JIWARAGA MERAH PUTIH

19 Januari 2017

Yang jelas, bendera merah putih sebagai simbul negara dan bangsa Indonesia itu, tidak mendatangkan bahaya, pertentangan nasional dan internasional. Dan tidak mendatangkan segala sakit hati. Merah putih adalah bahasa cinta. Persembahan bunga. Merah berarti berani. Putih berarti Suci. Ya, keadilan pedang yang sangat tajam.

Di radio berkali-kali saya bilang, kalaupun Indonesia disebut bangsa merah, no problem. Maksudnya merah berani karena benar atau berani membela kebenaran di muka bumi. Kalau dipertanyakan di mana putihnya? Putihnya ada di merahnya.

Saya juga merasa gak masalah Indonesia disebut sebagai bangsa dan negara putih. Maksudnya berorientasi pada kesucian belaka. Kemuliaan saja. Menyembah yang Maha Suci. Kalau ditanya, di kemanakan merahnya? Merahnya ada di putihnya.

Sekali lagi, dalam multi seni kreatif, lambang merah putih Indonesia juga melahirkan daya ekspresi yang total, sikap heroik, kedamaian dan kesejahteraan Nusantara, bahkan bisa menunjukkan kritik sosial yang mempesona. Bikin bangga.

Tetapi kalau oleh ulah tak bertangungjawab sementara pihak lambang negara, bendera merah putih malah mendatangkan pertentangan dan kebencian-kebencian, berarti itu ada masalah.

Bagi ummat Islam sendiri, sebagai warga bangsa mayoritas di negri ini, merah putih itu sudah sangat Islami. Relijius. Gak perlu memaksakan diri ditambahi tulisan syahadat, misalnya. Kalau itu mendatangkan masalah. Padahal dalam kondisi tertentu sebuah backdrop panggung merah putih bisa saja bertuliskan syahadat. Jadi kita harus jeli melihatnya.

Kita tentu juga tidak bisa sembarangan membuat 'citra' suatu negara lain di atas bendera kita. Karena bisa menyulut rasa suka dan tidak suka dunia intenasional. Dan bisa merugikan NKRI.

Bahkan panitia Agustusan di Istana negara di hadapan presiden Jokowi, misalnya, tak akan mau berbuat konyol dengan mengibarkan bendera merah putih bergambar Bung Karno atau bertuliskan kata, merdeka. Bahkan itu jika terjadi 'ngajarin' melanggar undang-undang. Meskipun saya, bisa saja punya bendera merah putih dengan sablonan siluet wajah saya sendiri di satu sudutnya, di tempel di dinding kamar. Bukan untuk dikibarkan selazimnya sebuah bendera negara.

Kain bendera merah putih juga tidak pantas dipakai lap oli atau kotoran. Setidaknya bisa ditegur.  Secara rasa, sangat tidak patriotik. Tidak mendidik. Memaksakan diri. Kalau disengaja, itu malah bentuk perlawanan. Maukah anda, maaf, melihat adegan bintang porno, pelacuran, lalu di situ bendera merah putih di-close up kamera, dipakai mengelap cairan sperma?

Maka tetap istikomah kita berkata, jiwa ragaku merah putih!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG