MUSLIM HATAM INJIL
Tahun 2000-an, saya termasuk minoritas di dalam mayoritas, yaitu menjadi Muslim yang hatam Al-Qur'an sekaligus hatam Injil.
Tetapi siapa bilang membaca Injil akan menggoyahkan akidah? Buktinya setelah tamat baca Injil, saya merasa Islam saya tetap kuat, atau makin kuat.
Sebab apa? Sebab kebaikan yang dikabarkan Injil sudah saya dapati di dalam tafsir Al-Qur'an. Sangat lengkap. Tidak berkurang sama sekali. Pendek kata, membaca kitab suci, kitab akhir zaman, Al-Qur'an sekaligus di dalamnya sudah membaca Injil dan Taurat.
Bagaimana dengan kritikan, jangan membaca Injil karena sudah tidak asli, sudah dirubah-rubah oleh kepentingan-kepentingan. Saya melihatnya, sambil boleh tetap curiga adanya perubahan, jika ada, sesunguhnya yang lebih bahaya lagi adalah berubahnya misi Kitab Suci jika antara isi kandungan Kitab Suci itu berbeda dengan propaganda tokoh dan penganut agamanya. Dan ini berlaku secara universal. Istilah awamnya, kitabnya ke Utara, tokoh dan Ummatnya mengajak bergerak ke Selatan. Tidak pernah ketemu. Kecuali dalam poin tertentu yang sedikit.
Sekali lagi, saya bangga hatam Injil. Dan saya bangga menjadi Muslim yang taat.
Posisi pada saat saya membaca, adalah seorang pribadi manusia, hamba Allah dengan segenap potensinya, sambil merasa sebagai seniman sekaligus tokoh yang ngerti agama. Ini penting, karena masih ada kebodohan awam yang perlu diberi kata tegas, yaitu pendapat yang menyebut, hatam Al-Qur'an itu hanya dibutuhkan oleh mereka yang mau jadi Kyai atau Ustad. Demikian pula ada 'arogansi' awam lain, beberapa Kyai merasa hatam Kitab Suci, dengan menyepelekan pengunjung acara Tablig Akbar yang sesungguhnya sudah berkali-kali hatam dan bernilai Kyai juga, meskipun pekerjaannya pedagang, buruh, atau petani.
Bahkan setelah membaca kebenaran yang termuat di dalam Injil, saya semakin yakin pada kalimat, "Islamlah satu-satunya agama yang lurus". Karena hak Allah untuk menamainya. Menyebut ini dan itu.
Kebiasaan hari-hari saya yang biasa membaca Al-Qur'an, tetapi pada saat yang sama sedang menamatkan Injil, bukan berarti suatu proses yang wajib dilakukan hamba Allah yang lain. Semisal satu contoh yang memaksa. Sebab seperti yang saya bilang, di dalam Al-Qur'an pun kita membaca Injil yang lurus.
Ini juga jawaban ketika saya bersukacita bersafari sholat Jum'at di 40 mesjid berbeda. Bahkan sampai sholat Jum'at di 120 mesjid berbeda (40 x 3). Sebuah perjalanan spiritual sekaligus wisata reliji. Meskipun menjalani ini, bukan berarti saya memaksa kepada siapapun untuk melakukan hal yang sama. Demikian pula saya berpuasa sunah 7 dan 9 hari berturut-turut, berpuasa bicara (tidak bicara) sehari penuh, selain menjalankan rutinitas sholat wajib dan sholat sunah.
Hidayah Allah itu menurut saya sangat terlalu mahal. Sehingga seseorang yang telah menemui Islamnya yang kaffah, semakin bertambah waktu justru semakin menguat, apapun yang terjadi. Karena Islam itu prinsip utama. Islam itu hidup, bukan kematian. Islam itu keselamatan abadi. Dan Al-Qur' an berada di situ posisinya. Juga Injil dan Taurat. Kebenaran Agama Samawi.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar