BAHKAN SEBUTAN KAFIR BISA DIREKAYASA

Sebenarnya banyaknya problem sosial di era reformasi belakangan ini, bisa menyadarkan kita, ummat manusia hamba Allah, terhusus Bangsa Indonesia tentang banyak hal. Salahsatu misal, memahami bahwa kecelakaan sosial itu berbahaya. Sebut saja, tidak cuma praktek pelacuran, tetapi segaris dengan itu, budaya grebek atas dugaan adanya praktek mesum juga bisa memancing masyarakat main hakim sendiri. Sehingga tidak mustahil ada seorang Kyai, tokoh atau orang tertentu, namanya cemar karena berdua dengan seorang wanita bukan muhrim ketemu di hotel. Padahal itu bisa fitnah, tetapi akhirnya menjadi makanan empuk untuk publik dan politik. Keduanya itu kecelakaan sosial. Karena hukum positif kita tidak melegalkan prinsip abu-abu yang diatasnamakan hukum. Itulah fitnah.

Kecelakaan sosial lain misalnya fenomena cap PKI, cap murtad, cap kafir, cap anti pemerintah, cap fanatik dll. Padahal PKI itu sudah tidak laku, posisinyapun jauh dari wilayah spiritual dan hidayah, tetapi orang yang anti PKI malah di-PKI-kan gara-gara berpihak secara demokrasi dan konstitusional pada warga bangsa keturunan. Demikian pula yang disebut murtad. Ada juga yang disebut dan dibenci karena dibilang anti-pemerintah, padahal dia pro-pemerintah, tetapi sangat kritis. Ada yang dituding Islam fanatik dengan kesinisan, padahal dia pluralis-moderat yang berangkat dari Kitab Langit. Dan satu lagi, sebutan kafir bisa dicetak, bahkan dibeli.

Seseorang atau sekelompok orang bisa dilabeli kafir oleh kesepakatan kelompok atau kesepakatan beberapa kelompok. Padahal karena pragmtisme, atau karena ketidaktahuan. Setidaknya memanfaatkan ketidaktahuan pengikutnya.

Ciri-ciri kafir itu sangat detil di dalam Kitab Suci Al-Qur'an, asal bisa membuka rahasia tafsirnya, jangan berkacak di atas satu prasangka permukaan, atas kalimat yang konon ada di kitab suci. Dari titik tolak ini secara universal ummat manusia hamba Allah yang 'ngaji' dijamin mutlak pasti bisa menemui kebenarannya.

Kafir itu menurut parameter universalitas jalan lurus, jalan mulia, kebenaran pintu tauhid, adalah mereka yang salah, sesat, bodoh, ingkar, dan hianat, dst. Kekafiran, sampai kapanpun akan tetap jadi bahaya laten.

Tetapi melihat fenomena mencetak kafir. Seseorang atau sekelompok orang bisa tiba-tiba dicap kafir. Ini kecelakaan sosial. Setidaknya secara kearifan dan intelektualitas ini adalah sebuah kemunduran besar.

Sampai-sampai saya bisa merasakan. Seseorang yang istikomah, tenang, sidik, arif, amanah, percontohan, penuh solusi pada bidangnya, tetapi bisa tersingkir karena ada cara berfikir sementara pihak, 'biasa mengafirkan orang' yang sangat kuat di masyarakat.

Fenomena-fenomena itu muncul di tengah era reformasi kita. Maka, dari kacamata positif semestinya itu bisa berbalik menjadi enerji cerdas yang membalik dan menyelamatkan. Semoga.

Dan satu lagi. Selain penegakan hukum atas kesalahan seseorang yang melakukan pelanggaran hukum pidana karena kekafirannya, misalnya, sesungguhnya ada juga satu prinsip utama: MEMBUNUH KAFIR itu bisa dalam bentuk, seseorang yang kafir bersama para Nabi, ulama dan tokoh-tokoh membunuh kekafirannya, artinya BERBALIK JADI TOBAT. Sehingga kelak kalau ada berita hikmah 1000 kafir mati, itu artinya 1000 orang telah tobat (Orang kafirnya sudah tidak ada, habis ditelan bumi). Mereka yang tobat itu tetap hidup dan menjadi mulia pada akhirnya.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG