SENSUALITAS QOSIDAH
Kang Ali Novel Magad, aku malah kalah. Sebagai otak kampungan, sejak kecil aku ini biasa dengar dan nonton Qosidahan. Berharap para penyanyi Qosidah profesional dan ibu-ibu majlis taklim tetap eksis. Keun bae di panggungna make jilbab gaul nu rada sensual oge. Supados rada ngartis. Malaikat juga maklum lah. Bukan nyari dosa, tapi pahala. Politik dakwah. Eh ternyata, para penyanyi pujaanku di YouTube, malah berkurang panggung qosidahnya. Dibidik industri dan panggung dangdutan. Kudu kumaha atuh nya? Mangkaning airmataku pernah berlinang demi Qosidah di acara Apresiasi Seni Radio. Sebab waktu itu Qosidah dihilangkan dari paket hajat MTQ.
Pemerintah dan pasar serasa memusuhi saya.
Mungkin orang-orang merasa lebih tahu. Gilang Teguh Pambudi, narasumber Cannadrama dan orang radio mah kampungan, moal ngamajukeun kampung halaman. Teu apal modern. Kuno. Fanatik teuing. Dasar Onta Arab tukang makan korma.
Sekali mangsa Qosidah satu-dua muncul di tv. Eh, dasar. Jilbabnya sensual dikit aja diomelin habis-habisan. Yang ngomelinnya tukang bikin rok mini, padahal. Karunya teuing dulur-dulur aing. Padahal Insya Allah solehah. Mungkin maksud sindikatnya, Qosidah mah nyumput sajah, di tempat khusus, gak usah populer segala. Padahal ibarat di ruang dakwah. Ada ruang khusus, ada ruang publik di dalam gedung, ada ruang terbuka di luar gedung. Da Qosidah mah di luar atuh. Dekat gerbang keluar-masuk. Sunan Kalijaga sudah tahu itu. Daya tarik. Lipstik.
Dan catet ieuh. Qosidah modern tidak harus menghiba-hiba ke masa silam, atau ke Arab. Meskipun masih ada lagu-lagu lawas Qosidah yang masih bagus di panggung, tetapi belakangan ini Qosidah modern biasa membawakan lagu-lagu 'nasyid', pop reliji dan dangdut reliji yang diqosidahkan. Itu modern. Itu bagus.
Memang di kalangan internal, tokoh Islam, lagu-lagu Qosidah juga habis dipukuli. Disamakan dengan dangdut reliji. Suka menyanyikan lirik berbahasa Arab atau menukil dari Al-Qur'an dan hadis, tetapi pengucapannya jadi salah karena mengikuti irama lagu. Ibarat, lekohnya ke-Arab-Araban tetapi mahroj-nya salah. Sebenarnya kritikan biasa itu. Tetapi jangan sampai mengharamkan yang pengucapannya benar. Bikin takut semua orang. Tidak bisa disamakan. Selain itu, memperbanyak Qosidah berbahasa Indonesia malah bagus, lebih komunikatif. Yang penting dakwahnya nyampe.
Eksistensi hiburan dalam dakwah itu minimal punya dua maksud. Pertama ajakan bertobat dan beribadah. Bertakwa kepada Allah. Kedua, boleh berhibur asal yang halal-halal saja. Jangan maksiat. Itu sebabnya Qosidah pun bisa menyanyikan lagu-lagu 'pop tema cinta' populer yang sudah umum.
(Gilang Teguh Pambudi)
Ketika komen soal qosidah kepada Ali Novel
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
Komentar
Posting Komentar