KONSISTENSI BERPUISI

Ini status dari Facebook sebenarnya. Pendek saja. Meskipun demikian tetap saya anggap sebagai tulisan yang bermanfaat. Apalagi di awal tahun 2016 menulisnya. Sudah lama:

Mungkin ada yang coba-coba mempertanyakan, mengapa tidak konsisten, dalam pengertian kurang progresif menulis puisi pendek Indonesia? Entah pertanyaan itu dilontarkan kepada siapa.

Konsistensi puisi itu apa sih? Sedangkan para penyair yang mengaku sukses dan punya nama pun melalaikan konsistensinya dengan menyebut, dunia puisimu kelas teri, bukan kelas. Atau terjebak malu untuk gumul. Atau menimbang untung, komunitas yang tidak mengangkat jangan ditemani.

Sementara penyair yang masih rendah diri dan malu-malu sambil sesekali menulis puisi malah mencari jawaban, apa saya perlu jadi penyair? Apa diterima? Busyet!

Yang paling masabodo malah asyik, argumentasinya, "Ah kalau mau nulis ya nulis aja, kalau mau teriak ya teriak aja, kalau mau bersiul ya bersiul aja".

Konsistensi puisi adalah hidup puisi yang mengingkari kematiannya. Kematian puisi adalah ketika penyair, jumlah puisi dan buku puisi kekewat banyak, tetapi tidak menghidupkan hidup. Mungkn itu yang disebut pragmatisme. Istilah lain dari, cuma pandai bermain kata.

Bahkan dalam bahasa
Nun mati
Artinya hidup

Haiku berbahasa Indonesia, adalah kesemarakan puisi pendek Indonesia hari ini. Sonian itu, ya kenapa tidak? NALIKAN-ku. Puisi mbeling yang pendek, itu juga. Apapun. Apapun.

(Gilang Teguh Pambudi - penyair penyiar)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG

TEU HONCEWANG