MALAM ORANG TUA

Orang tua yang sudah punya anak idealnya banyak di rumah, apalagi yang sudah bercucu. Karena orang tua itu simpul keluarga. Sentrum nilai. Terlebih-lebih seorang ibu.

Orang tua adalah tempat pulang yang mudah dicari. Mesti begitu.

Surga di bawah telapak kaki ibu juga bernilai sosial menjaga kuat kekeluargaan dari garis keturunan ibu. Saudara kandung. Lalu akan meluas pada hubungan masyarakat, para anak ibu. Pendeknya, sejuta ibu itu satu saja hakekatnya. Anak-anak sedunia yang menyusu itu, menyusu kepada satu ibu belaka.

Mencuci telapak kaki ibu, suatu tradisi yang pernah dikenal di Jawa, itu sesungguhnya doa selamat. Yaitu anak-anak harus menjaga kehormatan diri, agar ibu yang kita muliakan jejak telapak kakinya slalu bersih.

Jadi ingat kisah Sri Kresna. Meninggalnya ketika terjadi kesalahan, perang anak-muridnya. Itu yang mengakhiri hidupnya. Karena dia laki-laki. Maka berfikir Arif itu dengan cara ibu, dengan cara Mpu. Jadilah laki-laki yang seorang ibu. Tentu mengerti figur seorang ibu. Biarpun dunia mencatat, sehebat-hebatnya laki-laki tidak akan pernah sanggup menggantikan seorang ibu.

Pernahkah anda mengenang suatu drama keluarga bersama orang tua yang paling inspiratif?

Malam ini (18/1/2017) aku memeluk istriku yang baru pulang dari Wonogiri-Solo. Lalu kami nonton tv tentang peserta audisi musik yang cinta orang tuanya. Sampai merinding.

Lalu kubilang ke istri: "Dulu (1998) waktu masih tinggal di Bandung saya datang nemuin ibu (kandung) di Jakarta. Saya bilang ke ibu, mau nyuci kakinya, lalu air cuciannya mau buat mandi. Kan kata orang-orang pintar itu tradisi untuk menunjukkan cinta dan hormat kepada ibu. Eh ternyata ibu saya menolak. Dia bilang, gak usah". Saya tidak kecewa. Untuk nama baik beliau saya harus jaga diri. Itu saja. Meskipun dalam banyak kisah di masyarakat Sang Penjaga Diri, siapapun, sering berbenturan dengan fitnah, bahkan fitnah yang keji.

Lalu aku teringat alm. Bapak. Waktu itu (2005) aku lagi sakit agak lama. Ternyata diam-diam istriku ngabarin bapak. Padahal aku lebih suka kalo bapak tahunya aku baik-baik saja daripada bikin dia resah. Ternyata benar, Bapak nelpon balik dan bilang begini, "He, laki-laki itu gak boleh sakit. Kasihan Anak istrimu!" Kufikir itu bentuk gelisahnya. Dia sayang anak istriku memang. Maka demi mendengar  itu aku yang terbaring jadi tersenyum dan pingin cepat sembuh.

Subhanallah.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG