HARI SANTRI, INILAH MAKSUDNYA

Benar kita punya Hari Santri yang momennya dicetuskan oleh presiden Jokowi. Monumental, tentu saja. Argumentasinya jelas. Indonesia perlu memiliki Hari Santri sesuai garis perjuangan bangsa untuk kemerdekaan, sekaligus sesuai dengan kalender Nasional. Segaris dengan 17 Agustus, 10 November, 28 Oktober, dst.

Tetapi kita juga punya, setidaknya dalam kacamata saya sebagai budayawan (muslim), Hari Santri Sedunia. Momennya bertepatan dengan Tahun Baru Hijriah. Terbagi tiga waktu, malam tahun baru, tanggal 1 muharom, dan satu bulan selama bulan Muharom. Ini biasa diisi berbagai kegiatan santri sedunia sesuai dengan kultur khas negara/bangsanya. Di Indonesia ada pawai obor, karnawal keislaman, tablig akbar, pekan Muharom, festival muharom, panggung aksi dan lomba seni dst.

Kegiatan ini tentu lebih mudah mempersatukan ummat se-Nusantara tercinta, bahkan secara empatik sedunia. Termasuk berkontribusi pada wacana politik (kebudayaan yang plural-universal) secara intelektual. Bukan dalam bentuk dukung-dukungan, PRO-KONTRA yang pragmatis. Inilah.

Saya bahkan, ini sekadar contoh teriakan untuk imej santri, sudah marah-marah kepada era-Purwakarta tanpa sebutan kota santri. 10 tahunan. Padahal kota santri itu secara universal maksudnya kota terpelajar. Padahal itu amanat masyarakat yang garis tradisinya konstitusional. Bukan kemauan Pemda sepihak. Yang di belakang hari sempat memunculkan semangat Purwakarta Kota TASBEH, lalu musnah. Padahal 'ikon mustika atau ikon mahkota' itu, tinggal menaiki peristiwa Muharom yang bersifat rutin, tahunan, dan programnya terencana dengan baik. Penuh perenungan sekaligus sukacita masyarakat. Inilah maksudnya.

Gilang Teguh Pambudi

Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG