PEMBACA SAJAK DAN PENYAIR

Berbahagialah Anda, para pembaca sajak di atas panggung, baik yang pernah menang lomba atau yang belum, dengan keahlian khusus itu, ketika tidak sedikit penyair kita merasa tidak maksimal aksi panggungnya. Meskipun puisinya bagus-bagus. Karena maklum, tidak semua penyair wajib mahir baca puisi panggung.

Kalau sampai ke tahap bisa baca puisi, tentu semua penyair bisa. Termasuk di atas panggung sekalipun. Tetapi dari hasil pengalaman nonton panggung puisi, ada penyair-penyair yang terpaksa mengakui kehebatan para pembaca sajak, yang sering kali bukan penulis sajak itu, karena Sang Penyair menyadari, ketika di membaca di depan mikrofon panggung, ia merasa yang penting isi dan rasa puisinya sampai kepada penonton. Ia merasa kurang eksploratif dan ekspresif seperti mereka.

Tetapi memang tidak sedikit juga penyair yang justru populer gaya panggungnya ketika membaca sajak-sajaknya. Apalagi yang sejak remaja sudah memulai bersastra dengan baca sajak. Sebelum mulai menulis.

Logika kita pun sesuai kurikulum pendidikan nasional memang begitu. Sejak TK/PAUD anak-anak sudah diperkenalkan dengan aksi baca puisi di panggung. Terlepas apakah mereka bakal jadi penyair atau tidak. Karena kunciannya satu, jangan sampai mereka gagap sastra secara umum atau gagap syair secara khusus. Sehingga jika gagap kelak mereka tidak akan tahu apapun soal rahasia tafsir syair. Ibarat tidak akan tahu apa guna vitamin dan terdapat pada apa saja vitamin itu.

Untuk itu saya selalu mengucapkan, berbahagialah para pembaca sajak Indonesia. Sampai saya bersama Tholib Mubarok pernah menggagas lahirnya Komunitas Baca Sajak Indonesia, yang hanya fokus baca sajak, bukan bikin sajak. Lokasi latihan utamanya ya di Wisata Sastra, selain di sekolah-sekolah

Mereka ini patut dihargai. Bahkan sangat dihargai. Maka saya berkali-kali mengingatkan kepada pemerintah dan pembaca sajak. Kepada pemerintah dan panitia seni saya ingatkan, panggung puisi itu bukan cuma panggung lomba baca puisi, tetapi juga panggung baca puisi. Dan di panggung ini tidak harus penuh oleh para penyair dengan puisinya masing-masing. Biasa saja berisi 100 pembaca puisi yang membaca puisi-puisi karya penyair. Satu acaranya yang paling populer dan universal judulnya adalah, Malam Puisi atau Malam Baca Sajak.

Kenapa malam? Entahlah. Mungkin karena para pembacanya sebagian pelajar dan mahasiswa yang siang belajar dan sebagian karyawan dan wiraswastawan yang siang kerja.

Sementara kepada para peserta lomba saya ingatkan. Bodohlah kalau panggung lomba puisi hanya ditafsirkan sebagai ajang lomba. Sehingga peserta yang kebetulan kalah tidak akan pernah merasa menang. Padahal itu adalah panggung puisi yang bernilai kontrinusi sosial kepada sebuah tema kegiatan. Artinya, itu adalah suatu panggung dengan 'maksud' yang harus dipropagandakan. Itu pekerjaan. Itu bukan urusan lomba semata. Misalnya dalam lomba Baca Puisi Lingkungan Hidup. Saya dan Ali Novel sebagai juri di situ, tidak bosan mengingatkan itu.

Ya, tentu! Merasa berartilah dengan eksistensi Anda, wahai para pembaca sajak Indonesia. Anda satu saf dengan para penyair dalam memahami posisi sastra Indonesia, puisi khususnya.

Menjadi besarlah dengan daya apresiasi yang Anda miliki. Sebab panggung kosong itu tak berarti apa-apa tanpa Anda membaca puisi. Atau, panggung itu akan kehilangan peristiwa utama dan puncaknya, yang telah disiapkan oleh para malaikat, jika Anda tidak berpuisi.

Penuhilah ruang kerja dan kamar Anda dengan buku-buku puisi yang selalu siap dinaikan ke atas panggung kapanpun. Dan saya atas nama siapapun akan senantuasa bangga datang ke kamar itu, dan tercenung di depan 'panggung teriak' Anda .

Satu hal lagi. Memang. Seorang pembaca puisi yang dahsyat tidak selalu harus pemenang lomba. Jadi majulah saja bersama-sama dengan khas dan karakter masing-masing.  Saya sendiri tidak pernah tahu, apakah Rendra dan Hamid Jabar yang bagus baca puisinya itu pernah juara lomba baca puisi. Gak soal!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.Com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG