TIDAK KAFIR, TIDAK MURTAD

SAYA DISURUH ISTIGFAR DAN TOBAT

Sampai Pilkada DKI 2017 usai, orang-orang menang malah nyuruh saya istigfar dan tobat karena sudah milih Ahok-Djarot sebagai cagub-cawagub DKI, yang akhirnya kalah di putaran kedua.

Dan sebagian mereka adalah orang-orang yang gak tahu kalau dari tahun 1989, saya tetap orang di dalam tubuh mayoritas Islam Indonesia yang menginginkan presiden dan pemimpin Muslim, dan menginginkan peran aktif-besar muslim dalam segala bidang, terlebih-lebih dalam urusan konstitusi, ekonomi, dan senibudaya. Senibudaya multi-fungsi, terutama sebagai bahasa komunikasi yang cair dan integral.

Seolah-olah saya ini kafir dan murtad. Padahal istikomah itu wajib. Bagi saya ukurannya harus sudah lulus ujian.

Pencalonan Ahok yang disorot sebagai non-muslim, itu bagian dari sistem, konstitusi yang kita bangun. Konsekuensi. Logika yang mencerahkan. Yang membuat manusia dunia percaya kepada Islam di Indonesia.

Kalau yang jadi masalah adalah soal kedekatan secara emosional kepada warga mayoritas, sesungguhnya sudah dijawab dengan berduetnya dengan Cawagub yang seorang muslim, Djarot. Selain itu sebagian besar aparatur Pemda DKI juga muslim. Apalagi yang ada di tubuh Departemen Agama. Sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat umum. Sekali lagi, semua dalam sistim. 

Apalagi ada dua cermin penerimaan Ahok. Pertama ketika Ahok berduet sebagai cawagub berduet dengan cagup Jokowi hingga terpilih. Bahkan sampai menobatkan Ahok sebagai gubernur ketika Jokowi dipanggil negara menjadi presiden. Lalu ketika di Pilkada DKI 2017 Ahok-Djarot sempat menang di putaran pertama. Itu penerimaan.

Mengapa perintah istigfar dan tobat itu seperti arogansi pesta?

Islam sebagai mayoritas di indonesia itu semestinya seperti bapak, seperti ibu, seperti guru, seperti sang pelindung, tangan kanan Allah Swt di muka bumi.

Seperti tahun-tahun pemilu sebelumnya, untuk Pilpres 2019 yang akan datang pun saya masih konsisten pasti mendukung calon presiden Indonesia seorang muslim. Tetapi secara prinsip pasti tetap ada yang akan menentang, karena saya tidak alergi kalau calonnya laki-laki atau perempuan. Seperti ketika saya mendukung Presiden Megawati. Demikian wapresnya menurut saya bisa seorang muslim bisa yang disebut non-muslim. Meskipun saya tetap berharap, semoga pasangannya bisa sama muslim. Karena itu hal biasa. Sesuai konstitusi.

Cannadrama.blogspot.Com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG