KESEPAKATAN DENGAN TUHAN

Sering kita membaca kalimat motivasi yang membuat kita tiba-tiba harus bangkit. Entah mengapa selama ini seakan menunggu-nunggu sampai kalimat itu datang. Rentang berapa lama? Seberapa banyak energi terbuang percuma?

Tetapi kalau saja kita bisa menengok sisi arif bijaksana yang meyakinkan pada diri kita, sesungguhnya selama ini kita sudah meminta tempat. Dari itu kita sudah pasti penuh motivasi bergerak ke suatu arah, atau ke arah manapun. Dan pada perjalanan itu pula kita seperti sedang berbicara dengan Allah tentang setiap rencana, dan pintu-pintu yang juga telah kita minta kepadaNya. Pintu-pintu keselamatan tentu saja. Pintu-pintu yang punya harga nama kita di situ, wangi sorga, belum tentu di tempat lain yang pernah kita sesali tak kunjung datang.

Ketika kita sedang berjalan dengan sangat semangat ke Utara. Membawa seluruh persyaratan dan bentuk bangunan masa depan yang komplit. Suatu ketika Allah mengingatkan, "Doamu dulu, 'Berilah aku jalan keselamatan'". Lalu ternyata kita diminta bergerak ke Barat atau ke Timur. Di manakah salah kita dan salah Allah. Bukankah itu namanya satu kalimat?

Saya punya pengalaman sederhana, yang sebenarnya ini berguna untuk saya. Tapi mungkin juga bisa berguna bagi orang lain yang menganggap ini penting. Kita berbagilah.

Setelah tidak mungkin jadi tentara, meskipun itu cita-cita sejak SD. Lalu tidak mungkin juga jadi penyuluh pertanian, suatu profesi yang di tahun 80-an sangat disukai orang desa atau orang perkebunan seperti saya. Akhirnya pilihan jitunya, tamat SMP saya masuk Sekolah Pendidikan Guru.

Maksud hati tamat SPG langsung mau ngajar. Gak apa-apa agak lama menjadi tenaga sukwan atau tenaga honor. Kuliah kan bisa sambil ngajar. Yang penting ada jaminan diangkat jadi guru.

Tapi lupakan dulu kisah saat itu ketika saya berfikir, bisa lebih dari lima tahunan saya baru diangkat PNS. Bahkan bisa lebih dari 10 tahun. Yang penting sekarang fokus dulu pada apa yang saya angan-angankan dengan menjadi GURU SD saat itu?

Saya pernah mengajar kelas II dan kelas VI di SD Negri, lalu jadi Walikelas di SMP Swasta, bahkan membina ekstrakurikuler di SMEA. Kesemuanya itu sama menyenangkan. Tetapi karena ada romantisme kenangan bertahun-tahun di SPG. Simulasi mengajar setiap hari dan praktek lapangan depan anak-anak SD, maka berdiri mendidik anak-anak SD rasanya sudah menyatu hati. Apalagi saya pernah jalan kaki berkilo-kilo meter naik turun tebing untuk menemani pembina di sana membina Pramuka Siaga dan Penggalang di daerah Kabupaten Sukabumi. Ini enerji buat saya. Enerji untuk terus mencintai anak-anak.

Bagi saya. Jika seumur hidup saya jadi guru SD. Saya akan sangat bahagia. Benar-benar sangat bahagia. Saat itu tidak terpikirkan sama sekali peluang untuk menjadi kepala sekolah dll. Karena saya pasti sangat mencintai dan setia profesi itu. Guru. Titik. Meskipun saya pun tahu, jiwa saya meledak-ledak. Bisa jadi ketika itu saya ingin melompat cepat, tetapi dengan tidak meninggalkan kecintaan yang mendasar.

Itulah angan-angan saya. Berdiri depan kelas, menjadi inspektur upacara di bawah kibaran merah putih, pembina Pramuka, mengajar menggambar dan teater, menghidupkan perpustakaan, dll adalah rutinitas yang menentramkan lahir batin. Saya akan merasa selalu dekat kepada anak-anak, masyarakat, dan seluruh intansi pemerintah. Dan saya tetap akan sangat bahagia, meskipun dulu pernah mengantarkan anak-anak Pramuka yang bersepatu tetapi tidak berkaos kaki pada suatu lomba. Karena sehari-hari pun ada yang nyeker, alias tak bersepatu. Yang otomatis anak-anak saya menjadi paling beda. Bahkan di mata para pembina lain. Tetapi kami berangkat dan pulang lomba sambil menyanyi. Tidak muluk-muluk mimpi juara. Sebab ini pun sudah pramuka sejati.

Di sela-sela mengajar saya terus menulis. Terutama cerpen dan puisi. Saya fikir, sekali-kali bisa dikirim ke koran. Karena memang sejak usia sekolah saya sudah biasa nulis untuk koran.

Suatu hari sepulang mengajar saya dapat kalimat bagus dari bapak saya, alm. Soetoyo Madyo Saputro. "Semalam Bapak denger acara puisi di radio, bagus juga buat menemani masyarakat memahami puisi". Begitulah awalnya. Tapi saya yang berjiwa muda merespon dengan cara yang beda. Saya keluarkan beberapa kliping cerpen dan puisi koran dan sertifikat Jurnalistik. Saya yakin, ini layak menambahi prestasi saya. Besoknya saya meluncur ke radio itu. Dan benar, saya langsung bisa siaran mingguan sebagai narasumber Apresiasi Sastra. Otomatis anak-anak di tempat saya mengajar pun tahu.

Bahkan ketika saya membentuk Komunitas PACINTRA (Para Pencinta Sastra) SUKABUMI, yang saya maksud, anggotanya adalah para pengirim puisi secara on air, dan mereka yang saya bina di darat (off air), terutama para siswa saya di SMEA yang jadi anggota.

Sampai akhirnya, inilah yang saya maksud. Kita memang pernah bergerak ke Utara tetapi pada saat yang sama kita  bersama-sama Allah telah menyusun rencana yang lain.

Saya akhirnya memilih menjadi orang radio 100%. Tetapi seperti membuat janji, saya akan menjadikan aula Radio tempat ngumpul siswa TK, SD, SMP, SMA dan bahkan mahasiswa. Selain itu saya akan mengadakan berbagai kegiatan untuk mereka dan menemani komunitas mereka. Dan itulah yang terbukti akhirnya. Di Sukabumi, Bandung, Purwakarta, dan sekitarnya.

Prestasi saya di radio tidak terlalu buruk. Baru dua tahun siaran sudah naik jadi Asisten Programmer. Lalu jadi Programmer dan Kepala Studio. Untuk pengalaman jurnalistik radio, selain untuk kebutuhan Radio, saya juga biasa mengirim berita untuk kebutuhan siaran Journal LPS PRSSNI Jawa Barat. 

Dulu waktu masih seragam putih abu, kalau ditanya teman-teman, jabatan apa yang paling saya sukai? Saya selalu jawab, Mentri Dalam Negri. Entah apa alasannya. Kalau ditanya, mau apa dengan aktif di teater? Saya selalu jawab, "Saya suka teater. Saya mau melatih main teater. Menulis naskah. Dan jadi sutradara". Tidak pernah terpikirkan untuk jadi bintang film atau bintang sinetron. Bagi saya itu wilayah yang berbeda. Ruang yang berbeda. Punya cara komunikasi yang berbeda pula.

Begitupun di radio itu saya sempat berfikir, apa mungkin saya menjadi Bupati atau Wakil Bupati? Begitulah nyatanya. Sampai saya berfikir lagi, jangan-jangan saya berencana ke Barat, padahal bersama Allah sedang membangun jalan ke Timur. Meskipun saya juga sering berencana ke suatu tempat, di tempat itu pula Allah menunggu dengan rindu.

Semoga catatan ini bisa bermanfaat sebagai motivasi.  Minimal buat saya sendiri. Untuk memahami kesepakatan-kesepakatan dengan Tuhan, Allah Swt.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DINDING PUISI 264

JANGAN KALAH HEBAT DARI BIMA

TIDAK ADA YANG BENCI KALIMAT TAUHID