yang betsatu. Ada sistem koordinasi yang dibangun. Proporsional saja. Ada kebanggaan dan rasa nyaman bagi yang mengikutinya. Soal pertemuan-pertemuan, tergantung aturan dan manfaatnya. Sering bertemu kalau gak manfaat buat apa? Lha wong di forum resmi saja kalau cuma ngobrol lama-lama, berkicau seperti manuk ciblek, di manapun, sering aku tinggalin. Mendingan mandiin dan ngasih makan burung di rumah. Karuan. Jadi aktivis pun ada teorinya. Bukan semacam pengangguran di warung kopi, yang sok vokal dan cuma manjang-manjangin umur air kopi segelas, sambil ngepulin asap rokok tanpa judul ke langit rendah.
Artinya forum silaturahmi sosial itu butuh kualitas pertemuan. Meskipun bersifat informal. Mirip kualitas hubungan seks suami istri. Tidak selalu urusan frekuensi. Dan yang namanya pertemuan ya pertemuan. Silaturahmi hati. Itu sudah hiburan sosial. Soal lain-lain, yang neko-neko, itu tergantung maksudnya. Yang penting 'kata kuncinya' selesai dulu. Apalagi lokasi berkumpulnya bernilai wisata, good lah itu. Apalagi semacam taman kota yang gratis, murah meriah. Atau di salah satu rumah kediaman anggota. Sekalian kunjungan untuk tahu alamat si ini dan si itu.
Meskipun tidak semua bentuk forum silaturahmi memiliki beban sosial, ada juga yang menempatkan tugas sosial sebagai medan dan bentuk perjuangannya. Misalnya bikin program peduli anak yatim, fakir miskin, jompo, peduli daerah banjir dan kekeringan, peduli pendidikan, keagamaan dan kesehatan, dll. Beban lain bersifat event. Misalnya bikin event seni, tablig akbar, atau olahraga. Itu semua sah-sah saja. Tinggal ngukur kemampuan saja. Tetapi secara prinsip saya kasih tahu. Eksistensi dasar forum silaturahmi sosial adalah ada kebutuhan psikologis untuk saling ketemu antar anggota organisasi. Itu sederhananya. Apalagi yang merasa tinggal di rantau dan butuh perkumpulan saudara sekampung. Biasa itu. Ada yang ketemunya cuma sewaktu-waktu saja kalau ada acara tour wisata. Mungkin sekali setahun.
Kalo forum silaturahmi itu berangkat dari latar belakang pekerjaan anggota yang sama, maka pertemuan-pertemuannya pasti ngomongin atau mecahin masalah seputar pekerjaan harian mereka itu. Misalnya di kalangan petani dan nelayan. Demikian pula kalo berangkat dari hobi yang sama. Tetapi kalau forumnya lebih terbuka, hanya berangkat dari asal daerah yang sama, kangen-kangenan, maka pertemuannya akan bersifat lebih terbuka juga. Setelah bicara-bicara program kerja seperlunya, selebihnya paling ramah-tamah antar anggota. Ada yang ngomongin bisnis, lowongan kerja, tukar-tukar info dll.
Ada juga forum silaturahmi sosial yang cuma muncul jelang Pilkada, pilpres atau pileg. Kalau berangkat dari latar belakang dunia kerja/profesi atau hobi maka akan diberi nama populer yang representatif. Kalau perlu bernilai sensasi. Kalau cuma atas nama daerah, yang penting mendatangkan pencitraan suatu daerah tertentu. Lalu ujung-ujungnya banyak bikin acara untuk menjagokan tokoh/kelompok tertentu. Setelah pemilu selesai, tentu ada yang bertahan, tetapi tidak sedikit yang bubar.
Saya sendiri di bulan-bulan kampanye PILKADA DKI 2017 melempar nama Komunitas Kembali Ke Jakarta di media sosial. Untuk membangun wacana kesepahaman, lebih menunjukkan bahwa masyarakat dari belahan manapun di Nusantara ini peduli ibu kota Jakarta. Menginginkan supremasi yang membanggakan untuk Jakarta. Untuk keindonesiaan di situ. Ruang satu hati. Juga untuk nilai religiusitas yang mengikutinya. Apalagi untuk nilai-nilai yang dianut kelompok mayoritas yang universal. Ini sangat menarik, dibutuhkan, setidaknya secara kesadaran berfikir. Dan komunitas ini selain secara konstitusional bisa mendukung cagub DKI mana saja yang terpilih kelak, tetapi pada hari-hari PILKADA toh bisa mendukung satu pasangan calon saja.
Begitulah forum silaturahmi.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar