KEUNTUNGAN PETAHANA ALA REFORMASI
KEPADA POLITISI YANG MASIH DUNGU
Politisi di negri ini banyak yang dungu. Kadang KPU ikut-ikutan dungu juga. Nampak dalam banyak hal.
Ada politisi, timses paslon, mengkritik paslon petahana (INCUMBENT) yang dalam dua tahun terakhir masa kepemimpinannya pasti selalu punya pengaruh kampanye. Terjadi di atas semua fasilitas negara. Dan itu dianggap tidak adil. Ka dungu.
Sudah ideal, paslon petahana adalah pihak yang sudah dipilih rakyat. Sudah menang! Ingat itu pake otak, jangan pake dengkul. Bukan preman, bukan orang buangan. Mereka dihargai secara sosial kemasyarakatan dan konstitusi. Maka masalahnya, kalo mau maju pada periode berikutnya harus ihlas diadu lagi. Ikut Pilkada lagi, dengan resiko kalah atau menang. Ini clear. Manusia pilihan rakyat diadu lagi, itu manusiawi walau terasa dihargai khusus oleh situasi dan posisi, serta punya keuntungan.
Coba ingat era ORDE BARU dulu. Mau gak Pak Harto jadi calon presiden petahana, meskipun diasumsikan punya keuntungan 90%? Karena semua pegawai negara, pengurus organsasi-organisasi yang 'dibina negara', dan keluarga besarnya 'wajib' GOLKAR. Termasuk semua swasta jika mau 'dianggap' oleh penguasa. Calon lain harus sedih dengan peluang cuma 10%. Nyatanya sistem Orde Baru tidak mau teori 'berbagi peluang' begitu. Karena yang cuma punya peluang 10% bisa jadi kuda hitam yang tiba-tiba menang. Ingat gak?
Sekarang ini kalaupun hampir semua calon petahana dianggap punya keuntungan, asumsi untungnya tetap cuma 50+1. Artinya calon-calon yang baru sangat dihormati bahkan ditakuti. Seakan-akan, calon petahana memang sudah dibenarkan undang-undang memimpin itu boleh 2 periode. Tapi harus siap kalah atau menang ketika mau meneruskan dari periode 1 ke periode 2. Seharusnya calon baru itu, para 'kuda hitam' itu, bersabar dalam memahami undang-undang. Petahana itu sudah dimatikan nasibnya, maksimal dua periode. Pada masa itu yang 100% diuntungkan adalah calon baru. Pemimpin lama sudah 'diusir' undang-undang. Maka peluang menangnya gak tanggung-tanggung, 100%. Ambilah peluang itu!
Keuntungan sederhana dari calon petahana di akhir jabatannya ketika akan ikut PILKADA misalnya, kemanapun ia berjalan, tanpa perlu banyak ngomong apapun, masyarakat seakan sudah diminta sadar bahwa gubernurnya mau 'nyalon' lagi. Itulah keuntungannya. Apa ini ketidak-adilan? Bego banget! Di era Orde Baru gak ada yang begini. Ini hasil reformasi.
Para politisi dan timses yang goblok itu, tidak sadar, bahwa kalo calonnya menang, mereka pun kelak bisa jadi calon petahana yang diasumsikan memiliki keuntungan khusus itu. Dan itu konstitusional untuk figur yang sudah pernah menang secara konstitusional dan diterima masyarakat. Sementara para calon baru, posisinya belum bekerja samasekali dan belum pernah terpilih masyarakat. Wajar belum dapat POINT PLUS. Ini logika demokrasi.
Lucunya politisi yang masih goblok ini berusaha ngajarin dan meyakinkan para mahasiswa. Dia tidak sadar bahwa mahasiswalah satu kekuatan utama reformasi. Mereka segera tahu HIKMAH KEBIJAKSANAAN itu apa?
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar