11. ORANG RADIO INDONESIA 0101-0110

0101
TITIK PUTIH
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Tak ada selesainya membicarakan spirit nasionalisme siaran radio, radio komunitas daerah yang sarat acara tradisi sekalipun, karena nasionalisme adalah jiwa bangsa Indonesia.

Program radio bagaimanapun, acara-acara apapun bentuknya, harus mencerminkan semangat kebangsaan kita. Akhirnya kita bersyukur kepada Allah Swt karena telah lahir sebagai bangsa besar, Indonesia. Bahkan dalam.paadugme perang, perang membela tanah air Indonesia di jalan Allah, pastilah disebut perang suci.

Kalau pemain teater pada sesi latihan melatih konsentrasi dengan fokus menatap satu titik putih, sampai terpejam, sampai tak ada tapi masih nampak. Sampai terbuka matanya, titik itu sudah dihapus, tetapi terus ada dalam fikiran dan imaji. Maka orang radio yang mengandalkan suara-suara, sesekali bisa melatih pendengaran mulai dari jernihnya suara satu denting kecapi, sampai akhirnya melumat habis satu lagu. Tetapi secara fikir dan imaji, terbangkitkan rasa cinta pada daerah sekaligus keindonesiaannya.

Sesekali, dengarkan pula musik, instrumen atau lagu-lagu daerah dari Sabang sampai Merauke. Nikmati juga lagu dangdut, pop, keroncong, qosidah dll yang memakai nuansa musik tradisi. Akan terasa, di situ kita dilahirkan. 'Mikrofon' kita dilahirkan.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
------

0102
WELLCOME
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Suatu waktu sebagai Kepala Studio dan Programmer saya  memanggil seorang penyiar acara Nostalgia Mancanegara, request lagu-lagu lawas berbahasa Inggris. Sam, namanya. Setahu saya dia juga guru bahasa Inggris.

Saya bilang, lagu-lagu yang menyentuh kemanusiaan kita adalah universalitas musik di muka bumi, itu karunia dari Allah. Tetapi tidak mustahil ada satu dua lagu yang liriknya bertolakbelakang dari itu. Maka memanfaatkan kemampuan berbahasa Inggris lakukan filterisasi. Sekaligus angkat penggalan lirik-lirik yang inspiratif.

Tiap saya mengingat itu, tidak terasa kita sesungguhnya bicara nasionalisme. Kenapa? Karena selama kita menawarkan siaran di radio, maka aura kita adalah membawa rasa pendengar. Jadi maksud sebuah filterisasi ternyata adalah rasa masyarakat, rasa bangsa. Apa yang bebas di sana-sana, belum tentu itu yang kita mau. Meskipun tentu lagu cinta yang kita putar kadang cuma berputar menggunakan idiom berkasih sayang, peluk-cium, kecup sayang, atau setidaknya bergenggam tangan.

Saya juga teringat pesan Cannadrama, yayasan seni saya, yang secara on air dan off air telah menginspirasi saya untuk berkata, baca semua buku, sehingga kepala dan hati kita seperti perpustakaan, tetapi di situ telah ditolak teori-teori yang menyesatkan. Saya fikir ini nasionalisme kita.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0103
LAGU NASIONAL
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Tidak hanya untuk RRI, radio swasta pun alangkah tinggi nilainya kalau memulai siaran radio dengan memutar lagu Indonesia Raya. Ini menjadi bagian dari kesadaran nasionalisme kita.

Saya teringat pentas teater yang saya sutradarai pertama kali dalam hidup saya, tahun 1989 di aula SPGN Sukabumi. Judulnya, Lautan Merah Putih. Naskahnya saya buat terinspirasi oleh bendera merah putih, kalau ditarikan puluhan ratusan orang akan sangat gagah. Memotivasi. Menggugah rasa. Maka satu tokoh imajiner dalam pentas itu bernama, Sang Pencatat Sejarah.

Di dalam radio ternyata sama. Semua acara yang wangi 'nasionalisme' akan terasa merakyat, megah dan mewah. Tak butuh diterjemahkan muluk-muluk. Cukup membuka awal siaran radio dengan lagu kebangsaan, berkomunikasi memakai bahasa Indonesia, atau berbahasa daerah tetapi mencerminkan keindonesiaannya, dan menutup siaran radio (biasanya lewat tengah malam) dengan lagu yang menginspirasi semisal Indonesia Pusaka, Rayuan Pulau Kelapa atau lagu Syukur.

Dengan bangunan kerakyatan ini kita telah melakukan prinsip gotong royong membangun bangsa. Kehangatannya akan terasa di hati.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0104
ANEH BIN AJAIB
(Tips Orang Radio Sukses)

Anda pasti sependapat dengan saya. Punya HP dengan koleksi banyak lagu yang bisa didengar pake headset kapan saja. Tetapi kita malah sering jenuh oleh koleksi lagu yang kita miliki itu. Kalaupun 1 lagu favorit saja yang terpilih, di-repeat, akan terasa jenuh juga kalau sudah mengulang lebih dari 3x. Begitulah keadaan telinga kita.

Tetapi, aneh bin ajaib. Kalau lagu yang ada di HP kita diputar di radio, melalui proses request atau improfisasi ini-itu dari penyiarnya, rasanya jadi lain. Jadi makanan fres. Sangat lezat.

Maka tidak heran eklusifitas radio menembus suasana inklusif di telinga dan hati pendengar.

Ini adalah kekayaan dunia radio, keuntungan bagi aktivisnya di situ. Orang radio Indonesia setidaknya punya dua tanggungjawab. Pertama, mempromosikan dengan yakin keunggulan radio. Kedua, menyajikan tanggungjawab on air untuk masyarakat, 'manusia pendengar'.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0105
ANTI MAKSIAT
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Kita sudah pernah bicara, kedekatan penyiar dengan audience itu semisal bicara personal dua manusia. Mu, yang disebut oleh penyiar, atau anda, rasanya sangat sehati dan dekat. Juga kata, kita, seakan berdua saja. Bahkan kalimat, "Yuk kita ramaikan panggung pesta ulang tahun radio kita", tetap terdengar sebagai ajakan personal, supaya pribadi-pribadi yang banyak itu hadir.

Intensitas ini sekaligus menunjukkan bahwa karakter sosial itu bisa terbangun dan terbina dari sini.

Karena ada kaitannya dengan tanggungjawab membentuk karakter sosial, maka jika diumpamakan sebagai sesosok figur, maka radio harus dipastikan, berprinsip anti penyakit sosial. Anti maksiat. Mau tidak mau. Apapun persepsi lurusnya. Kecuali kalau mau disebut pelanggaran etika frekuensi.

Segaris dengan yang biasa saya tularkan melalui Yayasan Seni Cannadrama, sikap anti itu misalnya: anti pornografi, anti seks bebas, anti pelacuran, anti miras dan narkoba, anti kriminalitas, anti korupsi, anti perusakan dan pencemaran lingkungan, anti terorisme, anti pembodohan, anti pemiskinan, dst.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-------

0106
KETERWAKILAN
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Tahukah, bahwa detik-detik proklamasi tahun 1945  menyebar ke seluruh Nusantara melalui siaran radio? Kalau kita tanya masyarakat di awal kemerdekaan Indonesia, apa yang akan anda lakukan jika saat itu anda sebagai penyiar? Maka mereka pasti menjawab, "Akan kami sampaikan melalui corong radio, Indonesia Merdeka!"

Itu contoh keterwakilan. Jadi ingat prinsip fardu kifayah. Sesuatu berhukum kewajiban seluruh manusia, tetapi jika sudah ada yang mewakili maka tunailah kewajiban itu. Misalnya, saling bernasehat dalam kebaikan dan kesabaran hukumnya wajib, fardu ain. Tetapi saling bernasehat seperti itu melalui mikrofon radio, tentu saja cukup diwakili penyiar saja. Iya kan?

Ini semisal prinsip hidup membelah diri. Satu tubuh menjadi 7 atau 70.000. Sehingga orang baik di mana-mana, mereka 'saya' semua. Atau beribu anak panah Arjuna melesat dari markas-markasnya.  Atau, kita ini seperti saudara kembar.  Lebih kembar dari sekedar serupa fisiknya. Ini lahir batin. Gubernur Ahok pun kalau menyukai ceramah ulama, ia tentu akan merasa sebagai tubuh Ustad yang sedang berfatwa itu.

Berhati-hati menggunakan media massa. Media orang banyak. Sebagai public figure. Kebaikan dan prinsip-prinsip yang kita ekspresikan adalah keterwakilan. Meskipun sepintas kadang terlihat beda pendapat. Hakekatnya idem.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0107
HUKUM DUNIA
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Dunia radio, setidaknya yang kental dengan sajian seninya, sudah dari dulu senasib dengan komunitas pengusung seni, disebut-sebut tempat kenakalan, ekspresi bebas, kesenangan dunia dst.

Padalah di permukaan analisa sepihak itu muncul penyadaran tentang ekspresi kemanusiaan. Yang artinya, seni yang di-create atau dimainkan adalah bahasa antar manusia di dalam sistem nilai kemanusiaan yang mustahil tanpa berketuhanan. Kesadaran inilah nampaknya yang menjadi titik oase bahwa ada klasifikasi seni untuk kemanusiaan dan seni untuk syetan.

Satu contoh kecil, cipika cipiki dalam seremoni pertemuan antar penyiar pria wanita di panggung umum atau dalam perjumpaan antara penyiar dan pendengar. Sesuatu yang asasi dan tidak menyentuh pornoisme atau anti-adabisme. Itu natural saja. Meskipun ada yang fanatik tetap tidak suka, tapi ada dari mereka yang menyebut itu hanya Pilihan kebiasaan.

Demikian pun dalam panggung yang memiliki nilai sensasi-eksotisitas. Termasuk kesan desah dan humor 'omes' (omongan mesra) di radio. Artinya, radio yang normal, yang anti maksiat, masih memberi ruang siaran dengan interpretasi yang terbuka. Memang. Hukuman sosial dan formal semestinya langsung menohok pada kasus perkasus. Jangan disamakan seni di radio dengan kondisi diskotik yang nesum dan bermiras-narkoba.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-------

0108
AURA TAHU
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Suatu waktu saya berkonsultasi dengan jajaran direksi. Saya butuh dua orang radio berjilbab, terutama untuk kantor, syukur-syukur sekaligus siap siaran dan aktif di EO. Kenapa? Saya butuh imej radio secara on air dan off air adalah tempat ekspresi seni, tetapi diikuti oleh nilai tenang dan nilai tahu. Saya fikir, perlu ada jilbab di dalamnya. Dan ternyata oke, saya sempat menerima dua wanita berjilbab. Sangat santun di kantor.

Dalam benak saya saat mengajukan itu, kalau perlu hijaber itu yang bisa juga jadi juri joget dangdut atau modern dance. Tetapi selalu memberi aura positif dalam seluruh event, bahkan membuat aula jadi teduh.

Cakep!

Dalam beberapa tulisan saya di FB di era presiden SBY, dalam teori politik pembiaran atau pun politik kesengajaan (bagian dari politik kebudayaan), maka SBY itu adalah seorang ceerleader atau penari jaipong. Tidak apa-apa. Yang masalah, kalau ada penyanyi membuat lagu tentang selingkuh itu indah tetapi presidennya diam saja. Itu bagian dari politik kebudayaan akhirnya.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0109
FANS CLUB
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Radio, mau tidak mau akan menjadi tempat mangkalnya fans club dari berbagai band dan penyanyi terkenal. Itu konsekuensi. Tentu sesuai format musik dan segmentasi pendengar. Mustahil terlalu berharap akan berkumpul dengan kuat Ebiet fans club di sebuah radio remaja. Begitu juga sebaliknya.

Ini harus menjadi data pertimbangan Programmer dan rapat crew untuk tujuan pemrograman. Karena salah segmentasi dan format musik akan menimbulkan kegamangan. Begitu pula kalau maksud hati mendulang dukungan fanatik dari fans club band baru, band muda, tentu harus rela melepas semua yang bersebrangan.

Apakah ini titik mati. Sebenarnya tidak juga. Yang sering kita jumpai memang seolah-olah begitu, itulah paradigma keliru.

Pada radio anak muda atau remaja, segala hal yang berkaitan erat dengan musik oldis masih bisa masuk secara lentur lewat materi kata yang  apresiatif. Tidak akan terasa masuknya, tetapi masih terasa kuat pengaruhnya. Begitu juga sebaliknya  inilah strategi pertemuan dua tiga generasi dalam satu format dan segmentasi. Sungguh cerdas dan arif. Dibuang sayang!

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0110
DI TENGAH MASYARAKAT
(Tips Untuk Orang Radio Sukses)

Menurut saya, kalau fans club dibuat dan dikoordinatori oleh institusi radio, komunitas atau kelompok itu akan bersifat turun-temurun. Jika koordinator pertamanya keluar dari radio itu maka pihak radio akan menentukan kepengurusan selanjutnya.

Maka semisal Koes Fans Club dll tidak pernah saya bangun atas nama radio, meskipun di radio itu ada acara spesialnya. Koes Fans Club dll tetap Komunitas di tengah masyarakat biasa. Kebetulan saya selaku koordinatornya orang radio yang membawakan acara Koesplus di beberapa radio.

Bahkan ketika tiba waktunya saya tidak membawakan acara Koesplus di satu radio, itu tidak berpengaruh. Saya tetap menganggap semua acara radio yang memutar lagu-lagu Koesplus adalah tempat mangkal. Di manapun. Mudah menemui mereka di situ. Bahkan di radio non-musik nostalgia, kita masih bisa titip adlib atau spot promo panggilan anggota. Selain bisa juga, forum silaturahmi dibina melalui temu dan gelar acara off air.

Sekadar catatan cerdas, catatan budaya, tidak mudah mendirikan fans club. Koes Fans Club terbentur lagu Telaga Sunyi, yang mengisyaratkan hidup boleh bunuh diri demi Cinta suci. Coba cek di Youtube. Padahal itu haram. Untung bisa ditengahi dengan tidak perlu memutar lagu itu, karena itu cuma kisah cinta dari cerita rakyat yang 'dikisahkan nenek'. Pencinta Iwan Fals terbentur lagu Lonteku, yang liriknya mengisyaratkan  tetap bangga dan bertahan menjalani hidup meski sama-sama di dunia hitam. Payah. Sampai-sampai lebih dari 20 tahunan saya tidak pernah memutar lagu itu di acara Apresiasi Seni. Tapi Iwan mengklarifikasi, maksud dia, para preman itu butuh cinta juga.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
Cannadrama.blogspot.Com
---------------------------------------------


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG