19. ORANG RADIO INDONESIA 0181-0190

0181
BUPATI GAGAP
(tips untuk orang radio sukses)

Tahukah orang radio Indonesia? Bahkan ketika bupati atau gubernur kita seorang seniman, jangan bangga dulu, dia belum tentu tahu prinsip-prinsip politik kebudayaan. Tetapi tidak sedikit juga bupati atau kepala daerah yang backgroundnya bukan seniman, juga gagap senibudaya. Gagap seni tradisi di situ, gagap seni yang merakyat di situ, gagap menerjemahkan apa yang disebut aset nasional dan pemersatu nasionalisme di situ. Yang ada malah sok tradisional tapi tidak mengangkat derajat tingginya budaya daerah di situ. Diputus sepihak. Ada generasi di daerah yang justru ditipu atas nama isu dan pencitraan kedaerahan yang pragmatis.

Radio patut tegas soal ini karena setidaknya radio di tiap daerah akan memiliki masyarakat pendengar hingga lintas 3-4 kabupaten. Ada masyarakat yang 'dipantau dan dibina'. Tidak selalu dalam bentuk protes atau teriakan-teriakan, tetapi lebih banyak melalui wacana pemrograman on air maupun off air. Maka siapa bilang orang radio yang profesional tidak bermain cantik untuk sukses daerah dan nasional?

Bahkan ada tokoh-tokoh pemerintah daerah yang semestinya mengayomi masyarakat Sunda, misalnya, anti tarian Sunda, atau setidaknya kebingungan bagaimana mengangkat citranya. Atau tidak bisa menghargai para pejuang senibudaya di situ. Mungkin dia lahir di kabupaten asing.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0182
DISCOTIQUE
(tips untuk orang radio sukses)

Ok. Seumur hidup saya baru satu-dua kali ke diskotik, itupun cuma masuk, duduk-duduk menikmati musik, dan merokok ketika masih perokok aktiv. Tak pernah melantai. (Agak kuper juga ya?). Dan hari pertama ke diskotik justru di malam jelang Soehato lengser. Alasannya? Aku beda pendapat dengan beberapa teman diskusi dari kalangan mahasiswa, aktivis dan jurnalis. Suara mereka sangat keras kepada presiden Soeharto. Aku lebih apresiatif terhadap reformasi damai, apapun bentuknya. Akhirnya kutinggalkan diskusi itu dan pura-pura nyantai di diskotik.

Tidak semua kota (termasuk ibukota kabupaten) memiliki diskotik tentu saja. Saya memahami itu. Selain karena masalah tidak adanya penerimaan masyarakat, juga karena diskotik sendiri tidak punya daya tawar sebagai pusat hiburan yang sehat, terutama saat itu. Padahal kalau ada pertunjukan seni tradisional semalam suntuk, dilihat dari sisi 'hiburan pada malam hari', apa bedanya dengan diskotik? Bahkan ada satu ilustrasi, gunungan wayang 3 kali berubah diapresiasi oleh penonton: miring kiri, tegak, lalu miring kanan. Selain penanda waktu, urutan cerita, perjalanan menuju dewasa, dan penjeda, juga pengingat bahwa sebentar lagi waktu sholat subuh. Artinya, hiburan malam yang baik itu akan berakhir pada sholat (doa-doa).

Yang menarik, radio akhirnya lebih diterima menjadi hiburan malam full music bagi masyarakat meskipun cuma berada dalam wilayah sekat imajiner. Seumpama diskotik dalam fantasi. Ini lebih sehat dan aman. Tidak ada miras, narkoba, pelacuran, kriminal dlsb. Maka diterima di seluruh kota di Indonesia.

Maka di dunia radio ada sebutan Bagian Diskotik. Maksudnya adalah pihak yang bertanggungjawab mengatur, merotasi musik dan melayani request.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0183
SEBUAH BANGSA
(tips untuk orang radio sukses)

Sering kita lupa melakukan ritual otokritik sebagai sebuah bangsa. Bukankah sejak TK (PAUD) sampai SMA bahkan perguruam tinggi, kita semua diperkenalkan pada mata pelajaran senibudaya, khususnya seni musik. Itu bagian dari amanat undang-undang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Lalu mau dibawa kemana pengetahuan mereka tentang musik itu? Bukankah cuma sedikit sekali yang jadi musisi, penyanyi dan guru seni? Pertanyaan itu segaris dengan pertanyaan, mengapa siswa yang jago matematika tidak jadi guru matematika, tetapi jadi arsitektur?

Masyarakat dengan potensi tahu musik, tentu akan masuk ke dalam ranah universalitas musik. Bisa menghargai seluruh lagu dari berbagai suku daerah. Tidak egois. Terbangun nasionalisnya. Bisa menikmati musik, setidaknya menggunakan seleranya. Serta bisa menilai, mana musik yang baik dan musik yang malah melahirkan kecelakaan sosial? Tidak mustahil lirik-lirik tertentu malah memancing penyalahgunaan miras-narkoba, memancing gaya hidup penuh perselingkuhan, memicu gaya hidup bar-bar dan kriminal, dlsb.

Radio memang kadang bermusuhan dengan produser tertentu yang memproduksi lagu-lagu kacau. Entah di mana mata pemerintah saat itu. Ada juga radio yang selalu wellcome, karena lagu-lagu itu gaul dan termasuk mendulang request.

Orang radio Indonesia yang profesional tentu akan menemani masyarakat yang pernah sama-sama belajar seni musik sejak TK, untuk melakukan otokritik massal sebagai sebuah bangsa. Di tengah masyarakat, insan media, dan produser-produser yang sedang mabuk.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0184
LAGU BURUK
(tips untuk orang radio Indonesia)

Suatu ketika di Bandung ada diskusi kecil di ruangan musik. Membahas satu kaset yang dinilai tidak layak siar karena vokal penyanyinya sangat buruk. Terdengar masih belajar nyanyi dan nyaris hampir selalu fals. Padahal penyanyinya selebritis terkenal. Kubilang, "Itulah teori. Kalau kita punya uang banyak, kita tinggal bisik-bisik, nanti dapur rekaman akan mendatangi tempat tidur kita. Vokal fals bisa dlatih dan diakali. Dalam waktu singkat muncullah album". Maka keputusan kami saat itu, lagu itu tidak layak on air.

Di waktu lain ada mentri heboh soal lagu Belah Duren, Jupe. Saya spontan kaget walaupun belum dengar lagunya. Pasalnya, kalau cuma konotasi seks semua orang butuh, cuma cara pengungkapannya beda-beda. Yang penting bukan penghalalan perselingkuhan, pelecehan, seks bebas dan pelacuran. Bahkan lagu Cucak Rowo yang sering dinyanyikan Lili Hambali, bupati Purwakarta itu juga berkonotasi seksual.

Mestinya para pembisik di sekeliling mentri, bahkan presiden menggunakan parameter 'lagu buruk' yang lebih proporsional. Segaris dengan argumentasi, apa salah film dakwah Wali Songo, ada sebagian pemerannya wanita-wanita cantik dan seksi hanya jaritan, nampak lengan bahunya, bahkan betis dan sebagian pahanya, rambut tergerai, dan tidak berjilbab? Mencerminkan wanita Jawa tempo dulu. Apalagi saat adegan dramatik tertentu. Tersingkap-singkap. Padahal siapa tahu sehari-hari pemerannya itu berjilbab di rumah?

Maka saya pernah mengkritik desainer Ivan Gunawan yang beberapa kali membenarkan kontes wanita muslimah mestinya diikuti pemakai jilbab harian secara total. Padahal dari TK sampai usia ibu-ibu banyak juga lomba busana muslimah yang diikuti oleh wanita-wanita yang sehari-harinya tidak berjilbab, kecuali saat pengajian. Disebut, wanita majlis takim. Ini punya fungsi berbeda, yaitu menghargai dan mengamalkan nilai-nilai jilbab. Apalagi Ivan dkk adalah pencipta rok mini dan gaun seksi wanita Indonesia.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0185
BAHKAN
(tips untuk orang radio sukses)

Begitulah, bahkan saya tetap tidak masalah crew radio memutar lagu-lagu Julia Peres, selama bukan lagu yang mengancam kecelakaan sosial. Padahal saya pernah marah tak henti-henti di aara Apresiasi Seni mendengar komentar Jupe dkk yang memberi ucapan selamat datang, ketika maskot bintang porno Myabi mau datang ke Indonesia untuk berproses kreatif dalam film komedi. Argumentasinya menurut Jupe, kenapa mesti fanatik menolak, padahal artis-artis Indonesia pun banyak pelacurnya. Bukan cuma data dalam argumentasinya yang paling bikin kesal, tetapi selamat datangnya maskot pelacur ke dunia artis pelacur Indonesia. Gila kan wacananya?

Bahkan saya tidak pernah memutarkan lagu Lonteku dari Iwan Fals, selama puluhan tahun membawakan acara Apresiasi Seni yang banyak memutar lagu-lagu Iwan.

Bahkan sebagai ketua (koordinator) Koes Fans Club saya jarang memutar lagu Telaga Sunyi di acara Koesplus-an karena menawarkan tema bunuh diri sebagai solusi hidup. Kecuali dengan penjelasan tertentu. Karena dalam ajaran suci bunuh diri itu dosa, sama dengan membunuh seorang manusia, atau bahkan sama dengan membunuh mansia seluruhnya. Tetapi memang, Koesplus cuma berangkat dari cerita rakyat di jaman dulu, tentang tragedi bunuh diri demi cinta suci.

Bahkan saya meminta kepada seluruh crew di radio saya untuk tidak memutar lagu-lagu dengan tema 'halal selingkuh'. Dari Syaiful Jamil, diantaranya. Meskipun TV-TV milik 'penguasa media itu' tetap saja memutarnya. Berkali-kali. Dinyanyikan para host juga. Bahkan mengajak nyanyi para penonton berjilbab, "Jangan Bilang-Bilang". Norak abis! KPI entah di mana. Direktur atau petinggi TV-nya 'ketawa-ketawa'.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0186
HIDUP DI UJUNG PANDANG
(tips untuk orang radio sukses)

Filosofi wanita bercadar: bahwa yang terutama dalam hidup ini adalah sudut pandangnya tentang jalan yang lurus. Dalam bahasa yang sederhana, tentang jalan yang baik-baik saja. Karena dengan pelita, tongkat dan bahtera itu kita akan mengarungi hidup.

Mungkin masih ada yang ingat dongeng saya, sekelompok pemuda band tertawa-tawa di belalang panggung karena melihat seorang Kyai bertepuk tangan seusai pertunjukan musiknya dalam bahasa asing. "Makan tuh isi lagu, padahal isinya bertentangan dengan ceramah-ceramah Kyai!" begitu kata mereka. Lalu seorang malaikat meyakinkan malaikat lainnya bahwa catatannya tidak berubah, Kyai itu bertepuk tangan sesuai judul backdrop panggung dalam tulisan besar, Melalui Senibudaya Kita Tingkatkan Kerukunan Dan Kedamaian Masyarakat. Yang ada dalam tafsir Sang Kyai, rukun dan damai itu tentu dalam kemuliaan. Maka selamatlah tepuk tangan Kyai itu.

Dalam hidup ini pemahaman yang mendukung langkah hidup kita jauh lebih penting daripada orang yang sok menilai kita dari sudut yang salah. Padahal malaikat Allah lebih melihat daripada orang-orang yang ngaku bisa melihat isi hati seseorang sekalipun.  Sebab yang melihat hati itu punya emosi personal yang jauh dari ilmu kepastian-kepastian Allah.

Maka kita sajikan saja segala yang baik-baik saja. On air dengan perwira. Minimal dengan niat menghibur. Selebihnya dengan segala niat untuk pengaruh baik.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0187
KOMPETITER?
(tips untuk orang radio sukses)

Kompetiter radio bisa dibilang cuma teman bercanda, mau satu organisasi radio ataupun tidak. Karena pada kenyataanya, kalau beberapa penyiar dari radio berbeda ngumpul di warung kopi, semua ketawa-ketawa saja tanpa pembatas. Lupa apa itu artinya persaingan radio.

Saya pernah cerita kepada seorang penyiar kreatif, Oca. Informasi yang yang masuk sedemian banyak, mulai soal jenis acara yang ditiru, modulasi yang kurang keras kurang bulat, kalah jangkauan, sampai perang tarif iklan. Tetapi tetap saja 'kuncian' kita adalah, menjaga dan mempertahankan imej, membenahi segala perangkat,  melakukan kreatifitas tanpa henti, sampai seluruh pihak tahu, bahwa kita bikin program gak main-main. Itu saja. Sudah cukup. Jangan ngurusi acara yang ditiru radio lain atau ribut soal iklan.

Hasilnya, alhamdulillah, radio yang hampir dijual karena kondisinya yang sangat buruk itu terus naik, percaya diri, populer, dan mendapat kepercayaan sana-sini.

Malah lucu kalau kita teriak-teriak kepada para pendengar, "Acara kita dicuri radio sebelah. Mirip. Sama sekali. Cuma beda judul". Itu teriakan yang terdengar lucu. Menunjukkan radio yang tidak percaya diri. Kehabisan kreatifitas. Lupa membaca keunggulan yang terus dijaga sehingga tetap penting bagi masyarakat dan pengiklan.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0189
IKLAN MURAH?
(tips untuk orang radio sukses)

Sebagai orang radio Indonesia yang bekerja lebih dari 20 tahunan, saya pribadi gak kenal istilah 'iklan murah'. Atau mungkin itu pendapat saya saja. Karena menurut saya yang ada itu adalah iklan yang harga putarnya lebih murah dari iklan lain.

Tidak sembarangan. Yang harga putarnya lebih murah itu menurut saya adalah iklan lokal, dan iklan layanan masyarakat alias iklan sosial. Bahkan kadang-kadang Si Pemasang iklannya pun menghiba-hiba demi kepentingan sosial. Kita diminta kontribusinya.

Kalau iklan murah yang kita maksud adalah iklan radio yang tidak mau bayar sesuai tarif kita yang menurutnya kemahalan, dia akan lari ke radio lain yang tidak akan menyebutnya sebagai iklan murah.

Tentu kita masih ingat uraian yang terdahulu. Ada acara off air tetangga dengan biaya yang menurut kita murah, tetapi kok hasilnya sangat baik, maksimal. Ternyata karena masalah prinsip pemanfaatan anggaran.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
-----

0190
TERPILIH
(tips untuk orang radio sukses)

Ini kisah nyata. Saya pernah berada di sebuah radio yang kondisi iklannya sedang drop berat. Bahkan mengganti bohlam ruangan  yang mati pun pake itung-itung dulu. Pajak nol.

Tetapi ada modal utama yang masih tersisa. Semangat dan harapan sukses yang masuk akal. Itupun diwarnai cobaan, 6 bulan pertama nyaris saya sebagai kepala studio merangkap programmer tidak terlalu dipercaya bisa memajukan radio itu. Apalagi resiko kerja swasta, bisa distop tiba-tiba kerjasamanya. Seperti anak tiri ya?

Maka program kita bikin terbaik, terdepan. Jaringan sosial kita dekati. Maka secara sosial radio ini mapan. Acara semakin digemari. Aula selalu ramai. Kunjungan fans tak pernah henti. Iklan yang tersisa kita layani optimal. Sambil melakukan lobi marketing ke sana ke mari. Hasilnya, beberapa iklan baru mulai memilih radio kita. Bahkan ada iklan yang tiba-tiba nongol tanpa kita kenal sebelumnya. Semua kita jaga. Kita buktikan kepercayaan itu utama. Allah benar-benar tak pernah tidur.

Lama-lama kami merasa, benar-benar terpilih oleh produk-produk itu. Sampai-sampai ada iklan yang iri kalau belum pasang atau belum naik di radio ini.

SALAM PROFESIONAL!

(Gilang Teguh Pambudi)
Cannadrama.blogspot.Com
---------------------------------------------


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG