KOMUNITAS BACA SAJAK INDONESIA

Teman baik, pagi ini (7 Februari 2017) diskusi soal baca puisi melalui media sosial.

Karena kalau kuberi rekaman contoh cara baca ala-ku itu bisa menyesatkan maka aku bikin tulisan pendek saja.

Kenapa menyesatkan? Inilah kecelakaan yang banyak dilakukan oleh para pelatih yang keras kepala. Sehingga seolah-olah cara dia yang dicontohkan saat itu sajalah yang terbaik. Padahal itu cuma satu alternatif saja. Terkecuali, kalau sifatnya penyutradaraan baca puisi. Maka pengarah/sutradara punya otoritas penuh untuk diikuti. Kesepahaman tafsir harus sebangun dengan kehendak pengarah/sutradara.

Kutulis begini,

Buat pentas, bahkan lomba, kriterianya aja yang diperhatiin, Bu. Mendekati kriteria penilaian juri secara umum.

1. Pembacaan harus tepat sesuai interpretasi pembaca terhadap isi puisi. Sekali lagi, sesuai interpretasi Si Pembaca. Misalnya ketika menyebut, Kerawang-Bekasi. Itu sekadar nama tempat di Jawa Barat, atau medan pertempuran (titik simpul) Indonesia? Untuk.ini bisa mencapai titik temu. Kesepahaman.

2. Vokalisasi dan intonasi harus jelas.

3. Keras lembutnya suara disesuaikan dengan maksud pembacaan. Suara paling lembut sekalipun harus tetap terdengar oleh penonton.

4. Ekspresi muka persis sesuai dengan kata perkata yang dibaca.

5. Pembawaan, sikap di atas panggung dan gerak teaterikal (meskipun gerak kecil) harus sangat efektif mendukung.

6. Boleh bikin sensasi biar beda dari cara tampil yang sudah lazim.

7. Tambahan. Untuk hal ini boleh koordinasi dengan panitia dan juri. Secara umum pembacaan sajak akan dinilai dari mulai penyebutan judul sampai kalimat terakhir. Bahkan pengalaman saya di dunia rekaman studio radio, puisi hanya dibaca isinya. Judul dan penyair hanya ditulis di sampul kaset/cd. Ini menjadi pertanyaan memang, bolehkah membaca puisi tanpa membaca judulnya? Sementara ucapan salam, bahkan penyebutan buku sumber, tempat dan tanggal puisi itu ditulis, hanya dianggap sebagai cara baca seseorang. Tidak betsifat umum.

Apalagi soal trik pengondisian panggung. Ini pernah saya bahas di ajang lomba puisi di SMK Kesehatan Purwakarta. Saya bilang, seseorang pembaca bisa saja jangan dulu tampil. Kecuali setelah seseorang atau sebuah tim (tim work) mengondisikan panggung. Memasang backdrop khusus, memasang kursi atau peti berwarna, menghamparkan kain, memasang tiang mik dengan ketinggian tertentu, dll. Setelah itu, barulah pembaca atau peserta lomba  (seorang diri atau berkelompok)  naik panggung.

Yang menarik justru dalam Lomba Baca Puisi Pendek Indonesia. Pembacaan bisa dilakukan untuk satu puisi saja, tetapi bisa juga untuk beberapa puisi sekaligus. Tergantung ketentuan panitia. Jika boleh membaca beberapa puisi sekaligus, maka peserta bisa berimprovisasi, berkata-kata, bahkan ngocol banyol, sebelum melanjutkan ke puisi-puisi pendek berikutnya. Dengan panjang durasi maksimal yang sudah ditentukan.

Kalau berhasil, pembacaan serangkaian puisi-puisi pendek yang dikemas banyol, karena kebetulan bangunannya begitu, itu bisa sangat menghibur, mengalahkan Stand Up Comedy.

Selamat masuk ke dalam Komunitas Baca Sajak Indonesia.


Gilang Teguh Pambudi

Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG