LAGI, KECELAKAAN SOSIAL
Saya tidak bisa membayangkan ketika syetan sudah menjelma menjadi manusia kesurupan yang sesungguhnya. Yaitu semisal ketika ada seorang anak dengan senjata di tangan memaki ibu kandungnya karena suatu sebab yang tidak patut.
'Berterimakasihlah kau perempuan laknat kepada syetan. Sebab jika nyawamu masih ada hingga besok pagi, itu karena aku tidak membunuhmu saat ini!"
Rupanya si gelap mata ini sudah membenarkan keyakinannya, bahwa kalau kejahatan tidak menganiaya, maka akan selamatlah seseorang. Maka jadilah ia sejenis mahluk syetan-iblis laknatullah yang bisa menentukan hidup orang lain.
Bahkan katanya dengan angkuh dan sombong, dia tempat orang yang selamat berterimakasih dan menyembah iblis.
Pada kisah yang lain. Sekelompok preman kampung selalu menebar teror dengan dengan ancamannya. "Kalau kami tidak mencelakaimu, kamu aman di sini. Maka berterimakasihlah sebelum kekerasan kami menjadi nasib buruk kamu!" Mereka sangat begitu yakin, bahwa kejahatan atau kekerasan adalah persoalan yang banyak ditakuti orang-orang. Bahkan di dunia kerja pun syetan dan iblis dianggap selalu menang dan menjadi penghuni terakhir.
Dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, syetan ibIis itu merasa jaya perkasa ketika yang dihadapinya atau yang dibawahnya adalah orang-orang yang lemah.
Bahkan ketika di atas mereka ada manusia yang telah menjadi mahluk lain, sebangsa syetan-iblis yang lebih kuat, mereka akan diperlakukan sama. Syetan ditakut-takuti oleh syetan. Iblis harus menyembah kepada iblis agar tidak dianiaya. Bahkan terpaksa mengakui, nyawa mereka bisa bertahan sampai pagi hari karena kebaikan syetan-iblis laknatullah yang tidak membunuhnya.
Kecelakaan sosial yang lain adalah pelacuran, yang di hawa terbuka, masyarakat, selalu diikuti dengan seks bebas, hubungan sejenis sebagai bagian dari kebebasan itu, pelecehan seksual di mana-mana, premanisme, kekerasan dalam rumah tangga, dan nikah asal-asalan alias pelacuran berkedok pernikahan sah atau resmi. Banyak anak-anak telantar. Remaja dan pemuda jalanan.
Pernah saya berada di depan seorang pelacur yang menutup telinganya seperti orang stres dan marah ketika azan berkumandang. Padahal seburuk-buruknya persangkaan orang bodoh terhadap azan semestinya, itu panggilan untuk hidup di tempat yang lebih baik dan terhormat. Sebab kebodohan, keputusan asaan, dan kerusakan selalu banyak mencelakai manusia.
Pelacuran itu, terlebih-lebih yang dilokalisasi, yang urusan pribadi di rumah-rumah pun akan membubungkan asap hitam, suasana panas karena syetan iblis bertahta. Gang-gang menjadi identik anak-anak nakal pecandu miras narkoba dan di banyak titik keramaian berkerumun preman, dan di tempat-tempat sepi berpenghuni para begal yang mencari rejeki dengan jalan singkat, keberanian, nekad, dan kekerasan. Dalam lingkungan pelacuran yang dilokalisasi, sungguhpun ada 'aparat penjaga' yang aman paling-paling sebatas keluar masuk tamu dan transaksi seksnya. Itu ibarat orang masuk toko atau supermarket saja.
Tetapi dalam radius 10 meter, 100 meter, 1 km, 5 km, dan seterusnya di sekeliling super market itu apa jaminan sosial dan pertumbuhan sosial yang terbangun? Lalu pikirkan apa pula yang kita masak di sekeliling lokalisasi pelacuran? Penjaja informasi yang punya kenalan satu dua pelacur juga? Para pecandu miras narkoba juga? Sesama yang mengaku sama premannya dengan para pengunjung hidung belang, yang pada waktunya bisa meletupkan kekerasan dan tindak kriminal? Masyarakat berhati panas yang mudah terprovokasi? Para penjaja obat-obatan dan alat tertentu, juga penyedia makanan 24 jam yang bersyukur atas kehidupan seks 24 jam yang disebut sumber berkah. Penyedia alat transportasi yang komplit informasinya soal lokalsasi itu. Dan tentu saja rumah tangga-rumah tangga abu-abu yang wellcome terhadap lokalisasi itu karena merasa kecipratan rejeki dari ramainya daerahnya dikunjungi orang sana-sini, yang dekat dan yang jauh-jauh. Meskipun bertahun-tahun, puluhan tahun, selalu bersitegang yang setuju dan yang tidak setuju. Tidak pernah akur.
Bagaimana kalau di telinga mereka ini azan sudah dianggap sangat mengganggu? Pernikahan, baik yang sah menurut agama atau yang tercatat di catatan sipil disebut hanya rekayasa perjanjian agar tidak sebebas pelacuran dan seks bebas, padahal isinya sama persis. Bahkan mas kawin, nafkah dan pemberian-pemberian suami disamakan dengan bayaran kepada pelacur. Sehingga para istri itu dianggap minimal, para pelacur buat suami-suaminya. Buktinya keributan suami istri selalu soal uang, harta atau faktor ekonomi. Termasuk di kalangan yang kaya raya. Bukan cuma domain orang miskin.
Bahkan seorang pelacur di depan ibu kandungnya memaki begini, "Lo aja yang jual diri kalo masih laku, Peot! Gua sudah susah payah jadi pelacur masih harus nelen nasehat juga. Hidup ini susah. Selagi ada rejeki terdekat yang melekat di badan kita, kenapa gak diambil? Ntar keburu peot seperti kamu, telanjang di tengah jalan juga, syetan iblis gak ada yang mau! Maka asal lo tahu, gua ni mesti trimakasih kepada syetan iblis yang masih doyan perempuan pelacur!"
Nah, di lokalisasi pelacuran, perempuan-perempuan beginilah adanya.
Tapi ada yang kelas lunak. Yang menyebut pelacuran itu halal. Cuma soal dagang sesuatu saja. Kalau ada yang mau beli itu sukses namanya. Pake prinsip pasar. Dan para pelanggan itu manusia halal juga. Bahkan mereka menambahi dalih, Allah pun tersenyum untuk berkah yang dianugerahkan dan dinikmati hamba-hamba-Nya. Tetapi belum ada jawaban kuat untuk hal yang berikut ini. Pakai kondom, mengatur klimaks, atau karena si perempuan sudah dimandulkan secara medis, sehingga tidak perlu takut hamil pun, nyatanya itu soal orientasi. Salah orientasi.
Orientasi? Tegasnya begini. Ketika seseorang pria menikah baik-baik dengan cinta yang harmonis kepada seorang wanita yang sudah tidak bisa hamil, atau karena suatu alasan halal tidak mau hamil, maka orientasi mereka: hidup manusia itu tetap menikah dan punya keturunan. Tetapi dalam peristiwa ini, oleh karena suatu keadaan, peristiwa punya anak telah diwakili tubuh-tubuh yang lain, karena mereka satu tubuh belaka. Tetapi tudingan aman dari kehamilan pada tindak pelacuran, mereka tidak niat hubungan seks mereka sampai hamil dan beranak, meskipun diwakili kejadian orang lain, karena mereka bukan suami istri, dan memang teorinya jangan sampai punya anak dari praktek pelacurannya.
Satu lagi, pada wanita pelacur dan pelaku seks bebas yang subur dan bisa terancam kehamilan karena suatu sebab, peristiwa kehamilan yang tak terduga adalah petaka neraka. Gempa yang dasyat. Padamnya matahari. Tetapi pada pasangan suamii istri yang pernah niat tidak ingin punya anak, atau tidak mau punya anak lagi, peristiwa kehamilan itu akan disebut, kehendak Allah. Karena mereka tidak menolak cukang. Awal sesutu. Bahwa setiap kehamilan pasti diawali oleh keadaan tidak hamil. Dalam maqom ilmu tinggi malah disebut, bayi raja yang ditunggu-tunggu oleh alam semesta ini telah datang. Atau ketidak hamilan yang mulia yang telah meminta, memanggil dan melahirkan teori kehamilan yang selamat dan mulia.
Termasuk ketika terjadi beda pendapat antara manusia awam dan Allah. Mereka menyebut, ada kehamilan tiba-tiba pada sepasang suami istri, suatu kehamilan yang mereka tidak kehendaki. Tetapi Allah telah menulis, seluruh kehamilan pasti kalian kehendaki dengan sukacita, termasuk yang tiba-tiba terjadi itu, pada suami-istri yang pernah niat tidak punya anak itu, kecuali pada pasangan suami istri yang ingkar sunah, melawan hukum hidup, menolak firman-firman Allah.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar