BOLA LUPA UMUR
Grafik permainan Persija sedang naik dalam beberapa laga terakhir Liga Indonesia I, 16 Juni 2017, meskipun belum mendongkrak tim kebanggaan Jakarta itu ke posisi yang membanggakan. Dari posisi 14 Persija baru naik ke posisi 9. Wajar kalau permainan mereka berada pada grafik tertinggi. Sampai reporter TV-One menyebut, Maman Abdurahman lupa usia.
Istilah lupa usia memang sudah lama dikenal. Merupakan bagian dari teori sepakbola juga. Tetapi agak tersembunyi di balik kalimat, setiap pemain yang dipercaya untuk tampil mesti menjawabnya dengan tanggungjawab penuh dan permainan maksimal. Siapapun dia. Pemain unggulan, pemain muda, maupun pemain yang sudah tidak lagi muda tetapi masih dipercaya.
Pada perseteruan di Cikarang, Persija vs Sriwijaya FC ini memang kedua tim tampil penuh ambisi. Bahkan Sriwijaya sempat menguasai babak pertama, 55:45 meskipun Persija telah lebih dulu melesakkan gol pada menit kedua.
Dalam sepakbola tidak ada rumus mati, bahwa tuan rumah pasti menguasai pertandingan. Meskipun semestinya begitu. Begitu juga tidak semua yang menguasai pertandingan pasti memenangkan pertandingan. Sebab banyak juga gol-gol kemenangan lahir dari tim defensif atau tim yang dianggap serba dalam tekanan. Itulah rumus permainan bola yang harus dibalut oleh sportifitas dan fair play.
Meskipun misteri di lapangan selalu menegangkan karena diliputi segala ketidakpastian, tetapi ada matematikanya, yang lazim berkembang, bahwa kualitas permainan tim yang terasah dengan baik dan memiliki pengalaman atau jam terbang yang tinggi, apalagi masuk nominasi langganan juara, atau setidaknya langganan papan atas, tentu akan dapat ditonton oleh pencinta sepakbola. Bisa dicermati dan diapresiasi kualitasnya. Termasuk kecenderungan menangnya.
Dalam perjalanan sejarahnya, Persija setidaknya bukan langganan papan bawah. Bahkan termasuk tim elit yang populer.
Kembali kepada prinsip lupa umur. Prinsip ini memang harus ditanamkan pada seluruh pemain sepakbola. Mereka harus siap menjawab kepercayaan manajemen, kepercayaan pelatih, kepercayaan suporter, bahkan harus meyakinkan dirinya sendiri, bahwa dia tetap sebagai pemain dalam kondisi terbaik. Itulah jiwa petarung.
Prinsip lupa umur ini bahkan menjadi pelajaran berharga bagi kaum profesional apapun. Umur bukan kendala untuk produktif, kreatif, dan selalu menjadi yang terbaik. Di dunia motivasi kita mengenal prinsip, tidak ada kata terlambat untuk memulai. Bahkan dalam cerita hikmah, sering dikisahkan para tua yang masih menanam pohon meskipun usianya sudah sangat tua. Karena ia melihat masa depan anak cucunya.
Bambang Pamungkas, Ismet Sofyan, dan penjaga gawang Andritani juga disebut-sebut sebagai senior di lapangan hijau di setiap perhelatan Persija yang selalu diharapkan masih merasa muda untuk bertarung. Atau didoakan oleh para penonton, "Semoga mereka lupa umur". Sehingga bisa menjadi motor penggerak, motivator dan sekaligus contoh bagi generasi Persija yang akan datang.
Sekadar pembanding. Sebutan lupa umur juga diberikan kepada pemain Arema Malang, Cristian Gonzales. Tentu selain nama-nama lain dari semua tim yang bertarung di Liga Indonesia I.
Terbalik dari imej prinsip positif itu tentu sangat ironis dan menggelikan. Betapa tidak? Sebenarnya istilah lupa umur juga dikenal oleh masyarakat kita sebagai sindiran negatif untuk para tua yang tidak sadar umur. Konotasinya sangat negatif. Misalnya, tidak tambah dewasa bahkan bisa makin kanak-kanak.
Untungnya konotasi negatif itu tidak berlaku bagi pemain gaek di dunia sepakbola. Buktinya sebutan lupa umur oleh reporter TV itu jadi berkah juga. Persija menang di laga terakhir jelang rehat Idul Fitri. Posisinya pun naik ke peringkat 6 sementara. Bravo sepakbola Indonesia!
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.Com
Komentar
Posting Komentar