GAJI KULI UPAH PUISI
Kalau anda anti menerbitkan buku secara sosial, pasti rujukan anda komersil, supaya dapat royalti.
Sebut saja anda dapat royalti 10 juta, itupun ditransfer 3-5x. Misalnya. Atau kalau beruntung ya sekaligus. Itupun anda penulis eklusif, tidak seproduktif penulis untuk karya tulis jenis lain.
Tentu jadi lebih besar upah buruh, 2 -3 juta tiap bulan bisa selama 5-10 tahun. Atau seumur hidup. Bahkan bisa lebih besar pendapatan PKL.
Tapi, kalau jalan fikiranku ...... tetap saja bangga jadi penulis, komersil atau sosial. Tapi kalau begitu kenyataannya, tentu lebih nyaman sambil jadi buruh atau jadi PKL. Ketahuan. Atau sambil jadi konglomerat. Atau gubernur.
Tetapi yang pasti unik, setiap kali dapat uang, aku pasti akan merasa itu uang seorang penulis saja. Penyair, haha. Ya ya. Begitulah. Darimanapun datangnya. Meskipun itu gajiku sebagai seorang mentri atau pelayan toko. Asal bukan hasil korupsi atau mencuri. Begitulah yang terjadi pada banyak penyair di dunia.
Maka penyair disebut-sebut posisi duduknya di samping raja atau di sebelah panglima perang. Bukan untuk menjawab pertanyaan, lebih tinggi, setara, atau lebih rendah dari raja atau panglima perang. Bukan. Samasekali. Tetapi sekadar menunjukkan bahwa kerja kepenyairan itu intelek dan terhormat. Itu saja.
Entah di mana posisinya, sebab aslinya itu jatah dari Allah SWT untuk 'menggembala' hidup.
Kembali ke soal penerbitan buku puisi atau karya sastra lain. Sebenarnya untuk karya yang tidak gampang komersil, mau terbit untuk diharapkan uang hasil penerbitannya atau dibiarkan sebagai produk sosial, menurutku sama saja.
Keduanya sama-sama dilempar ke masyarakat untuk menunjukkan bahwa kata-kata di situ sedang bekerja di tengah masyarakat itu, selain bekerja juga melalui gerakan budaya yang dilakukan penyairnya dan komunitasnya.
Maka penyair atau penulis yang malu-malu menerbitkan buku secara sosial nampaknya keliru besar. Sebab kalau yang jadi persoalannya penghasilan, dengan kerja rutin, meskipun di luar soal tulis-menulis kita dapat memenuhinya. Kecuali kalau anda memang dijatah bernasib baik, menjadi bagian dari sedikit penulis yang komersil dan mendapat royalti besar.
Saya suka membayangkan, seorang pengusaha kaya itu kalau mau, dia tinggal nerbitin buku, lalu bukunya bagi-bagikan saja melalui berbagai kegiatan panggung komunitas. Gak usah dijual. Karena misinya kerja puisi. Tapi sayang bayanganku selalu tumbang. Kenapa? Karena pengusaha itu tidak mungkin tiba-tiba jadi penyair. Sebab penyair itu proses hidup dan naluri alami. Itu soal!
Artinya apa? Ya penyairlah yang bisa bertindak sosial itu. Meneriakkan kata-kata pada waktu dan tempatnya. Meskipun tidak komersil.
Jangan alergi berdalil: justru gaji kuli upah puisi!
Jangan lupa kasih tahu calon mertua. "Saya telah menulis dan menerbitkan buku puisi". Insya Allah keluarga akan merasa bangga dan baik-baik saja. Karena saya juga kuli harian. Maksudnya, bekerja mencari nafkah setiap hari.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar