17. ORANG RADIO INDONESIA 0161-0170

0161
ACARA KOMUNITAS
(tips untuk orang radio sukses)

Sebelum radio komunitas mulai marak, pasca radio-radio yang dianggap resmi, RRI, RSPD (sturada), dan anggota PRSSNI, serta mulai menggeliatnya radio dengan format tunggal sebagai kebutuhan khusus, Radio Dakwah; sesungguhnya Kita sudah mengenal istilah siaran komunitas.

Radio komunitas adalah radio yang fyur melayani kepentingan komunitasnya dengan biaya operasional swadaya, berbeda dengan radio komersil yang merupakan radio yang diniatkan menjual berbagai produk siaran.

Sedangkan siaran komunitas adalah satu jenis format siaran yang biasa ada di radio-radio komersil atau di RRI dan RSPD yang ketika itu disebut sebagai radio pemerintah. Misalnya siaran untuk komunitas pertanian, ruang dakwah di udara sekaligus media koordinasi majlis taklim yang dikelola radio, komunitas untuk kelompok hobi burung berkicau, ikan aquarium dan tanaman hias, komunitas sepeda,   komunitas seni tertentu dst.

Keberadaan siaran komunitas yang biasa muncul sebagai siaran mingguan itu tentu masih ada dan sangat penting dipertimbangkan. Setidaknya sebagai siaran mingguan. Baik sebagai upaya radio membangun pencitraan dan merangkul segenap pendengar, atau untuk tujuan komersil ketika komunitas-komunitas yang bersiaran dikenai biaya on air.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0162
TEATER UDARA
(tips untuk orang radio sukses)

Sesungguhnya istilah teater udara sudah lama dikenal orang sebagai sebutan lain dari istilah drama radio. Disebut juga teater angkasa atau teater radio. Tetapi ternyata dalam kenyataannya ada hal lain yang menggeliat dengan istilah itu, apa dia?

Yaitu 'teater udara' yang fyur kelompok teater panggung yang rutin latihan teater dan sesekali melakukan pementasan di panggung, tetapi juga rutin mengisi acara semacam drama radio. Ada semacam eklusifitas dilihat dari keberangkatannya. Namanya saja, kelompok teater yang punya minat drama radio. Meskipun kalau ditilik dari formula on air-nya tetap saja drama radio.

Peristiwa ini mirip dengan kasus tetronik (teater elektronik) di televisi. Pada kasus tetronik ada 3 jenis. Pertama, teater yang disiarkan dengan kamera satu arah, satu titik, untuk memperoleh keaslian suasana panggung. Meskipun banyak pengamat menyebut, ini tak lebih dari siaran langsung atau reportase di TV, tak mewakili aura panggung sesungguhnya. Kedua, teater panggung yang di-syut dari berbagai sudut demi mengakali kebutuhan visual layar TV yang serba dekat (close-up). Ini dikritik lebih jauh dari aura panggung, sudah kebutuhan TV, tetapi memang diakui tetap merupakan sebuah promosi eksistensi teater. Ketiga, teater yang memang disiapkan TV untuk disiarkan. Pertunjukkan panggung tetapi ada jeda 'cut and action'.

Kembali ke 'teater udara', teater ini bisa dilihat dari dua sudut pandang. Tergantung unsur mana yang kuat. Apakah akan dianggap bagian dari drama radio atau teater panggung. Tetapi ujung-ujungnya, ia senasib dengan tetronik. Sudah menjadi kebutuhan siaran media radio. Bahkan kalaupun ada pertunjukan panggung disiarkan secara auditif pun, tetap saja pihak teater akan merasa sedang diberitakan (dipromosikan), sementara radio akan mencari titik ketepatan untuk mengoptimalkan kebutuhan pendengar radio. Bukan kebutuhan penonton teater. Kecuali supaya peminat teater mendapatkan informasi.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0163
KHAS
(tips untuk orang radio sukses)

Waktu TK mungkin anda pernah ikut peringatan hari Kartini. Apakah menari, baca puisi, atau berbusana adat Dayak? Tapi sesungguhnya itu perkembangan karakter yang ditempatkan, dengan segala ciri khasnya.

Di SMA anda berorganisasi? Setidaknya seksi apa di kelas? Saya sendiri aktif di OSIS sebagai wakil ketua MPK dan selalu berada dalam kepanitiaan kegiatan seni. Apalagi sastra dan teater. Ketika itu saya sudah penulis di beberapa koran. Di dewan kerja ambalan pramuka, saya selalu Bidpeng ( bidang pengetahuan umum). Masih ingat setiap ngasih materi latihan di hari sabtu temanya jadi macam-macam, puisi, ekonomi, sosial, pancasila, pahlawan Indonesia, teater, agama, dll. Termasuk guna kecakapan pramuka. Maklum, namanya pengetahuan umum. Ketika teman-teman banyak jadi aktivis Saka Bhayangkara, Wanabakti dll, saya masuk Saka Kencana (keluarga berencana). Padahal beberapa majalah dan brosur di rumah menyebut KB itu haram. Ternyata begitulah Tuhan membawa saya dengan ciri khasnya. Ibarat seribu burung sejenis, selalu ada khasnya. Kodenya, mulai dari hal-hal sederhana itu.

Orang radio Indonesia, ketika sudah menyatu dengan dunia broadcaster, memang memiliki ruang yang teori-teorinya sama. Tetapi siapa pandai membina khasnya menuju puncak-puncak, ia akan menempati klimak yang membahagiakan. Puncak-puncak itu apa parameternya? Hal utama adalah kebahagiaan secara psikologis. Karena kalau dari sisi materi kita selalu sulit mengambil ukurannya. Itu fitrah. Kenapa anda jam dua siang pulang sekolah, waktu itu turun dari bis bersama teman-teman suka duduk-duduk di stasiun?

Bahkan walau sebagai penyiar anda kadang ternyata lebih disukai fisiknya kalau jadi MC, daripada karakter suaranya, biar saja. Anda masih punya banyak penggemar meskipun suaranya pas-pasan,  jarang dipakai untuk produksi siaran radio. Itu pun khas. Itu karakter juga. Bisa dibina menjadi penyiar yang asyik. Pernah dengar kisah sukses Si Cempreng, Si Sengau, Si Cadel dll?

SALAM PEOFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0164
SEKALI SETAHUN
(tips untuk orang radio sukses)

Suatu ketika seorang teman meminta naskah sinetron untuk acara hari ibu di sebuah TV swasta lokal. Karena waktunya mendadak dan mepet saya butuh merenung sehari, lalu menjawab ok. Tetap ok, meskipun teman saya menjelaskan belum tentu diproduksi. Karena masih perencanaan. Bahkan tetap ok ketika dia berkata, gak ada honornya. Paling-paling cuma ucapan terimakasih. Bagi saya, saya sedang berbicara atas nama peristiwa: "Suatu ketika untuk peringatan hari ibu, acara setahun sekali itu", itu saja.

Begitulah contoh acara tahunan kita. Di TV, di radio, di tengah masyarakat selalu ada acara begitu. Berikut ini acara-acara on air khusus di radio untuk program sekali setahun, diantaranya, on air peringatan Agustusan, hari Kartini, Hardiknas, Maulid Nabi, idul fitri, hari lingkungan hidup sedunia, ulang tahun radio, tahun baruan, dst. Percaya atau tidak, hampir setiap bulan kita bisa buat satu atau lebih acara begitu. Bisa berbentuk drama radio, talkshow, wawancara eklusif, siaran langsung live music, kuis, dst. Yang terpanjang sebagai program sekali setahun adalah, sebulan acara-acara Romadon.  Sampai seorang Kepala Studio, Iwan Puratama, pernah meminta saya untuk on air baca puisi tiap hari sepanjang bulan Romadon itu.

Menyikapi fenomena ini, radio akan menjadi kalimat atraktif di tengah masyarakat. Tergantung sensitifitas dan kreatifitas orang radio Indonesia. Tergantung radio merasa wajib dan perlu menyampaikan apa?

Minimal radio bisa membuat improfisasi khusus untuk disampaikan penyiar di tengah-tengah acara sepanjang hari. Itu pula salahsatu yang pernah saya lakukan di radio-radio  tempat saya kerja. Contohnya, untuk menjauhi miras dan narkoba.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0165
PENYIAR SETAHUN SEKALI?
(tips untuk orang radio sukses)

Adakah menurut anda penyiar yang pernah on air sekali setahun di radio tiba-tiba menjadi terkenal? Yang paling mencolok adalah Ustad, penceramah agama. Dari beberapa pengalaman kita,  dengan membuat program Romadon dengan satu narasumber khusus, ternyata jika acara itu menarik, akan membuat seorang Ustad yang selama ini hanya ngisi acara rutinan di satu mesjid kecil menjadi terkenal dan banyak penggemarnya. Penyiarpun ada yang memulai dengan sukses membawakan acara sekali setahun semodel itu.

Data ini menambahkan kekuatan nilai jam siar radio yang menonjol, memikat dan sangat dibutuhkan masyarakat. Bahkan tidak hanya untuk nilai durasi harian, melainkan juga untuk nilai durasi tahunan itu.

Sebagai orang radio saya kerap menyayangkan sekaligus memuji pemanfaatan nilai durasi setahun sekali ini. Misalnya, ada lembaga pemerintah, misalnya yang kompeten dengan urusan keluarga berencana, mengapa cuma sekali setahun siaran sosialisasi program KB? Padahal setahun kan bisa beberapa kali? Tapi ya itulah, sekali setahun pun besar manfaatnya buat masyarakat.

Sebagai penyiar harian yang dapat jatah memandu atau jadi moderator acara tahunan dari lembaga-lembaga semisal itu, tentu wajib menyukseskan acara setahun sekali itu. Sambil meyakinkan narasumber bahwa on air beberapa kali setahun bisa lebih menyenangkan dan memuaskan masyarakat.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0166
SEKALI SEUMUR HIDUP
(tips untuk orang radio sukses)

Hari-hari jelang dan setelah presiden Soeharto lengser tahun 1998 disebut pra-reformasi dan awal reformasi. Satu sebutan era setelah era Orde Baru. Saya ingat, koran dan TV penuh hiruk-pikuk. Di mana posisi radio di tengah hiruk-pikuk itu? Peristiwa panggung dan diskusi-diskusi selalu panas oleh uporia jelang dan awal reformasi itu. Saya dan para jurnalis lain mengalami berada di tengah ratusan elemen demonstran di kota Bandung. Saya membuat berbagai acara wawancara setiap hari. Narasumbernya dari YLBHI, dokter Jiwa, para seniman, tokoh kebudayaan Cina, tokoh pemuda, tokoh agama, ulama, tokoh Sunda, pengamat otonomi daerah, dll. Cuplikan koran nasional kami sampaikan poin-poin utamanya. 3 jam respon penelpon tak henti setiap hari. Suara itu tetap terasa semangat sampai masa berahirnya tugas presiden Habibie. Bahkan di masa Gus Dur.

Jika itu terjadi pada anda, orang radio Indonesa, di mana posisi anda dan radio anda? Di radio pula, saya beberapa kali berkata di saat-saat Pak Harto mangkat. Terlepas pada sisi kekurangannya yang mengecewakan, pada sosok Orba itu ada nilai kepahlawanan untuk hal-hal tertentu, misanya dalam hal pembangunan sektor pertanian. Itu akan membuka celah kepantasannya kelak disebut pahlawan. Padahal ketika saya menerbitkan kaset musikalisasi puisi Trisakti (Tangan Besi) karya penyair-penyair Forum Sastra Bandung, dengan musisi Ari Kpin, semua isinya memarahi era Soeharto.

Peristiwa sekali seumur hidup yang lain, adalah tragedi tsunami Aceh. Sesak rasanya meng-create acara hiburan harian di radio dalam suasana berkabung yang tak hilang berbulan-bulan. Maklum ribuan nyawa melayang seketika. Bangkai berserakan, seluruh fasilitas hancur. Spot kepedulian dan puisi kemanusisan saya buat dan saya program untuk diputar beberapa kali perjam. Bahkan setiap panggung musik kami labeli panggung kemanusiaan, termasuk panggung dangdut yang mendatangkan PMI untuk menampung donasi peduli tsunami.

Peristiwa sekali seumur hidup ada yang penuh duka, ada yang sarat kebahagiaan. Salah satu peristiwa herois dan paling membahagiakan tentu saja penyiar dan radio-radio yang menyiarkan proklamasi. Selalu pertanyaannya, di mana posisi radio dan orang radio di situ? Sebab eksistensinya adalah sejarah.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0167
AULA OFF THE RECORD?
(tips untuk orang radio sukses)

Apa yang terfikirkan tentang aula? Ya, tentu, ruang besar yang disediakan oleh sebuah gedung untuk acara terbuka. Demikian pula dengan aula radio. Jelas beda dengan ruang rapat crew radio yang hanya menampung 20an crew, lengkap dengan meja kursi untuk rapat melingkar.

Aula radio selain sudah menjadi rahasia umum sebagai pusat kegiatan live show atau siaran langsung apapun, juga biasa ditafsirkan sebagai ruang publik (fans) untuk berbagai pertemuan, resmi atau tidak. Sekedar kunjungan silaturahmi biasa atau sesuai undangan dan jadwal.

Dalam catatan sebelum ini sudah banyak dibicarakan aula radio sebagai titik sentrum gerakan budaya. Paling tidak yang telah saya lakukan. Tetapi pada catatan ini ada kaitannya dengan peristiwa sekali seumur hidup. Dalam peristiwa awal reformasi misalnya. Aula radio adalah ruang diskusi dan aksi pertunjukan pro-reformasi. Saya pernah menyutradarai beberapa pentas teaterikal di tengah acara musik, salahsatunya bagaimana mengerek merah putih dengan susah-payah ke langit tinggi (langit aula). Dalam latihan teater mingguan pun kami menyimpan merah-putih di tengah lingkaran. Karena bagi kita, Indonesia butuh perubahan, butuh kemajuan, bukan kehancuran.

Aula radio adalah simpul pertemuan-pertemuan sebelum on air. Termasuk pertemuan off the record.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0168
REQUEST AZAN
(tips untuk orang radio sukses)

Orang radio Indonesia, pernahkah anda membawakan siaran musik (nasyid) satu-dua jam menjelang azan magrib? Bertahun-tahun saya mengalami itu. Saya sebut 'siaran air mata'. Pernah, sesekali ada yang nelpon atau sms untuk request azan. Apalagi di bulan Romadon. Lalu biasanya penyiar menjawab, "Ok, request diterima tetapi azan akan dikumandangkan nanti tepat pada waktunya, jangan berbuka puasa sebelum waktunya ya?" Ini sudah biasa.

Catatan ini baik untuk memulai pembahasan kaitan radio dengan azan.  Secara prinsip, saya setuju kalau radio dengan 'corong siarannya' sesungguhnya seumpama muazin. Hanya menyiarkan yang bernilai kebaikan saja. Tetapi terlepas dari itu, kumandang azan memang penting dipertimbangkan dalam pemrograman. Tetapi dalam kebiasaannya, azan yang kerap dikumandangkan radio adalah azan subuh dan magrib. Subuh, karena pengikut siaran pagi perlu mendapat info waktu masuk sholat subuh, sedangkan azan magrib selain penanda waktu sholat sekaligus kode berbuka puasa. Lalu bagaimana dengan azan yang tiga? Kalau di TV tentu bisa memakai running tex. Tetapi pengalaman saya sebagai programmer, saya pernah meminta penyiar untuk mengucapkan, "Sekarang telah tiba waktu bagi kita untuk menunaikan sholat asar". Dst.

Secara logika, radio-radio di Indonesia memang berada di tengah 90%an penduduk ber-ktp Islam. Lalu apa salahnya azan di radio? Bahkan banyak radio yang direkturnya Cina atau beragama Kristen tetap mengumandangkan azan di radionya. Alasannya, yang menjadi pendengar adalah masyarakat semua, plural.

Tetapi kalau ada radio komunitas tertentu, bisa jadi akan ada radio tanpa kumandang azan.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0169
AZAN 500 KOTA
(tips untuk orang radio sukses)

Data terakhir menunjukan, Indonesia memiliki lebih dari 500 kabupaten/kota. Saya pernah berfikir sederhana tetapi strategis. Ketika saya memimpin radio, sebagai Kepala Studio atau Programmer (kepala siaran), meskipun radionya berpusat di satu kota/kabupaten, dengan daya jangkau siar sebatas sampai ke 2-3 kabupaten/kota, tetapi sebagai tanggungjawab moral, bukan main-main, saya optimis berharap semoga kebaikan yang kami ekspresikan di satu radio menjadi inspirasi seluruh radio se-indonesia, bermanfaat bagi masyarakat se-Indonesia juga.

Begitupun niat saya aktif di PRSSNI, selain karena masalah keradioan dan masalah masa depan orang radio Indonesia, juga karena secara sistemik saya merasa perlu menegaskan soal pencerahan senibudaya Indonesia yang menjadi konsen saya sejak pertama kali siaran di tahun 1991 sebagai Narasumber Senibudaya.

Dengan jumlah 500 lebih kota/kabupaten, jika di setiap titiknya terdapat rata-rata 4 radio yang siaran normal. Tidak timbul tenggelam. Anggota PRSSNI, Studio Daerah, dan non PRSSNI, maka setidaknya akan ada 2000an radio. Lalu apa yang kita fikirkan jika 90% dari jumlah itu mengumandangkan azan? Minimal azan subuh dan magrib.

Itu adalah simbul relijiusitas (hidup tentram sejahtera dalam kasih Allah), serta simbul keharmonisan. Apalagi dikumandangkan media massa radio yang atraktif-proaktif. Segaris dengan maksud kumandang azan di seluruh mesjid se-Nusantara yang dalam buku Syair Wangi saya katakan, ... bagaikan simpul anyaman jaring laba-laba, demi kesejahteraan, kebahagiaan, dan keharmonisan manusia Nusantara. Potensi mulia ini jangan sampai tercabik-cabik.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
------

0170
PANGGUNG JEDA AZAN
(tips untuk orang radio sukses)

Dari sisi budaya, kumandang azan adalah kearifan sosial. Daun berdebu kanan kiri jalan di musim kemarau yang panjang, sabar karena azan. Kekerasan luruh.

Saya biasa berada di atas panggung musik sejak tahun 1991. Baik sebagai MC maupun sebagai ketua panitia. Selain di acara yang diselenggarakan oleh radio tempat saya kerja, kadang terlibat di acara-acara yang diselenggarakan panitia lain. Dua hal yang menarik dalam kontemplasi relijiusitas di situ. Pertama, ketika saya bisa mengambil waktu sholat di sudut belakang panggung meskipun musik hinggar. Karena wajib itu tunai. Kedua, menjeda pertunjukan beberapa menit saat kumandang azan. Yang paling sering adalah azan asar. Beberapa kali azan zuhur kalau acaranya panjang dari pagi sampai jelang sore, apalagi banyak selingan kuisnya.

Sebagai kearifan sosial, kumandang azan sudah lazim dimaklumi oleh panitia-panitia musik (hiburan) dari lembaga radio atau masyarakat umum. Kecuali pada panitia yang lupa atau nakal. Tetapi biasanya langsung ada reaksi masyarakat untuk mengingatkan.

Sebagai sebuah harmoni, orang radio Indonesia akan merasakan jeda azan bukanlah gangguan. Justru panitia akan merasa-rasa tolok ukur yang dipakai panitia. Apakah pertunjukannya bertentangan atau tidak dengan spirit relijiusitas? Ini prinsip. Justru dengan cara ini saya (panitia) merasa nyaman menggelar pertunjukkan dangdut atau tari-tarian yang dibilang seksi sekalipun. Karena semua dimulai dengan doa mohon selamat. Istilahnya, mesti tetap 'ngustad' di tengah show dangdutan.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
Cannadrama.blogspot.Com
-----------------------------------------------


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG